close
Nuga Tekno

Instagram Ogah Promosi Layanan Lain

Instagram tak dijadikan wadah untuk promosi layanan lain dan menolak hadirnya akun Telegram atau Snapchat lewat tautan biodata.

“Kemampuan tautan pada biodata Twitter tak dibuat untuk mempromosikan layanan lain,” kata sebuah sumber di Instagram, Senin, 07 Maret 2016.

“Jenis tautan selain berbau ‘add me’ masih diizinkan,” ia menambahkan.

Memang tidak secara spesifik Instagram menyebut pelarangan untuk Telegram dan Snapchat.

Namun setelah dicoba, cuma tautan ke dua layanan tersebut yang diblokir.

Sejauh ini, “tautan promosi” ke akun Twitter, LinkedIn, dan -tentu saja- Facebook, masih diperbolehkan.

Hal ini membikin Telegram gusar.

Layanan instant messaging tersebut merasa Facebook, yang notabene adalah “ibu” Instagram, memiliki sensitivitas khusus.

Sebab ini bukan pertama kalinya Telegram mendapat perlakuan tak mengenakkan dari layanan di bawah Facebook.

Tahun lalu, WhatsApp juga memblokir tautan ke Telegram.

Kicauan itu kemudian di-RT sang pendiri, Pavel Durov.

Tidak hanya Instagram. Aplikasi pesan instan WhatsApp juga memblokir tautan yang dikirim melalui percakapan, yang menuju aplikasi pesaingnya Telegram.

Semua tautan URL yang menuju Telegram, akan ditampilkan sebagai teks biasa, bukan sebagai hyperlink yang biasanya berwarna biru dan bila diklik akan membawa ke situs tertentu.

WhatsApp juga membuat tautan teks tersebut tidak bisa disalin.

Seperti ditulis “The Verge,” tool untuk memblokir tautan tertentu tersebut dimiliki oleh Facebook, perusahaan pemilik saham mayoritas WhatsApp.

Facebook pernah memakainya di enam tahun silam lalu untuk memblokir tautan menuju situs-situs yang berisi konten bajakan, namun langkah Facebook itu kemudian mendapat kritikan.

Walau demikian, belum diketahui secara pasti apakah pemblokiran itu berasal dari sistem WhatsApp yang tidak sempurna atau memang disengaja oleh WhatsApp.

Sumber di dalam Telegram mengatakan, “Biasanya jika sudah diangkat ke media, FB akan mengkambing-hitamkan sistem penyaringan mereka.”

“Kami berharap hal yang sama juga kali ini,” imbuh juru bicara Telegram yang tidak mau disebut namanya itu.

Baik Facebook maupun WhatsApp tidak bersedia memberikan tanggapan resminya terkait persoalan ini.

Dan langkah inilah yang dicontek Instagram.

Bahkan Instgaram sebagaja melakukan pembaruan dan itu memperlihatkan fitur yang sangat mirip.

Fitur tersebut berupa sebuah kumpulan kurasi konten yang terkait dengan momen tertentu.

Contohnya berupa foto-foto dan video singkat terkait perayaan halloween lalu.

Dari Recode, dikutip, fitur tersebut baru terlihat oleh pengguna Instagram di Amerika Serikat saja, meski tidak menutup kemungkinan untuk dirilis di negara lainnya.

Bentuknya berupa sebuah notifikasi yang muncul di bagian teratas linimasa Instagram ketika pengguna baru membuka aplikasi tersebut. “Watch Halloween’s Best Videos,” demikian tertulis di bagian notifikasi itu.

Jika pengguna menyentuh notifikasi, maka akan muncul sebuah deretan video yang dikurasi oleh tim internal Instagram.

Uniknya video-video tersebut tampil penuh, tanpa ada pembatas di tepi, dskripsi teks, atau hitungan love yang sudah didapat.

“Ini adalah cara baru untuk turut merasakan sebuah peristiwa besar yang terjadi, terutama melalui mata para anggota komunitas Instagram,” ujar juru bicara media berbagi foto tersebut.

Fitur seperti ini sebenarnya bukan ide eksklusif Instagram. Sebelumnya sudah ada fitur serupa yang diterapkan di Twitter serta Snapchat.

Di Twitter, bentuknya berupa sebuah tab Moment.

Layanan microblogging ini memperkenalkannya ke publik pada awal bulan lalu, kendati baru bisa dirasakan di negara tertentu saja dan belum sampai ke Indonesia.

Media sosial yang pertama kali menerapkan fitur seperti di atas adalah Snapchat. Aplikasi chatting tersebut menamainya Live Stories dengan isi berupa kurasi konten Snapchat yang terkait peristiwa offline.

Wajar saja bila ketiga media sosial tersebut bermain dengan sejumlah fitur yang mirip.

Ketiganya sama-sama punya masalah, yaitu soal menata berbagai variasi konten penggunanya agar bisa memberikan keuntungan baru.

Setidaknya dengan cara kurasi dan membungkus ulang event offline, mereka bisa mulai menawarkannya pada brand tertentu.