close
Nuga News

Pak Amin!! Selamat “Wobaksot”

Dalam hitungan pekan mendatang teman saya Aminullah Usman akan wobaksot.

Wobaksot karena waktunya untuk pulang.

Sebagai teman saya harus menyapanya.

“Adios”

Selamat pulang.

Ia benar-benar teman. Teman dalam artian tak pernah bersilang kata.

Teman benaran sebelum dia jadi pejabat. Sebelum emblem berwarna kuning dengan tatahan kepala burung garuda tersemat didadanya.

Lantas?.

Setelah jadi pejabat saya menjauh dengannya. Untuk menjaga jarak. Jarak yang tertata. Jarak untuk tidak jutek mencampuri urusannya. Urusan seorang pejabat yang sibuk.

Sebagai teman kami tetap saling sapa kalau jumpa. Saling hahaha… Tapi tidak ha..ha..di keude kupi saring. Sebab ha..haa Pak Amin di keude kupi saring milik Sandiago Uno. Untuk travel kuliner.

Kalau saya nggak perlu. Agar tak kena jipratan ghibah kupi saring. Ghibah kupi saring warnanya hitam. Ghibah itu kan hitam. Dosa, Kan dosa itu identik dengan hitam. Dosa untuk pengghibah. Saya tak mau itu karena ingin memutihkan jalan pikiran.

Aminullah Usman yang wobaksot di awal tulisan ini adalah Walikota Banda Aceh.

Banyak orang menyapanya Pak Amin. Termasuk saya. Sebagai ketakziman persahabatan.

Pak Amin pekan-pekan mendatang akan menghabiskan periode pertama masa jabatannya. Yang kalau bahasa jalanan indatu “wobaksot.”  Kembali ke  asal. Ke pangkai.

Kembali nggak pakai emblem garuda. Emblem yang mencuatkannya dirinya ditengah kerumunan.  Ia akan kembali kekhitah hidupnya.

Khitah hidup yang saya belum tahu apakah ia masih disapa takzim atau masih mencuat ditengah kerumunan atau….

Entah.. Anda sendirilah yang paling tahu. Nanti. Kalau saya tak tahu kalau nggak diberitahu.

Ketika wobaksot nanti, periode pertama, lima tahunan Pak Amin sebagai walikota Banda Aceh selesai.

Periode yang berisi puja pujo dan sengkarut kecewa menyertai perjalanan lima tahun kepemimpiannya.

Kalau saya ditanya tentang puja pujo dan sengkarut kecewa selalu menjawab dengan kalimat tasauf:  pahamilah jalan pikiran orang yang setuju dan tidak setuju dengan kita.

Pras!!

Selesai.

Selesai juga kalau ditanya apakah Pak Amin akan maju lagi untuk jabatan periode kedua?

Jawabannya pendek: Nggak tahu

Sebab saya nggak tahu apakah dia tergoda dan berminat untuk lanjut ke periode kedua. Periode yang diperbolehkan aturan main perundang-undangan.

Kesempatan kan ada. Peluang ada. Dan ………juga ada. Cuma saja, apakah kemauannya dan dukungan suara juga ada?

Entahlah!

Yang ini pun saya juga nggak tahu. Jawabnya kan hanya ada dengan Pak Amin. Mungkin juga, yang tahu, orang disekitar Pak Amin,

Soalnya jabatan itu kan godaan. Godaan orang dan banyak orang. Godaan macam-macamlah. Yang Anda sendiri sudah tahu jawabannya tapi cuma mendeham sembari mengulum senyum tanpa mau berterus terang.

Bagi saya tak soal apakah Pak Amin tergoda untuk maju lagi diperiode kedua atau mencukupkan satu periode saja.

Tapi dari seorang teman saya dibisiki: mungkin Pak Amin maju lagi.

Bisik ini saya jawab dengan suara datar. Terserah. Itu kan haknya. Hak Pak Amin.

Namun begitu, sebagai jurnalis, saya juga punya hak. Hak menulis yang benar. Bukan menulis yang salah. Seperti membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.

Itu namanya celaka. Celaka dari media yang saya baca tentang Pak Amin menjelang wobaksot. Yang hanya berisi pujian dan cacian melulu.

Yang benar dari Pak Amin selama menjabat walikota adalah membikin benderang kota Banda Aceh. Benderang lampu jalanan berjenis led strip

Benderang yang kemudiannya ia tabalkan sebagai “kota cemerlang” untuk mengganti  julukan  kota “Serambi Mekkah.” Saya tak mengerti alasan penggantian nama ini. Nama yang berbau “pop now.” Nama gaya katagori lifestyle lonely

Benderang yang bisa dinikmati warga Banda Aceh menjelang malam. Sejak dari kawasan Simpang Lima, jembatan pante Pirak, kawasan pendopo, Blang Padang, Ulee Lheuleu, hingga Jambo Manyang serta Pango diperbatasan kota. Dan entah dimana lagi.

Saya tak tahu apakah benderang dan kota cemerlang ini akan bisa bertahan usai kedip anggaran pemerintah kota mulai tekor. Yang juga berakibat tekor pujo untuk Pak Amin yang sudah wobaksot nantinya.

Selain itu Pak Amin juga banyak benarnya dengan membenahi kawasan Penayong. Kawasan pecinaan yang ingin disulapnya menjadi riverwalk dan pusat kuliner.

Saya setuju dengan ide riverwalk dan pusat kuliner di kawasan ini karena ada jejak sejarahnya yang menjadi ide itu. Saya menamakannya dengan kreatif.

Kreatif untuk merubuhkan bangunan pasar ikan mengatapi jalan kawasan smep dan memagari kawasan pasar gang mabok. Dan ada juga kreatif proyeknya lewat proses tender banyak bangunan dengan menghisap duit apebede,

Proses tender yang banyak disentil bermuatan fee. Fee proyek. Anda tahulah jalan berliku yang melahirkan fee.

Duit apebede diproyekkan. Yang menyebabkan tunjangan khusus atau sering diakronimkan dengan tece aparat sipil di lingkunan pemko sengkarut. Tak terbayarkan hingga lima bulan yang menjadi utang yang harus menjadi beban kerja pejabat penggantinya.

Tidak hanya itu, kreatif Pak Amin terhadap kota cemerlang juga meninggalkan utang hingga ratusan milyar rupiah di pemko.  Angka pasnya seratus lima puluh delapan milyar rupiah.

Yang mengakibat dibentuknya panitia khusus di de-pe-er kota dengan rekomendasi : stop tender proyek.

Saya tak mengerti bagaimana terjadinya utang disebuah pemerintahan. Bagaimana pembayarannya. Apa jaminan utangnya. Kalau Anda mau jelasnya tanya saja ke anggota panitia khusus de-pe-er kota.

Atau tanya ke Pak Amin sendiri. Kan beliau itu ahli menghitung hutang ketika jadi sesuatu di Bank Aceh.

Utang ini pun  saya baca disebuah media online.

Mengenai ini stop proyek ini sempat saya tanya ke seorang anggota dewan kota. Orangnya fair play. Tapi Jawabannya muter-muter yang menyebabkan perut saya mules dan ingin ke kamar…. saking nggak ngertinya.

Jawaban tentang hentikan tender, bayar insentif pegawai, tunjangan dan entah apalagi namanya.

Kok Pak Amin sendiri yang disalahkan. Kemana dewan yang punya komisi anggaran.

Ah..malas cerita tender menender. Proyek memproyekkan…

Lebih baik cerita tentang Penayong yang jejak sejarahnya sebagai kawasan travel dan kuliner belum mengelupas. Banyak hotel, banyak kafe yang punya gedung bioskop Tumpang yang kemudian menyalin nama menjadi Merpati dan Rex yang tingal nostalgia,

Jangan pernah melupakan jejak sejarah sajian kopi si Agam dan si Alok bersaudara.

Yang kini diteruskan oleh anak cucunya. Sebelum Taufik Kupi dan Solong Kupi mewabah menjadi trademark dengan kupi saringnya hingga melintas batas Aceh.

Bahkan di era awal saya takziah ke Penayong masih ada restoran Tropicana di jalan A.Yani

Namun begitu, saya nggak setuju amat dengan langkah Amin menggusur pasar sayur dan pasar ikan Penayong ke pasar Mahirah di kawasan Lamdingin.

Nun di udik jalan Syah Kuala. Berbatasan dengan kawasan Lampulo.

Saya sengaja menulis dalam tiga kata untuk kasus ini. Tak setuju amat.

Karena Aminullah tak habis-habisan menyiapkan infrastruktur pasar di Mahirah. sarana dan prasarannya

Kesannya seperti penggusuran. Anda tahulah makna kata penggusuran.

Penggusuran model Aminullah. Bukan penggusuran model Ali Sadikin di Jakarta dulu.  Yang saya pernah meliputnya. Yang menyiapkan seluruh sarana dan prasaranan pendukung bagi mereka yang digusur.

Tapi yang digusur bandel. Ada protes. Ada demo.

Lain dengan gusuran Pasar Penayong. Berada di bawah level bandel. Lebih banyak pasrahnya. Ada juga reaksi dari pedagang ikan yang mencampakkan ikan busuk di kantor walikota sebagai protes.

Karena berebut lahan pembeli dengan penjual ikan di kawasan te-pe-i Lampulo.

Lainnya, ada umpatan. Umpatan dari nyak-nyak pedagang sayur. Yang jualannya membusuk dan modalnya terkuras. umpatan yang datang dari pedagang buah, Selebihnya wallahualam.

Bagi saya, jejak Penayong, usai digusur dan dipagar Pak Amin hingga kini masih benderang.

Benderang lewat pertemanan yang terpelihara dengan anak keturunan cina di sana. Ada si Jiwa pemilik hotel Medan, Ada si Acun, ada si buyong, si panjang dan entah siapa lainnya.

Banyakla…

Jejak ini dimulai ketika saya jadi anak gelandangan di  markas kappi. Di depan stadion Perbasi, yang  kini sudah raib. Kappi yang kesatuan aksi pelajar indonesia. Yang ikut mengoyak toko swalayan Pelangi milik si Anyi di masa ganyang g-30-s.

Kappi yang diketuai Dahlan Sulaiman bersama Sayed Mudhahar Ahmad dan Teuku Syarief Alamuddin. Dahlan pemilik koran “Berjuang.” bersama ketiga koleganya itu

“Berjuang” yang mengantarkan Sayed Mudhahar menjadi terdakwa usai berita headline “Tangan Besi Danramil  Sama Tiga Menyebabkan Seorang Penduduk Tewas.”

Sayed yang memilih karir sebagai pegawai Pertamina dan ditugaskan menjadi Humas di PT Arun untuk kemudiannya menjadi bupati di aceh ketelatan, Eheh,,,Aceh Selatan

Sedangkan Dahlan Sulaiman memilih karir pengusaha.

Pernah menjadi ketua Kadin. Yang disebuah hari pernah menghadiahkan stelan jas untuk saya.

Wobaksot Pak Amin memang tak elegan. Menyisakan banyak tanya. Tanya tentang proyek, tentang utang apebede, utang tunjangan khusus, insentif, gaji tenaga kesehatan.

Masih ada lagi, utang pelebaran jalan Lambeuk-Ulee Kareng. Yang kalau direntang akan panjang, Seperti raibnya rencana jalan Krueng Cut-Uleulheu,

Entahlah bagaimana Pak Amin menjawab tanya ini usai wobaksot. Saya tak tahu.

Mungkin akan di jawab banyak orang dengan wo bak  “soh”