Anda tentu masih ingat nasi kapau Kramat Raya.
Nasi kapau yang yang sepelemparan dari tempat kerja saya dulu. Tempat kerja di sebuah media terkenal di zamannya. Bukan di zaman kini. Sebab media tempat saya kerja itu sedang mengapung di lautan digital.
Lautan yang juga mengapungkan media online yang namanya berjibun karena siapapun bisa membuatnya. Ramai-ramai maupun perorangan. Dan disana juga mengapung media yang bernama hoax yang dikendalikan oleh buzzer.
Nasi kapau Kramat Raya ini memang favourit kami. Entah untuk makan siang, makan malam, bahkan makan tengah malam. Makan tengah malam usai kami berkutat dengan deadline di lantai empat proyek senen.
Favourit untuk semua kami. Entah si boss besar atau si bos kecil. Entah di bernama Mas Gun, Mas Fikri. Mas Syu’bah atau teman sekelas Karni, Said Muchsin, Martin Aleida.
Entah siapa lagi. Bisa juga untuk seorang penulis kolom yang mengantarkan naskah atau mengetik naskah yang disebuah tahun menjadi pejabat tertinggi negeri ini.
Saya tak ingin menulis namanya. Biarlah Anda mencarinya sendiri. Mencari terkaan dari kolom majalah mingguan elegen berjargon: enak di baca dan perlu” itu.
Kapau inilah yang saya datangi di pagi Sabtu kemarin. Kapau yang sudah bernama keren. Food street kramat.
Kapau yang memukau usai saya di telepon oleh seorang teman pensiunan. Pensiunan karyawan. Bukan pensiunan jurnalis yang jadi profesinya tak pernah mati.
Lewat telepon kawan yang pernah menjadi redaktur pelaksana di media hebat itu kami terhubung dengan dua teman lainnya dengan janji ketemu di kapau Uni Upik.
Kapau Uni Upik yang belum berganti lauk gulai. Gulai tambusu dari usus sapi isi telur. Kapau gulai gajeboh dan bebek lado ijo. Kapau gulai tunjang dengan ayam pop serta dendeng batokok
Kapau Kramat Raya adalah kapaumya minang. Kapau Nagari Agam. Kapau sebuah kampuang dekat Bukit Tinggi
Kapau itu sendiri adalah nasi rames. Rames khas nagarai kapau, dari tilatang kamang Dan kapau tilatang selalu dilengkapi gulai nangka.
Sebelum saya melanjutkan tulisan lebih panjang Anda perlu mendapat pencerahan tentang nasi kapau yang minang dengan nasi padang yang juga pekat minangnya.
Walau sama-sama dari minang ada sejumlah perbedaan nasi kapau dengan nasi padang. Nasi kapau hanya dijual orang Kapau. Orang Kapau dari nagari atau desa di kabupaten Agam.
Sedangkan nasi padang bisa dijual orang pariaman, kampung si Karni Ilyas. Orang Batu Sangkar atau nagari manapun yang bermerk minang.
Bahkan banyak dari mereka yang bukan batombo minang mencantumkan merek nasi padang sebagai jualannya.
Ini tak beda dengan rumah makan Medan Baru di Krekot, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Bermerek Medan, rumah makan terkenal dengan menu hebatnya kepala kakap itu ternyata kepunyaan seorang Aceh asal Ulee Kareng. Lauk kepala ikannya diberi label promosi : asli dari laut Aceh.
Entahlah..
Entah juga ketika kami kumpul di kramat di ujung pekan lalu itu cara menampilkan menu masakan kapu belum lagi berubah.. Kapau yang memajang lauknya di atas meja, sementara nasi Padang, meletakan masakannya di etalatase.
Perbedaan paling mencolok dari nasi kapau dan nasi padang adalah tersedianya gulai kapau atau tidak.
Gulai berbahan dasar kol, nangka, dan kacang panjang dengan kuah berwarna kuning dengan rasa sedikit asam.
Gulai kapau disantap bersama satu lauk, entah itu olahan ikan, ayam, daging, atau hidangan khas kapau, rendang ayam.
Yang spesial lagi beras yang digunakan untuk nasi kapau didatangkan langsung dari solok. Beras solok
Kapau Kramat yang kami tuju adalah kapaunya Uni Upik.
Menu andalan yang ditawarkan di sini adalah gulai itiak cabe hijau dan gulai tambusu.
Gulai tambusu di sini memiliki ciri khas tersendiri. Usus sapi dengan telur dan tahu di dalamnya memiliki bumbu tambusu yang khas. Kedai Uni Upik ini buka setiap hari.
Di Kramat Raya bukan hanya menjadi milik Uni Upik. Ada juga kapau Ibu Kacamata yak tak kalah populernya meski gerobaknya agak tersembunyi.
Saya dibisikkan oleh kawan yang pensiunan redaktur pelaksana majalah mingguan itu, “menu kapau Ibu Kacamata itu adalah dendeng cabe ijo yang pedas.”
Saya menganggukkan kepala untuk respon taklimat sang kawan sembari jelalatan mengeja nama-nama pemilik kapau yang berjejer di food kramat street itu.
Ada Kapau Rajo Duo Satu, Kapau Alam Minang, Kapau Sabana Bana, Kapau Haji Nazir, Nasi Kapau Sabana Asli dan entah kapau kapau apalagi yang tal bisa saya lengketkan di pinggir otak
Kapau yang berada di sisi flyover itu
Eksistensi gerai nasi kapau di Jalan Kramat Raya sudah tercium oleh sejak tahun tujuhpuluhan dengan jumlah pedagang tidak sebanyak ketika saya datang dua hari lalu.
Yang hari-hari ini pedagang kapaunya sudah diarahkan menjadi sebuah komunitas wisata kuliner. Yang enam gerainya terletak di bawah flyover
Lantas,, gerai kapau mana yang paling enak?
Tak ada yang bisa menentukan.
“Beda peracik, tentu beda pula rasanya,” jawab teman saya yang lain. Teman yang ketegihan kapau bak tagihnya racikan tembakau ganja yang digulung dengan kertas sigaret ketika saya kanak-kanak dulu.
Racikan tembakau ganja yang belum menjadi delik hukum untuk mengulum asapnya.
Mayoritas gerai nasi kapau ini buka menjelang ashar.
Pembelinya hanya untuk pengunjung yang take away.
Gerai mulai ramai menjelang maghrib dan kemudian semakin menjadi-jadi ketika usai maghrib.
Godaan menyantap nasi kapau bisa berkali-kali lipat dibanding nasi padang.
Empat puluh lauk tersaji di depan mata. Penuh ginuk-ginuk lemak dan minyak yang menggantung di permukaan kuah santan
Ginuk-ginuk yang membasahi bebek cabe ijo, gulai tunjang, gulai kepala ikan, dan rajungan.
Begitu duduk di gerai nasi kapau, Anda pasti pusing dihadapkan dengan menu makanan yang begitu beragam.
Itiak lado mudo, ayam lado mudo, ayam gulai, ayam pop, rendang ayam, gulai ikan mas, ikan mas bakar, gulai kapala kakap, dendeng batokok, rendang daging dan rendang ati, gulai tunjang, sampai gulai gajebo dari punuk sapi “terhampar” di depan mata.
Belum lagi rajungan goreng yang tampak gurih dan renyah, tak lupa gulai otak dan telur ikan.
Salah satu racikan kapau legendaris adalah milik Hj. Zaidar. Nama gerainya Sabana Asli Nasi Kapau Hj. Zaidar, sudah disambangi para politisi ternama seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah, dan Anies Baswedan.
Ahmad Soleh, pegawai rumah makan di sini menuturkan Hj. Zaidar sudah berjualan di Senen sejak 1993. Meski sebelumnya beberapa kali pindah tempat seperti di Palmerah, Jakarta Barat.
Pilihan lauknya sangat beragam. “Sekitar lima puluh ada ya,” tutur Soleh ketika saya bisiki berepa hitungan lauknya.
Jejeran baskom berisi gulai tambusu, gulai jeroan, gulai telur bebek, itiak lado muda (bebek cabai hijau), ikan bilih goreng, dendeng batokok, rendang, paru goreng, hingga ayam pop.
“Kalau menu khas Kapau itu ada gulai tambusu,” sambung Soleh. Pria yang sudah bekerja sejak dua puluh tujuh tahun lalu ini menjelaskan gulai tambusu diracik dari tahu dan telur yang sudah dihaluskan kemudian dimasukkan dalam usus sapi yang sudah dibersihkan.
Menu khas lainnya adalah gulai Kapau yang tampilannya mirip gulai nangka di rumah makan Minang biasa. Gulai ini diracik dari kol, nangka, dan kacang panjang.
Hanya saja kuahnya sedikit lebih encer dengan rasa sedikit asam.
Gulai Kapau jadi pelengkap nasi sebelum pembeli memilih lauk utama.
Soleh juga mengungkap menu unik lain yaitu ikan bilih goreng, belut goreng, dan singkong balado. Semua bahan utama menu ini masih dibawa langsung dari negeri minang