close
Nuga News

Ikhwanul Bersumpah Tumpas Militer Mesir

Kelompok Ikhwanul Muslim bersumpah untuk “menumpas” tentara dengan tetap melakukan protes damai, meskipun ribuan dari rekan mereka tewas akibat “pembersihan” yang dilakukan oleh militera secara “biadab.” Ikhwanul bersumpah untuk melengserkan militer yang menjadi “dalang” kudeta.

Selama ini, Ikhwanul Muslim yakin lengsernya mantan Presiden Mohammad Morsi pada 3 Juli merupakan tindakan kudeta yang dilakukan oleh militer. Untuk itu Ikhwanul terus melakukan protes menuntut agar Morsi dikembalikan sebagai Presiden Mesir, karena dirinya merupakan presiden pertama yang terpilih secara demokratis.

“Kami akan terus melakuan dengan protes damai dan anti-kekerasan. Kami akan tetap kuat dan berusaha untuk memenuhi tujuan,” ujar Juru Bicara Ikhwanul Muslimin Gehad El-Haddad, dalam akun twitternya yang dikutip Associated Press.

“Kami akan tetap melawan hingga melengserkan kudeta militer ini,” tegasnya.

Menyusul operasi yang dilakukan oleh tentara Mesir dengan membunuh pendemo damai di wilayah yang menjadi lokasi protes di Rabaa Al-Adawiya, kondisi di tempat itu berangsur terkendali. Lalu-lintas dilaporkan kembali normal di wilayah Utara Kairo.

Jumlah korban tewas dalam kerusuhan Mesir tembus angka melebihi 2.600 jiwa. Dalam laporan terakhir versi pemerintah total warga yang tewas akibat bentrokan berdarah yang terjadi pada 14 Agustus 2013 itu mencapai 525 jiwa.

Menurut Kementerian Kesehatan Mesir, jumlah korban tewas telah mencapai 525 jiwa. Namun, jumlah berbeda justru dikeluarkan oleh kelompok Ikhwanul Muslimin. Demikian diberitakan Reuters..

Kelompok yang menentang pemerintahan bentukan militer itu menyatakan jumlah korban tewas mencapai sekira 2.600 jiwa. Sebagian besar dari korban adalah pendukung Ikhwanul Muslimin dan pendukung mantan Presiden Mohammad Morsi, yang dilengserkan oleh militer pada 3 Juli.

Kerusuhan pecah setelah pemerintah secara paksa mengusir pendukung Mohamed Morsi dari kelompok Ikhwanul Muslimin yang melakukan aksi protes. Aparat melemparkan gas air mata dan menembakkan peluru di basis-basis demonstran.

Aksi represif Pemerintah Mesir mendapat kecaman dari banyak pihak. Wakil Presiden Mesir Mohammad el Baradei mengundurkan diri karena tidak setuju dengan pertumpahan darah. Para pemimpin negara juga mengucapkan keprihatinan atas jatuhnya banyak korban.

Tiga orang wartawan dilaporkan tewas dalam insiden ini. Dua di antaranya, Michael Deane dan Habiba Ahmad Abd Elaziz, tewas setelah menerima peluru dari penembak jitu. Deane adalah kamerawan untuk stasiun televisi Sky News, sedangkan Elaziz merupakan wartawan untuk harian Gulf.

Wartawan dari suratkabar Al Akhbar, Ahmed Babel Gawad, dilaporkan juga tewas saat meliput kerusuhan. Namun, belum diketahui apa penyebab kematian Gawad.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama, pada Jumat WIB pagi, akhirnya buka suara soal insiden berdarah di Mesir. Lewat pidatonya di sela-sela liburannya di Massachussets, Presiden Obama mengecam keras penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Obama juga meminta pemerintah Mesir untuk mencabut keadaan darurat dan tetap mengizinkan unjuk rasa damai. Tapi AS menerapkan standard ganda dengan tidak akan membekukan bantuan militer ke Mesir yang bernilai 1,3 miliar dolar per tahunnya.

Obama menambahkan, pemerintah AS sudah mengabarkan kepada pemerintah Mesir soal pembatalan latihan militer bersama “Bright Star” yang rutin digelar dua tahun sekali sejak 1981.

Sejauh ini, pemerintahan Obama belum menyebut peristiwa tergulingnya Muhammad Mursi sebagai sebuah kudeta militer.

Sebab, jika AS menyebut militer Mesir telah menggulingkan seorang pemimpin yang terpilih secara demokratis maka sebagai konsekuensi AS harus menghentikan semua bantuan untuk Mesir.