close
Nuga Sehat

Berlarilah “Mengejar” Sehat

Berlarilah. Perbanyak langkah. Seribu, dua ribu, tiga ribu….bahkan sepuluh ribu. Itu yang ditulis oleh situs “huffingtonpost” dalam edisi terbarunya tentang lari sebagai pilihan ringan olahraga sehat.

Ada banyak alasan mengapa olahraga lari kini sangat populer; antara lain karena murah dan bisa dilakukan di mana saja, meningkatkan energi, efektif menurunkan berat badan, sampai karena alasan ikut-ikutan.

Berlari memang bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung, meningkatkan mood, dan tentu saja membakar lemak lebih banyak.

Walau beberapa penelitian menunjukkan berjalan kaki punya manfaat yang hampir mirip dengan berlari, tetapi dalam hal penurunan berat badan lari lebih efektif.

Saat berlari, energi tubuh yang dipakai dua setengah kali lebih banyak dibandingkan berjalan. Hal tersebut berlaku baik saat kita berlari di luar ruangan atau pun di treadmill.

Yang menarik, riset lain menunjukkan meski pelari atau pejalan kaki mengeluarkan jumlah energi yang sama ini berarti pejalan kaki berjalan lebih jauh dan waktu yang lebih banyak tetap saja pelari turun berat badan lebih banyak.

Perbedaan tersebut terjadi karena para pelari dalam penelitian itu pada awalnya memang sudah bertubuh lebih ramping. Tetapi sebenarnya berlari juga memengaruhi hormon-hormon yang mengatur rasa lapar. Dengan kata lain, jika rutin berlari, nafsu makan kita juga jadi lebih terkontrol.

Di balik manfaat pelangsingan yang didapat dari berlari, ternyata berjalan kaki secara umum lebih menyehatkan.

Penelitian berdasarkan data dari National Runners Health Study dan National Walkers Health Study menemukan, orang yang rutin berjalan kaki lebih sehat. Indikatornya adalah kadar tekanan darah, kolesterol, diabetes, serta kesehatan kardiovaskular.

Walau olahraga lari tampaknya tepat untuk menurunkan berat badan dengan cepat, tetapi perlu diingat bahwa berlari bukanlah olahraga untuk setiap orang. Orang yang kegemukan tidak disarankan untuk berlari.

Risiko cidera pada saat berlari juga tinggi, karena itu sebaiknya Anda selalu mendengarkan isyarat tubuh jika merasa tak mampu lagi berlari. Terakhir, jangan lupa melakukan pemanasan dan pendinginan.

Meski banyak manfaatnya, lari termasuk ke dalam olahraga berat dan tidak semua orang aman melakukannya. Namun menurut studi baru, lari maraton merupakan cara yang baik bagi pria paruh baya untuk menekan risiko permasalahan jantung mereka.

Para peneliti menemukan, lari dapat mengurangi risiko penyakit jantung Lebih dari setengaha pria memiliki paling tidak satu risiko penyakit jantung seperti kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, atau riwayat keluarga dengan penyakit jantung.

Program latihan meliputi lari berkelompok, latihan ketahanan, kiat olahraga, dan latihan secara umum. Secara keseluruhan, masing-masing pria berlari aekitar delapan belas kilometer setiap minggunya, tergantung tingkatan latihannya.

Setelah mengikuti program latihan tersebut, peserta mengalami penurunan lima persen kolesterol jahat, empat persen penurunan kolesterol total, 15 persen penurunan trigliserida, dan satu persen penurunan indeks massa tubuh, yang merupakan perkiraan kadar lemak tubuh berdasarkan berat badan dan tinggi badan.

Konsumsi oksigen puncak, yang merupakan pengukuran kesehatan paru pun menurun empat persen.
Hasil studi tersebut dijadwalkan untuk dipresentasikan minggu ini dalam pertemuan tahunan American College of Cardiology di Washington.

“Peserta yang dipilih bukanlah pelari profesional sehingga kami ingin tahu perubahan apa yang akan terjadi pada mereka setelah mengikuti program latihan maraton. Mereka ternyata menjadi populasi yang lebih sehat daripada yang diharapkan sebelumnya,” ujar ketua studi Jodi Zilinski dari Massachusetts General Hospital.

Secara keseluruhan, kata dia, peserta ada perbaikan pada ukuran, bentuk, struktur, dan fungsi jantung setelah mengikuti latihan lari maraton. Maka menurut dia, lari maraton bisa menjadi salah satu jenis latihan rutin untuk memperbaiki kesehatan jantung.

“Meskipun begitu, sebelum mulai latihan lari maraton, orang perlu berkonsultasi dulu ke dokter untuk mengetahui apakah mereka aman melakukannya atau tidak,” pungkas Zilinski.

sumber, huffingtonpost, daily mail dan healthday