close
Nuga Travel

Turis “Kampung” di Tangkuban Perahu

Laporan Perjalanan Mohammad Fikri

Bandung usai disiram hujan lebat. Pagi itu, pertengahan pekan kedua Juni, dari sebuah penginapan kecil di Jalan Riau, kami, pendatang berkantong cepek, harus memilih satu dari puluhan tempat wisata di seputar Bandung untuk dikunjungi

Ada Ciater, Padalarang, Buah Batu atau pun Lembang plus Tangkuban Perahu. Kesepakatan yang muncul di udara yang lembut, dengan hujan pirang yang masih renyai di awal dhuha itu, mulanya berlangsung “keras” untuk kemudian sampai ke kata sepakat lewat musyawarah mufakat, memilih Tangkuban Perahu.

Saya sendiri, walau pun sudah beberapa kali ke Bandung, belum pernah menapakkan kaki ke Tangkuban Perahu. Pengetahuan saya terhadap destinasi wisata itu pun minim. Saya hanya tahu di sana ada kawah tanpa tahu persis kisah “odipus” yang diembel-embeli dengan legenda Sangkuriang yang klasik dan sangat terkenal itu.

Tangkuban Perahu memang sangat lengket di “mainsheet” masyarakat Bandung. Ketika kami menyewa mobil rental, plus sopir, dan mengutarakan tujuan utama dan pertama kami adalah Tangkuban Perahu, sang sopir langsung terpantik memorinya dengan menyalin secara utuh tentang Sangkuriang.

Sepanjang perjalanan, kami menempuhnya melewati Lembang, ia dengan santun terus ngoceh kisah Sangkuriang. Saya menangkap ada yang dilebih-lebihkan dalam ceritanya. Bagi saya tidak penting kisah Sangkuriang. Yang ingin saya salin dari destinasi itu adalah bagaimana mereka mengelolanya secara manajerial.

Tangkuban Perahu sendiri berjarak sekitar 20 km ke arah utara Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya. Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter dari permukaan laut dengan udara dingin.

Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur. Dan juga dibentuk oleh mineral yang dikeluarkan adalah

Saya juga tahu Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan, sehingga keasriannya terjaga sehingga uhu rata-rata hariannya adalah 17 oC pada siang hari dan 2 oC pada malam hari.

Dari cerita sopir yang kemudian kami tahu bernama Kusman, ini mengingatkan saya pada Aom Kusman, secara acak mengisahkan asal-usul Gunung Tangkuban Parahu dengan menempatkan Sangkuriang pada sumbu ceritanya.

Ketika saya gugat kebenaran kisahnya Kusman tersentak dan ngotot mengatakan seluruh kejadiannya benar-benar terjadi. Saya tak ingin mengecewakannya ketika sang sopir masuk dalam inti kisah tentang Dayang Sumbi.

Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Di antara tanda aktivitas gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunungnya, di antaranya adalah di kasawan Ciater.

Keberadaan gunung ini serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga besar yang kini merupakan kawasan Bandung.

Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709 m di atas permukaan laut merupakan sisa dari danau besar yang terbentuk dari pembendungan Ci Tarum oleh letusan gunung api purba yang dikenal sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif.

Untuk mencapai Tangkuban Perahu, sangat mudah. Bisa pake mobil, sepeda motor atau angkutan umum. Wilayah wisata Tangkuban Perahu posisinya ada diutara kota Bandung, tepatnya di Cikole Lembang.

Untuk pergi ke sana, dari Bandung kita mengadakan perjalanan sekitar 7 km ke arah Lembang, sebuah kota susu nan dingin. Seterunya mengambil jalur ke utara atau arah Subang sekitar 7 km lagi, nah pas di Cikole, atau titik puncak pass antara perbatasan Bandung – Subang ada arah ke kekiri menuju Tangkuban Perahu.

Disitu ada papan penunjuk arah yang jelas menunjukkan arah Tangkuban Perahu.
Dari titik pertigaan ini, kita akan melalui jalan mendaki dan berkelok sekitar 3-4 km menuju arah puncak dengan memasuki hutan pinus dan perdu. Sepanjang jalan seringkali kita ditemani kabut tipis nan dingin, apalagi di musim hujan, menambah suasana romantis.

Setelah perjalanan mendaki, kita akan masuk kawasan kawan Tangkuban Perahu dimana kita disuguhi keelokan kawah yang melegenda itu. Kelokan kawan ini bisa kita saksikan dari tapak bukit yang sempit.

Hari kami datang, banyak pengunjung. Sehingga terasa sumpek. Apalagi sepanjang berada di sana kami diganggu oleh penjaja souvenir yang terus menerus memaksakan dagangannya untuk dibeli pengunjung. Sungguh tidak nyaman.

Bagi saya, yang datang dari negeri berpantai yang indahnya tak terpermanai, Tangkuban Perahu tak mendatangkan rasa kagum berlebihan. Saya berjalan dan mengambil foto di gigiran kawah yang danl sesekali menikmati bau belerang yang tertiup angin.

Memang di tubir kawan, jika perjalanan kita teruskan, ditemui sederetan warung oleh-oleh dan makanan khas. Saya tidak tergoda dengan makanan bala-bala hangat atau mie rebus Jika masih kuat, perjalanan bisa dilanjutkan ke atas dimana kita bisa menikmati desisan kawah dan air panas. Tapi kalau sudah sore biasanya kawasan ini ditutup.

Saya mencoba keliling kawah, lumayan juga perlu waktu satu jam dengan melewati hutan perdu. Ya asyik nggak asyik membuat badan keringatan. Bugar juga..
Saya tak sempat menikmati hijaunya pohon teh, yang kata seorang pemandu, bisa dilakukan sembari ngopi di warung bersama keluarga.

Tags : slide