close
Nuga Sehat

Wanita, Hati-hati Minuman Manis

Minuman manis tidak hanya memicu epidemi prosentase orang yang mengalami kegemukan, atau sering disebut dengan wabah Tapi juga bisa menyebarkan kanker. Begitu publikasi terbaru yang dimuat dalam situs “healthy day news” dalam edisi terbarunya, 24 November 2013.

Pengaruh minuman manis bahkan lebih besar dibanding faktor keturunan. Ini berarti minuman tersebut berbahaya bagi orang-orang dengan gen yang rentan kegemukan, sekaligus memicu dampaknya ke diabetes, jantung, ginjal dan mempercepat penyebaran kanker.

Untuk itu, mungkin, takut gemuk sering dijadikan alasan para wanita untuk tidak banyak-banyak minum soda dan minuman manis lainnya. Namun ternyata tidak hanya itu, sebuah studi baru mengungkap menghindari minuman tersebut juga dapat memperkecil risiko kanker endometrium atau selaput rahim di kemudian hari.

Studi tersebut menemukan, wanita berusia lanjut yang minum banyak soda dan minuman manis lainnya saat muda cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kanker endometrium.

Kanker yang dimaksud juga termasuk tumor di uterus yang menurut National Cancer Institute, sering terjadi pada wanita di usia 60 atau 70.

Dalam studi baru, para peneliti menganalisa data pada lebih dari 23.000 wanita menopause di Iowa yang diikuti dari tahun 1986 hingga 2010. Mereka menemukan, peserta yang minum minuman manis dalam jumlah paling banyak memiliki risiko 78 persen lebih tinggi untuk mengalami tumor.

Studi yang dipublikasi dalam jurnal Cancer Epidemiology, Biomarker, & Prevention tersebut menyimpulkan, semakin banyak wanita minum minuman manis, semakin tinggi juga risiko mengalami penyakit tersebut.

Maki Inoue-Choi, peneliti studi dari University of Minnesota School of Public Health mengaku tidak terkejut dengan hasil temuan studi ini. Menurutnya, sudah banyak studi sebelumnya yang menemukan hubungan antara konsumsi minuman manis dengan kegemukan yang merupakan faktor risiko kanker.

“Wanita obesitas cenderung memiliki kadar estrogen dan insulin yang lebih tinggi di tubuhnya dibandingkan mereka yang berat badannya normal. Peningkatan kadar estrogen dan insulin merupakan faktor risiko dari kanker endometrium,” jelas Inoue-Choi.

Richard Adamson dari American Beverage Association menegaskan, studi ini tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat, meskipun ada kecenderungan peningkatan risiko kanker endometrium dari konsumsi minuman manis yang berlebihan.

“Peserta penelitian konsumsi minuman manis 1,7 hingga 60,5 porsi per minggu. Itu adalah rentang yang sangat luas,” ujarnya.

Adamson pun menuturkan, selama tidak diminum berlebihan, minuman manis tidak akan menyebabkan kegemukan yang juga meningkatkan risiko penyakit lainnya seperti diabetes atau kardiovaskular.
Deteksi kanker selama ini akrab dengan penggunaan zat radioaktif, baik melalui injeksi maupun penyinaran. Zat radioaktif digunakan sebagai tracer untuk mengetahui pertumbuhan sel kanker.

Padahal, terlalu sering menggunakan zat radioaktif dapat membahayakan tubuh. Radiasi yang dipancarkan bisa membuat sel mati atau berada dalam kondisi berisiko. Bahkan bukan tak mungkin memicu jenis kanker lainnya.

Tetapi kini ada harapan baru bagi hadirnya cara diagnostik lebih aman menyusul penemuan para ahli dari University College London. Temuan itu mengindikasikan, coklat, minuman bersoda, dan makanan lain berbahan dasar gula ternyata bisa digunakan untuk mendeteksi kanker.

Menurut penelitian mereka, tumor ganas ternyata mengkonsumsi lebih banyak glukosa dibanding jaringan sehat lainnya. Glukosa digunakan untuk pertumbuhan sel yang cepat. Ilmuwan mengembangkan teknik baru untuk dengan melacak bagaimana gula diserap tubuh.

Peneliti menggunakan alat pemindai atau scanner MRI untuk melihat asupan glukosa. Hasilnya, sel tumor bersinar terang setelah sesuatu mengkonsumsi sesuatu yang manis.

“Saya tadinya tidak percaya. Namun penelitian kami membuktikan, scanner MRI bisa digunakan untuk melacak pergerakan glukosa,” kata Professor Mark Lythgoe, Direktur UCL’s Centre for Advanced Biomedical Imaging..

Penelitian yang dipublikasikan jurnal Nature Medicine ini menggunakan tikus penderita kanker usus besar. Studi menemukan, pertumbuhan kanker dapat dideteksi MRI dengan mengikuti pengolahan glukosa pada tikus.

Riset ini tentu memberi harapan baru bagi pengobatan penyakit kanker. Metode ini dinilai lebih aman, murah, dan sederhana dibanding penggunaan radioaktif. Hasil metode ini juga diharapkan akan tersedia dalam 18 bulan ke depan.

Dengan efek samping yang minimal, teknik ini bisa digunakan dalam jangka waktu mingguan atau harian. Sehingga dokter bisa cepat mengetahui bagaimana reaksi sel kanker terhadap pengobatan yang dijalani. Namun tenik ini tidak disarankan bagi anak dan wanita yang sedang hamil.

Bagi pasien yang tak menyukai jarum suntik, kabar ini tentu melegakan. Tak seperti positron emission tomography yang membutuhkan injeksi radioaktif, metode MRI dengan glukosa tidak membutuhkan suntikan. Metode ini bisa digunakan setelah mengkonsumsi yang manis, seperti minuman bersoda, jus buah, atau makanan.

Metode juga bisa digunakan menggunakan gula pada setengah dari standar ukuran coklat. Teknik ini juga dicobakan pada pasien kanker dan menunjukkan tanda kesuksesan.