Site icon nuga.co

Para Diabetes, Berhati-hatilah dengan Insulin

DI sebuah siang, ketika kami menunggu hidangan di sebuah restoran terkenal, seorang kawan mengangkat tangan dan berdiri menuju kamar kecil di sudut samping ruangan. Ia hanya tersenyum ketika kembali menempati kursinya, dan berbisik lirih,”baru saja menjalani ritual wajib.”Saya, dibisiki sedikit tergagap. Dengan cepat ia menukas,”saya tadi menyuntikkan insulin, kan mau makan enak.” Saya mafhum dengan kegiatan rutinnya itu saat akan bersantap. Dan insulin seperti yang saya juga tahu  adalah dua sisi mata uang dengan  diabetes. Sulit dipisahkan.

Sebagai obat yang sudah mendunia, ternyata, insulin juga mengandung resiko dengan impilkasi serius terhadap kecenderungan komplikasi. Walau pun  sudah dipakai dalam terapi pengobatan diabetes selama berpuluh tahun, studi terbaru mengingatkan para pemakainya  untuk hati-hati karena  dampak dari  obat ini bisa menyebabkan komplikasi serius.
Dari hasil penelitian itu komplikasi yang bisa timbul dari penggunaan insulin antara lain serangan jantung, stroke, penyakit ginjal, dan komplikasi mata. Namun, komplikasi itu terutama ditemukan pada pasien lanjut usia.

Sebagai obat yang telah mengglobal dan merupakan “dewa” penolong bagi para penderita diabetes, terutama  untuk penderita diabetes tipe satu, insulin bisa menghantam pancreas.  Padahal bagi penderita diabetes melitus insulin diberikan untuk meningkatkan produksi insulin atau meningkatkan kepekaan terhadap insulin.

Tim peneliti dari Cardiff University School of Medicine, Inggris, melakukan penelitian menggunakan data UK Clinical practice Research Datalink, database dari populasi 10 persen pasien diabetes di Inggris.
Efek samping insulin itu terutama ditemukan pada kelompok yang memakai insulin antara tahun 1999 dan 2011. Hasil penelitian ini mengejutkan karena jumlah orang yang terdiagnosis diabetes melitus dan harus mendapatkan insulin terus meningkat secara tajam.

“Terapi insulin adalah terapi untuk menurunkan gula darah yang sudah dipakai sejak lama oleh pasien diabetes tipe dua,” kata Craig Currie, ketua peneliti.
Penelitian lain yang dilakukan di Kanada juga mengindikasikan bahwa orang yang mendapatkan insulin beresiko tiga kali lipat mengalami kematian dalam periode studi.

Meski begitu, Currie menegaskan bahwa pasien diabetes yang sekarang mendapatkan insulin tidak menghentikan pengobatan mereka. “Harus diketahui risiko komplikasi insulin ini terlihat pada pasien berusia lanjut dan kegemukan,” katanya.

Keputusan mengenai terapi yang harus diambil tiap pasien bergantung pada dokter dan riwayat kesehatan yang dimiliki. “Kebanyakan pasien tidak mengalami efek samping berbahaya. Terapi insulin juga sudah dibuktikan aman dan dipakai di seluruh dunia,” katanya. Untuk itu jangan takut untuk menyuntikkan jarum insulin,  sehingga glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel. Memang dalam jangka panjang, akan terjadi kerusakan pada sel-sel tubuh. Dalam jangka panjang pula,  kerusakannya  dapat menimpa pembuluh darah dan saraf.

Pada orang yang sehat, insulin dibentuk tubuh di kelenjar pankreas. Namun pada pasien diabetes cadangan kapasitas pabrik insulin tubuh sangat sedikit atau tidak diproduksi lagi sehingga diperlukan insulin dari luar tubuh melalui suntikan.

“Insulin itu ibarat corong tempat masukknya glukosa ke dalam sel agar bisa diolah menjadi sumber energi,” kata dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD paparnya dalam acara media edukasi memperingati Hari Diabetes Sedunia di Jakarta (14/11/11).

Menurut Dante, suntikan insulin diperlukan pasien diabetes pada keadaan tertentu, terutama jika diperlukan penurunan gula darah cepat pada keadaan kritis, gagal terapi dengan tablet, atau ketika sel pankreas tidak lagi bisa menghasilkan insulin.

Ditambahkan oleh dr.Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD, dalam hal pengobatan diabetes terkadang diperlukan penyesuaian obat atau dosis sehingga tidak bisa hanya mengandalkan satu jenis obat.   “Terkadang meski gula darah sudah terkontrol dengan satu regime obat tertentu suatu waktu bisa saja gula darahnya tiba-tiba tinggi,” paparnya dalam kesempatan yang sama.

Saat ini, dalam tatalaksana diabetes pasien harus diperkenalkan sejak dini bahwa suatu waktu ada kemungkinan harus menggunakan insulin. “Dokter harus mengedukasi pasiennya sejak dini tentang kemungkinan ini, sehingga jika saatnya harus pakai insulin tidak terjadi penolakan,” kata Tri Juli.

Insulin saat ini diproduksi dengan cara bioteknologi yang disebut teknik rekombinan DNA. Melalui cara ini tidak diperlukan penggunaan binatang seperti produksi insulin pada waktu baru ditemukan.

Selain dosis yang tepat, menurut Dante kunci keberhasilan insulin adalah cara penyuntikannya. “Insulin seharusnya disuntikkan ke lapisan subkutan di bawah kulit agar masuknya pelan-pelan dan tidak terjadi fluktuasi gula darah yang terlalu tinggi,” paparnya.

Ia menjelaskan, lapisan subkutan manusia rata-rata ketebalannya kurang dari 3 milimeter, karena itu diperlukan jarum suntik kecil untuk mencapainya. “Yang ideal menurut standar internasional adalah jarum 4-5 mm agar terdistribusi di area yang tepat,” ujarnya.

Penyuntikan yang terlalu dalam atau sampai lapisan otot bisa menyebabkan insulin terlalu cepat masuk ke pembuluh darah sehingga gula darah bisa mendadak turun atau drop.

Pada tahap permulaan, menyuntik diri sendiri dengan insulin mungkin tidak nyaman bagi sebagian orang, apalagi sebagian besar orang merasa takut dengan jarum suntik. Padahal, kini sudah banyak diciptakan jarum suntik berukuran kecil yang tidak menimbulkan sakit.

“Selain komponen insulin yang diperbaharui, alat untuk menyuntikkannya pun terus disesuaikan dengan kondisi modern sehingga pasien bisa menjalani suntikan dengan nyaman,” kata Dante.

Exit mobile version