close
Nuga News

Israel “Ngeri” Terhadap Presiden Iran Terpilih

Benyamin Nyetanahu, Perdana Menteri Israel, diingatkan oleh Mosaad, Badan Intelejen Negara Yahudi itu, Presiden terpilih Iran Ayatolah Rouhani jauh lebih mengerikan di banding Ahmedinejad dalam politik internasional.

Kengerian ini didasarkan pada tingkat kecerdasan sang presiden terpilih di samping akar ulamanya yang bisa mengantarkan Iran jauh lebih ekstrim ketika diperintah presiden terdahulu.

Mantan agen dinas intelijen mossad yang bertugas di Iran mengatakan, Presiden Iran yang baru terpilih jauh lebih berbahaya dibandingkan mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Agen itu mengaku lebih merindukan Ahmadinejad.

“Presiden Iran yang baru jauh lebih berbahaya dibandingkan Mahmoud Ahmadinejad. Ini dikarenakan latar belakang politiknya yang dinilai lebih moderat,” ujar mantan agen Mossad Eliezer Tzafrir, seperti dikutip Arutz Sheva, Senin..

Bagi Tzafrir, Pemilu Iran yang memilih Hassan Rouhani sebagai Presiden Iran dianggap tidak lebih sebagai upaya Negeri Paramullah untuk menipu barat.

“Mereka mengundur waktu sebagai bagian dari upaya Iran untuk menipu seluruh dunia. Dengan cara itu, mereka bisa mengulur waktu untuk melanjutkan program nuklirnya,” lanjutnya.

Tzafrir menjelaskan, terpilihnya Rouhani sudah menyebarkan efek dari berbagai lapisan negara yang menilai perlunya berdialog dengan pengganti Ahmadinejad itu. Dunia menurut Tzafrir telah tertipu melihat Rouhani sebagai sosok yang terpilih secara demokratis.

“Demokrasi di Iran adalah tipuan karena kandidatnya dipilih oleh Ayatullah Khamenei. Sementara kandidat yang tidak disukai Khamenei tidak akan pernah berhasil mencalonkan diri (sebagai Presiden Iran),” tuduh Tzafrir.

“Kami akan merindukan era Ahmadinejad karena mempermudah mengerti siapa musuh sebenarnya. Dia, Ahmadinejad berbicara seperti Hitler dan dunia mengenalnya,” tegasnya

Selain itu Rohani dikenal sebagai sosok multitalenta, mulai dari orator, perunding ulung, peneliti, intelektual, politisi, administrator, dan bahkan figur militer.

Rohani juga adalah satu-satunya ulama di antara enam kandidat presiden Iran. Dia sesungguhnya adalah anggota Jamaah al-Ulama al-Munadzilin (Rouhaniat) yang beraliran konservatif, tetapi ia dikenal memiliki pemikiran moderat, sehingga mendapat dukungan luas dari kubu reformis.

Dalam pemilihan presiden kali ini, Rohani merupakan simbol moderat, bijaksana, dan harapan di antara kandidat presiden lainnya.

Siapa pun yang memberi perhatian terhadap isu program nuklir Iran, tidak akan melupakan peran besar Hassan Rohani ketika menjadi anggota Dewan Keamanan Nasional Iran.

Ia menjabat sebagai Sekretaris Dewan Keamanan Nasional selama 16 tahun (1989-2005). Pada saat itu, ia berperan penting dalam perundingan dengan Barat soal isu program nuklir.

Rohani dikenal memiliki kebijakan luar negeri yang jelas dan luwes terkait berbagai isu strategis Iran, termasuk program nuklirnya.

Rohani saat itu berhasil menghindarkan program nuklir Iran dari forum pembahasan di Dewan Keamanan PBB melalui cara mencapai kesepakatan tertentu dengan Barat.

Lawan-lawan politiknya saat itu mengkritik keras Rohani karena dinilai tunduk pada kemauan Barat. Ia saat itu menjawab dengan mengatakan, isu program nuklir Iran harus tetap memperhatikan kepentingan nasional Iran.

Rohani juga tercatat memiliki prestasi menghindarkan Iran terjerumus dalam perang, ketika berhasil mencapai kesepakatan dengan troika Eropa (Perancis, Inggris, dan Jerman) untuk membekukan proses pengayaan uranium pada tahun 2005. Kesepakatan tersebut dikenal dengan Kesepakatan Saadabad.

Ia selalu berkata tidak ingin berkonfrontasi dengan masyarakat internasional. Rohani cenderung memprioritaskan berbagai tantangan dalam negeri dan mengutamakan kepentingan nasional serta penyelamatan ekonomi nasional.

Hassan Rohani lahir pada 12 November 1948 di kota kecil Shorkeh di Provinsi Semnan, sekitar 120 kilometer arah timur kota Teheran. Presiden Ahmadinejad juga dilahirkan di provinsi tersebut.

Rohani meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Teheran dan mendapat gelar Ijtihad di bidang ilmu keislaman dari Al Houzah Ilmiah di kota Qom. Ia kemudian mendapat gelar doktor di bidang hukum dari Glasgow Caledonian University, Skotlandia.