close
Nuga Life

Wajah Anak Secara Gen Mirip Ayahnya

Mirip siapa?

Mirip ayahnya ya?

Dan dilain kesempatan, jawabannya bisa berbeda. Ah, nggak mirip ayahnya. Mirip ibunya.

Begitu selalu pertanyaan berbentuk sapa akrab yang diberikan oleh seorang teman, saudara atau siapa pun terhadap sebuah keluarga terhadap “face” anak.

Mirip atau tidak mirip, yang jelas setiap anak selalu dibekali “warisan” genetik dari ayah dan ibu.

Sperma yang bertemu dengan sel terlur itu sudah membawa materi gennya masing-masing. Jadi, mau tak mau, anak memang tak bisa memilih apa yang sudah “diwariskan” dari orang tuanya.

Baik warisan materi gen yang muncul sebagai ciri-ciri fisik tertentu seperti warna bola mata, perawakan dan lainnya. Maupun yang tak terlihat seperti penyakit, golongan darah dan lainnya.

Sesungguhnya, jumlah materi gen yang Anda dan pasangan turunkan ke anak tetap sama. Setengah dari ayah dan setengah lagi dari ibu.

Sebab, secara mutlak ayah dan ibu memang masing-masing menyumbang lima puluh persen materi gen pada kromosom anak.

Kemiripan biasanya dipengaruhi gen orang tua.

Bukankah suatu kehidupan dimulai ketika dua sel, yaitu sel sperma dan sel telur bergabung menjadi sebuah sel baru?

“Seorang bapak dapat menyediakan tiga ratus juta sel sperma. Masing-masing sperma berisi gen-gen pengendali keturunan. Nah, gen-gen inilah yang nantinya akan menurunkan ciri-ciri sang bapak pada bayinya.

” Begitu juga sel telur ibu, yang mengandung sekitar tiga puluh ribu gen ini, akan menurunkan “sesuatu” pada anaknya.

Ya. Walau wajah si kecil mungkin lebih banyak kemiripan dengan ibunya, tetapi sebenarnya secara genetik seorang anak sebenarnya lebih mirip dengan ayahnya.

Jawaban tergadap “misteri” kemiripan ini diungkapkan berdasarkan studi yang dilakukan tim dari University of North Carolina’s School of Medicine yang dipublikasikan di jurnal “Nature Genetics.”

Secara khusus, penelitian menunjukkan bahwa meski kita mewarisi jumlah yang sama dari mutasi genetik dari orangtua, kita benar-benar “menggunakan” lebih dari DNA yang diwarisi dari pihak ayah.

Tim peneliti yang dipimpin oleh profesor genetik dan penulis senior Fernando Pardo-Manuel de Villena menguji mutasi genetik tikus persilangan khusus untuk melihat mutasi mana yang memengaruhi ekspresi.

“Dari delapan puluh persen yang diuji, beberapa ratus gen menunjukkan ketidakseimbangan genom ekspresi mendukung ayah,” kata penulis pertama, James Crowley.

“Ketidakseimbangan ini menghasilkan keturunan yang ekspresi gen otaknya secara signifikan lebih seperti ayah mereka.”

Penulis percaya bahwa bias yang serupa juga ditemukan pada subyek manusia. “Hasilnya merupakan temuan penelitian luar biasa, yang bisa membuka pintu menuju area baru yang menggali tentang genetik manusia,” ujar Pardo-Manuel de Villena.