close
Nuga Sehat

Awas!! Lemak Jenuh Itu Bisa Membunuh

Tahukah Anda bahwa minyak yang digunakan untuk memasak makanan sehari-hari sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh?

Masalahnya, minyak kelapa sawit yang biasa digunakan orang Indonesia hampir loma pul;uh komposisinya terdiri dari lemak jenuh.

Padahal lemak jenuh dapat meningkatkan kadar lemak dan kolesterol. Akibatnya, kita berpotensi mengalami kegemukan dan sakit jantung.

Untuk menghindari ancaman kesehatan tersebut, Anda bisa mencari alternatif lain.

Beralihlah ke minyak kanola, minyak sawit atau minyak zaitun yang kandungan lemak jenuhnya jauh lebih rendah.

Cara membuktikannya sangat mudah. Di suhu rendah, ketiga minyak tersebut tidak membeku seperti halnya minyak sawit.

Ini adalah tampilan minyak sawit, minyak jagung dan minyak kanola setelah dimasukkan ke dalam kulkas.

Setelah dua hari didiamkan dalam suhu non derjat celcius, minyak sawit membeku sepenuhnya.

Sementara minyak jagung dan minyak kanola masih bening seperti kondisi awal. Hal ini menunjukkan seberapa banyak kandungan lemak jenuh yang terdapat di dalam minyak kelapa sawit.

Selain rendah kandungan lemak jenuh, minyak jagung dan minyak kanola juga sama-sama kaya akan kandungan Omega 3 yang baik untuk kesehatan jantung. Lalu apa perbedaan minyak jagung dan minyak kanola?

Perbedaannya hanya di aroma.
Minyak kanola dibuat dari biji bunga kanola sehingga memiliki aroma tumbuh-tumbuhan seperti minyak zaitun. Sementara minyak jagung memiliki aroma khas yang mampu membuat masakan terasa lebih sedap.

Selain beralih ke minyak kanola atau minyak jagung, ada juga cara lain yang efektif untuk menjaga kesehatan. Sebisa mungkin hindari metode deep frying untuk mengolah makanan.

Masih banyak cara memasak lain yang tak kalah lezatnya seperti menumis, memanggang atau pan frying.

Demi terhindar dari kegemukan dan resiko sakit jantung, tak ada salahnya beralih ke gaya hidup yang lebih sehat kan?

Selama ini lemak jenuh sudah terlanjut mendapat label sebagai sesuatu yang jahat dan perlu dihindari. Namun menurut beberapa studi teranyar, lemak jenuh ternyata tidak seburuk yang dikira.

Studi-studi sebelumnya memang menyebutkan lemah jenuh menghambat pembuluh darah yang akhirnya memicu serangan jantung.

Dalam sebuah studi berskala besar yang dilakukan oleh tim dari Swedia, diketahui bahwa susu full cream ternyata justru menurunkan risiko diabetes melitus.

Studi lain di Kanada yang dimuat di jurnal Applied Physiology, Nutrition, and Metabolism, menemukan bahwa mengonsumsi produk susu seperti keju dan krim dapat menurunkan tekanan darah dan gula darah, atau dengan kata lain, juga menghindarkan dari diabetes melitus dan obesitas.

Peneliti menemukan bahwa hasil tes darah orang-orang yang lebih sehat adalah justru yang mengandung sejenis asam lemak yang diasosiasikan diperoleh dari produk susu.

Bukan hanya itu, sebuah studi di Inggris yang melibatkan hampir setengah juta orang menemukan bahwa orang yang mengasup lemak jenuh justru lebih terhindar dari penyakit jantung, dibanding dengan orang yang rutin berbelanja produk yogurt rendah lemak atau ikan.

Karenanya para peneliti menduga bahwa bukan lemak jenuh yang menyebabkan penyakit jantung. Dari beberapa kasus diketahui, orang yang ingin menghindari lemak jenuh dari pola makannya justru mengonsumsi lebih banyak karbohidrat, terutama gula.

“Dalam beberapa dekade terakhir, sudah ada beberapa percobaan untuk membandingkan diet dengan rendah lemak dan tinggi lemak. Hasilnya, diet tinggi lemak lebih baik untuk kesehatan,” kata Nina Teicholz, jurnalis sains.

“Malahan, konsumsi lemak dari daging merah, telur, produk lemak jenuh, atau mentega kelapa lebih menyehatkan dibanding hanya dari minyak sayur,” ungkapnya.

Teicholz mengambil referensi dari sebuah studi terhadap penderita diabetes melitus dalam jurnal PLOS ONE. Para pasien dibagi ke dua golongan diet, diet tinggi lemak tapi rendah karbohidrat dan yang kedua, diet standar untuk diabetes, yakni rendah lemak.

Hasilnya, mereka yang mengikuti pola diet pertama berhasil menurunkan berat badan dua kali lipat dan mengurangi waktu pengobatan mereka empat kali lebih cepat.

“Faktanya, lemak tidak membuat Anda gemuk atau diabetes,” kata Teicholz. Ia mengalami sendiri saat sedang menulis penilaian sebuah restoran. Di sana, ia memakan pate, daging sapi, dan saus krim.

Pemberian label buruk terhadap lemak jenuh dimulai dari seorang ahli jantung, Ancel Keys. Teorinya mengatakan bahwa lemak meningkatkan kolestrol yang menyumbat pembuluh darah.

Lemak jenuh dalam makanan olahan kini telah digantikan dengan lemak trans. Lemak yang satu ini dibuat dari minyak sayur tidak jenuh yang bentuknya cair pada suhu ruangan. Bila akan digunakan untuk memanggang kue, minyak ini akan dibuat mengeras dengan proses hidrogenasi.

Namun lemak trans punya sejumlah efek berbahaya, termasuk meningkatkan kolestrol jahat dan menurunkan kolestrol baik.

Belakangan ini, beberapa produsen memang menghilangkan lemak trans dari produknya dan menggantinya dengan cara baru untuk membuat minyak sayur padat. Sayangnya, dalam suhu tinggi minyak sayur tersebut akan memproduksi radikal bebas.