close
Nuga Tekno

Facebook Biang Kesehatan Mental?

Pengguna Facebook seperti ditulis laman situs “live science,” hari ini, Selasa, berdasarkan hasil penelitian  Holly Shakya dari University of California dan Nicholas Christakis dari University Yale,  cenderung jadi penyebab munculnya masalah kesehatan mental.

Penyebabnya datang dari aktifitas berbagi dan mengomentari tautan yang terdapat  di  akun.

“Penelitian membuktikan, ada kaitan antara kesehatan mental seseorang dengan aktivitas tersebut,” tulis “live science.”.

Kedua peneliti tersebut menganalisis data sekitar lima ribu dua ratus orang dengan usia empat puluh delapan  selama tiga periode.

Dalam penelitiannya, ilmuwan menilai kesehatan mental, fisik, dan kepuasan hidup partisipan.

Pun, peneliti diberi akses untuk mengamati penggunaan Facebook para responden.

Hasil yang dipublikasikan di the American Journal of Epidemiology, peneliti menemukan mereka yang kerap memberikan ‘like’ pada unggahan di Facebook memiliki kecenderungan masalah mental.

Selain itu, penelitian menunjukkan mereka yang kerap mengunggah status di Facebook juga memiliki masalah yang sama, bila dibandingkan dengan yang jarang mengunggah.

Keterkaitan ini ditemukan peneliti berkaitan dengan waktu. Penelitian menunjukkan orang dengan kondisi kesehatan buruk cenderung bermain Facebook dan berpeluang membuat kondisi semakin memburuk.

Bahkan, hasil penelitian menunjukkan orang dengan kondisi Indeks Massa Tubuh  atau IMT yang tinggi lebih cenderung menggunakan Facebook lebih sering, meski tidak ada kaitan  penggunaan Facebook berpengaruh pada IMT.

Penelitian ini dianggap sebagai salah satu pendukung hipotesis terkait hubungan antara media sosial dan kesehatan mental.

“Aktivitas media sosial dan komunikasi melalui jejaring sosial sebenarnya bermanfaat, namun terlalu banyak memungkinkan seseorang berada dalam masalah,” kata Thomas Valente

Valente sendiri adalah  profesor kedokteran preventif di Keck School of Medicine, University of Southern California.

Valente, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan ketertarikan seseorang terhadap media sosial dapat dipengaruhi banyak faktor, termasuk urusan personal.

Namun ia mengatakan ada banyak yang mesti dipelajari lebih lanjut untuk memahami dampak dari laman jejaring sosial baik secara khusus maupun umum.

Kebebasan berpendapat dan menggunakan media sosial bukan hanya memperkaya wawasan, namun di sisi lain juga bisa  memicu peningkatan  pelecehan dan ancaman.

Melansir AFP, hasil survei menemukan fakta bahwa hampir separuh pengguna internet di Amerika Serikat mengaku jadi korban pelecehan secara daring atau penghinaan mulai dari sekadar panggilan nama hingga kasus kuntit dan ancaman fisik.

Beberapa golongan yang menjadi korban sisi gelap internet ini kebanyakan wanita, berusia di bawah 30 tahun, serta mereka yang mengaku sebagai gay, lesbian, atau biseksual.

Golongan ini lebih rentan menjadi korban pelecehan dan intimidasi di internet sehingga lebih sering melakukan sensor diri seputar apa yang mereka akan unggah di media sosial dan dampak yang mungkin ditimbulkan.

Menurut hasil yang didapat Data and Society Research Institute dan Center for Innovative Public Health Research tersebut,  melaporkan pernah mengalami setidaknya satu bentuk hinaan atau pelecehan di dunia maya dari orang yang tidak mereka kenal.

Dan lebih dari sepertiga atau sebanyak 36 persen pernah mengalami pelecehan langsung, termasuk dipanggil dengan nama ejekan, diancam secara fisik atau dikuntit.

Tiga dari sepuluh responden mengatakan mereka pernah menjadi korban dari ‘invasi privasi’ seperti pencurian data atau foto sensitif yang diunggah atau diakses tanpa izin, atau menjadi sasaran pelacakan aktivitas daring.

“Studi ini menunjukkan bahwa tidak semua orang memiliki pengalaman yang sama di dunia maya. Jadi bila Anda tidak melihat atau merasakan secara personal banyak pelecehan, itu tidak berarti tidak ada kasus untuk orang lain,” kata peneliti utama, Amanda Lenhart.

“Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan atau ancaman pelecehan secara daring memberikan dampak pada keseluruhan elemen  komunikasi di dunia maya, bahkan di luar target pelecehan,” lanjutnya.

Hasil penelitian juga menunjukkan kebanyakan dari korban pelecehan daring ini telah melakukan serangkaian tindakan proteksi diri.

Para peneliti juga menemukan bahwa satu dari empat responden mengaku telah ditandai sebagai konten bermasalah atau terputus dari jaringan daring ataupun media sosial.

Banyaknya kasus penghinaan yang terjadi di media sosial membuat para pengembang jaringan sosial meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna. Baru-baru ini, Twitter mulai meluncurkan sebuah fitur yang memungkinkan pengguna ‘tak mengacuhkan’ komentar yang tidak diinginkan.