close
Nuga Life

Pilih, Seks Spontan atau Terjadwal

Anda memilih hubungan seks secara spontan atau terjadwal?

Kalau Anda pernah menjalaninya keduanya, mana yang paling efektif.

Ya, menjaga hubungan suami dan istri memang bukan kerjaan yang mudah. Ini dikaibatkan oleh aktivitas dan kesibukan yang membuat suami istri berjarak dan hubungan tak lagi hangat.

Banyak suami istri yang sama-sama bekerja memilih mengagendakan kegiatan bercinta secara rutin.
Ada yang seminggu tiga kali, ada yang lebih.

Namun, tak sedikit yang memilih melakukannya dengan spontan.

Sebenarnya, dalam pernikahan, mana sih yang lebih baik, seks terjadwal yang teratur atau seks spontan?

Menurut psikolog berlinsensi, Claire Nicogossian, Psy D., frekuensi bercinta terjadwal atau spontan, tidak ada keunggulan yang spesifik dan berhubungan dengan perasaan antara Anda dan suami.

Sebab, keduanya sama baiknya, seks terjadwal ataupun tidak terjadwal. Pada akhirnya, Anda dan suami pun melakukan hubungan seksual.

“Jadwal dan menempatkan kegiatan bercinta serta intimasi menjadi prioritas adalah ciri-ciri dari hubungan suami istri yang sehat,” ujar Nicoggssian.

Para istri yang khawatir mengenai seks terjadwal bisa menciptakan rasa bosan pada suami dan menurunkan gairah, merupakan kegelisahan yang normal.

“Jika Anda menjadwalkan seks, berarti Anda memperhatikan dan peduli pada sisi emosional diri sendiri serta suami. Rasa peduli itu mencakup fisik dan hubungan. Itu adalah hal yang seksi,” urainya.

Namun, Nicogssian menyarankan, tak ada salahnya sesekali menghadirkan “bumbu penyedap” saat bercinta dengan spontanitas serta teknik bercinta lebih bervariatif.

Hal yang demikian, kata Nicogssian, akan membuat suami Anda menjadi lebih bergairah dan selalu tak sabar menunggu waktu berdua saja dengan Anda.

Ketika baru menikah, seks memang salah satu hal yang paling diinginkan dan sering dilakukan secara spontan

Namun, setelah waktu berjalan hubungan suami – istri mulai menghadapi berbagai gangguan, yang akhirnya berdampak pada kehidupan seks.

Menurunnya frekuensi hubungan intim, atau berkurangnya kualitas hubungan intim itu sendiri, kerap dialami pasangan.

“Ketika menikah, para pasangan ini cenderung kurang memiliki pengetahuan tentang seks, dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi pernikahan mereka kelak,” ungkap Kristina Dzara, dalam artikelnya yang berjudul Assessing the Effect of Marital Sexuality on Marital Disruption.

Saat melakukan penelitian tentang peran seks bagi pernikahan, Dzara menggunakan metode survei panel terhadap seribuan pasangan yang baru menikah di Louisiana, Amerika Serikat

Menurut Dzara, frekuensi seks pasangan tidak menjadi ukuran yang terlalu penting. Rata-rata para pasangan muda ini melakukan hubungan antara satu sampai beberapa kali seminggu, dan menurutnya frekuensi tidak terlalu penting asalkan berkualitas.

Bagi istri, kepuasan seks dan keintiman fisik akan menurunkan kemungkinan terjadinya perceraian.

Tetapi kualitas perkawinan, kepuasan seks, dan keintiman, ternyata memiliki efek dan pengaruh yang sama bagi para istri. Di lain pihak, bila kepuasan seks para suami terjamin, probabilitas perceraian juga menurun drastis.

“Pasangan dimana suami memiliki kepuasan seks dengan keintiman fisik yang tinggi, tingkat perceraiannya akan berkurang bila dibandingkan dengan suami dengan kepuasan kehidupan seksual yang rendah. Pasangan dengan kepuasan seks yang rendah mengalami kemungkinan gangguan pernikahan sekitar 83,7 persen,” ungkap Dzara.

Ketika menikah, tak jarang para pasangangan menetapkan kesepakatan untuk kehidupan seks mereka, misalnya berapa kali hubungan seks akan dilakukan dalam seminggu, kapan waktu yang tepat, sampai cara berhubungan yang nyaman bagi kedua belah pihak.

Agak mengejutkan, kesepakatan semacam ini ternyata tidak terlalu berpengaruh pada tingkat perceraian, karena hal ini dilakukan atas dasar kesepakatan bersama dari kedua belah pihak.

Kesimpulannya, seks memang penting bagi pernikahan yang sehat.

Bagi istri, kepuasan seks dan kepuasan perkawinan menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat perceraian.

Kepuasan yang tinggi terhadap seks dan dalam relasi dengan suami membuat para istri cenderung tak ingin bercerai.

Tetapi tidak demikian halnya dengan suami. Kepuasan seks bagi suami merupakan faktor penting, yang bisa mengurangi tingkat perceraian.

Dengan kata lain, kepuasan seks yang tinggi akan mengurangi keinginan pria untuk bercerai.