close
Nuga Sehat

Anda Tahu? Ada Penyakit Buta Wajah

Anda pasti tahu ada orang buta warna. Tapi, apakah Anda tahu ada orang yang mengalami kondisi buta wajah atau prosapagnosia?

Sebagai contoh, seorang wanita Inggris Kate Jones, melewati begitu saja suaminya yang mestinya menjemputnya di stasiun padahal dia tahu seharusnya sang suami sedang menjemputnya.

Tapi Jones tak bisa melihat wajah suaminya meski sudah berada di depannya.

Jones didiagnosis mengalami kebutaan wajah atau prosopagnosia. Dengan kondisi ini pengidap jadi kesulitan untuk mengenali wajah, betapapun akrabnya hubungan mereka.

Bahkan ciri fisik wajah anak kandungpun bisa terlewatkan.

Jones merasakan lagi ketika menonton pertunjukan balet putrinya. Dia tak bisa menunjukkan mana anaknya saat di panggung, di antara anak-anak yang sama penampilan busananya.

“Saya tahu yang mana anak saya, misalnya saat mereka keluar sekolah. Tapi itu karena mereka berlari ke arahku,” kata Jones yang bukan nama sebenarnya seperti dikutip Telegraph.

“Saat anakku di panggung aku tahu dia pakai baju apa. Tapi itu saja.”
Apakah kasus ini langka?

Sarah Bate, pemimpin penelitian di departemen kelainan pemrosesan wajah Bournemouth University, menyatakan tidak.

Menurutnya cukup banyak penelitian yang menyebut kondisi ini sebenarnya cukup sering terjadi.

Penelitian dalam sepuluh tahun terakhir menyebutkan setidaknya dua persen dari setiap populasi kemungkinan mengalamai prospagnosia — jumlahnya malah lebih banyak dari pengidap autisme.

Bate mengatakan saat penemuan kasus propagnosia semua harus sangat akurat.

“Ini adalah sejenis spektrum, orang mungkin akan mengenali wajah orang lain dalam beberapa situasi tertentu, sementara ada yang benar-benar mengalami kebutaan bahkan sampai tidak mengenali wajah mereka sendiri,” kata Bate.

“Orang dengan prosopagnosia bisa melihat segala sesuatu yang normal seperti mata, hidung dan mulut,” kata Bate menjelaskan. “Hanya saja mereka tak bisa membedakan perbedaan satu wajah dengan yang lainnya.”

Bate menggarisbawahi bahwa sebenarnya banyak juga orang yang mengalami hal ini. Misalnya saat seseorang harus membandingkan dua orang dari ras yang sama, ketika dia tak cukup mengenal ras tersebut.

Pada kondisi lain propagnosia disebut sebagai efek dari kerusakan bagian otak yang sebagian besar terjadi sejak dari lahir. Pengenalan terhadap wajah orang lain semestinya adalah salah satu keterampilan yang kita butuhkan. “Bayi seharusnya bisa mengenali wajah ibunya sejak mereka lahir,” kata Bate.

Di antara mereka yang terlahir tanpa bisa mengenali perbedaan wajah ada dua tipe.

“Beberapa orang memiliki masalah dengan cara mereka melihat wajah, mereka bisa melihat komponen wajah tapi tak bisa mengenalinya sebagai satu kesatuan.”

Sementara tipe lainnya adalah mereka yang bisa melihat wajah secara keseluruhan sebagai sesuatu yang normal, namun masalah muncul ketika mereka harus memproses apa yang mereka dapat dari proses melihat itu.

“Mereka bisa melihat komponen wajah, tapi tak bisa membedakan satu dengan lain orang.”

Apakah penyakit ini bisa di obatai?

Jawabannya tidak. Propagnosia tak bisa diobati. Namun mereka yang sudah diketahui mengidap kondisi ini bisa mengakalinya dengan strategi tertentu.

Misalnya mengingat gaya rambut atau pakaian orang. Hal ini dirasakan beberapa pengidap sebagai sesuatu yang agak sulit dilakukan.

“Kami pernah melihat seorang ibu yang salah menggendong anak yang diambilnya dari ruang bayi,” kata Bate.

“Perawat berusaha memperbaiki tapi hal itu sangat menyakitkan bagi si ibu.”

Dengan kesulitan ini tak jarang ada pengidap yang kemudian juga mengalami masalah kelainan kecemasan sosial. Hal terakhirlah yang membawa masalah dalam hidup mereka.

“Karena kurangnya pemahaman pengidap sering tak dilindungi sebagaimana pengidap disleksia kini lebih dilindungi,” kata Bate. “Anak-anak pengidap propagnosia sering dianggap aneh dan bahkan dianggap mengidap autisme.”

Hayley Sisher seorang perawat, pun demikian. Dia sempat mengira dirinya mengalami autisme sebelum akhirnya diketahui dia mengidap propagnosia.

“Saat masih sekolah saya dianggap aneh, tidak bisa mengenal siapapun. Sulit berteman, karena menurut saya semua sama saja. Biasanya yang jadi temanku adalah mereka yang memang paling khas, misalnya yang satu-satunya berambut merah. Saya sering disebut tidak sopan, tidak bisa konsentrasi, tak peduli pada orang karena sering memperkenalkan diri saya ke orang yang sama sampai dua kali,” kata Sisher.

Sisher sempat memeriksakan matanya ke ahli mata. Saat dia memperkenalkan diri lagi pada si ahli mata yang sebelumnya menemuinya di meja penerima tamu saat itulah si ahli mata menyebutnya mengalami propagnosia.

Pemahaman ini membuat hidup Sisher lebih tertolong, termasuk di tempat kerjanya dimana dia bekerja sebagai perawat.

“Saya selalu mengecek nama pasien saya tiga kali. Tapi ketika saya juga terbuka tentang kondisi saya mereka jadi tertarik. Mereka tak lagi menganggap aneh kalau bertemu dengan saya dan saya diam saja.
Bukan berarti saya bersikap kasar.”

Tetap saja Sisher masih sering merasa malu untuk menjalin jaringan kerja yang lebih luas.
Baik Sisher maupun Jones mereka sama-sama tak bisa menikmati televisi.
Karena sangat sulit untuk mengikuti alur cerita dengan karakter di layar yang semuanya terlihat sama.

Untuk menjalin asmara juga tak mudah.

“Karena Anda tak bisa melihat seseorang, dan berpikir bahwa ‘dia menarik’. Saya juga tak mudah menjalin pembicaraan dengan mereka karena saya terus-terusan berpikir bahwa saya belum pernah bertemu dengannya sebelumnya.