close
Nuga Sehat

Awas! Nasi Putih Itu Sumber Diabetes

Nasi putih, kini, di Singapura, menjadi “terdakwa”  penyebab  maraknya penyakit diabetes.

Otoritas kesehatan negara itu dalam rilis remsinya hari ini, Jumat, 16 September 2016, menyebut nasi putih lebih buruk daripada minuman soda manis dalam menyebabkan penyakit, termasuk penyakit diabetes.

Pejabat kesehatan Singapura,  Zee Yoong Kang mengatakan, bahwa obesitas dan minuman manis adalah penyebab utama gangguan kesehatan di negara-negara Barat.

Tapi sebenarnya, orang-orang Asia cenderung lebih berisiko mengalami penyakit kencing manis ini, dibandingkan dengan orang Kaukasia.

Tidak perlu menjadi gemuk untuk mendapatkan risiko diabetes.

Nasi putih yang menjadi makanan pokok sebagian besar orang Asia, dapat membebani tubuh dengan gula darah dan meningkatkan risiko diabetes.

Mr Zee dipersenjatai dengan data.

Sebuah analisis meta dari empat penelitian besar, yang melibatkan lebih dari tiga ratus lima puluh ribu orang selama empat sampai dua puluh  tahun, bekerjasama dengan Harvard School of Public Health dan diterbitkan dalam Journal British Medical mengungkapkan beberapa temuan serius.

Di dalam studi itu, para peneliti menemukan bahwa sepiring nasi putih yang dimakan dalam satu hari secara teratur, dapat meningkatkan risiko diabetes sebesar sebelas persen pada populasi secara keseluruhan.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa orang Asia, seperti Cina, biasa mengonsumsi empat porsi nasi sehari, sedangkan orang Amerika dan Australia makan hanya lima porsi nasi seminggu.

Meski demikian, Mr Zee tidak berencana untuk meminta orang Singapura berhenti makan nasi, Apa yang dia inginkan adalah melihat lebih banyak orang beralih ke varietas makanan yang lebih sehat.

Misalnya, berah putih panjang lebih baik daripada beras putih pendek dalam hal kemampuannya menaikkan kadar gula darah.

Ia juga ingin orang-orang untuk mencoba menambahkan 20 persen beras merah ke dalam beras putih mereka. Jumlah ini cukup untuk mengurangi risiko diabetes sebesar 16 persen.

Menteri Kesehatan Singapura, Gan Kim Yong, bulan lalu mengatakan, bahwa penyakit ini sudah menghabiskan biaya negara lebih dari satu  miliar dollar  pertahun.

Diabetes adalah penyebab utama kebutaan, gagal ginjal dan amputasi di Singapura.

Sedangkan di Indonesia, menurut International diabetes Federation  sekitarsembilan  juta penduduk Indonesia hidup dengan diabetes.

Jumlah itu terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Sebuah penelitian terbaru lainnya menemukan, mengasup protein dan sayuran sebelum karbohidrat bisa menurunkan kadar gula darah dan level insulin setelah makan.

Kadar gula darah yang tetap terkontrol adalah hal yang sangat penting bagi orang dengan diabetes. Jika gula darah terlalu tinggi lama kelamaan akan menyebabkan komplikasi.

“Selama ini obat memang bisa diandalkan, tapi pola makan juga bagian yang penting. Sayangnya, mengubah pola makan adalah hal yang sulit dijalankan diabetesi,” kata Dr.Louis Aronne, pakar riset metabolik dari Weill Cornell Medical College, New York City.

Karbohidrat akan meningkatkan kadar gula darah, namun tak mudah meminta diabetesi untuk mengurangi atau tidak makan karbohidrat sama sekali. Dalam penelitian yang dilakukan Aronne ini diketahui sebenarnya mengatur urutan makanan bisa berdampak juga pada kadar gula darah.

Penelitian tersebut dilakukan terhadap sebelas orang yang obesitas dan menderita diabetes melitus. Seluruh responden mengonsumsi obat diabetes metformin.

Mereka diminta mengonsumsi makanan dalam dua metode.

Pertama adalah karbohidrat dulu dan diikuti dengan protein, sayuran, dan lemak lima belas menit kemudian. Kadar gula darah mereka diukur sebelum makan, serta tiga puluh menit, enam puluh, dan seratus dua puluh menit setelah makan.

Seminggu kemudian, pola makan mereka diubah. Kali ini para partisipan diminta makan protein, sayuran, dan lemak dulu.

Karbohidrat baru dimakan lima belas menit kemudian.

Sekali lagi, kadar gula darah mereka juga diukur sama seperti pada percobaan pola makan pertama.

Ternyata pola makan kedua membuat kadar gula darah lebih rendah dan juga kadar insulinnya.

“Berdasarkan studi ini, mungkin dokter bisa mengubah ‘jangan makan itu’ menjadi ‘makan ini dulu sebelum itu’,” kata Aronne.

Penelitian ini akan ditindaklanjuti pada jumlah responden yang lebih besar.