close
Nuga Region

Sumut “Darurat” Korupsi

“Semua urusan uang tunai.” Itu “joke” untuk menggambarkan betapa dahsyatnya korupsi di Sumatera Utara. Sehingga sejak dulu “kala” orang membuat “akronim” singkatan Sumut dengan jargon di atas.

Memang secara kejutan penanganan korupsi di Sumatera Utara mengalami stagna. Paling tidak sebelum masuknya KPK ke lingkar dalam pemerintahan provinsi itu. Menurut bisik banyak orang, yang disuarakan dengan berisik, pejabat hukum yang ada di Sumut pada korupsi semua sehingga tak satu pun kasus pembancakan uang negara itu bisa diusut.

Dengan menantang sang teman mengatakan, “tolong tunjukan ke saya siapa yang tidak korup di sini. Ustadz saja menerima sedekah dari uang tileo,” katanya pesimis. Barulah setelah KPK menggebrak pejabat di Sumut mulai menuai penjara. Di mulai dari Gubernur Syamsul Arifin yang dijengkangkan lewat kasus APBD Langkat ketika ia menjabat bupati. Kini ada Bupati Mandailing Natal, ada Walikota Medan ada pejabat lainnya.

Secara waktu memang sudah ada dua pejabat yang dijebloskan oleh KPK ke bui. Mereka itu adalah Walikota Medan dan Wakilnya dalam kasus yang agak nasional. Pembelian mobil pemadam kebakaran.

Kini KPK masuk ke lingkar APBD. Dan diprosesnya dugaan kasus korupsi dana Bantuan Daerah Bawahan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 dan 2013 untuk 33 kabupaten/kota oleh aparat hukum bisa membuka tabir korupsi di Sumut secara masif.

Banyaknya para pejabat dan kepala daerah yang sangat doyan korupsi yang saat ini diproses hukum dituding oleh beberapa kalangan bahwa Pemprov Sumut sudah masuk dalam darurat korupsi.

Kasus hukum juga melilit Walikota Medan nonaktif Rahudman Harahap terkait dana Tunjangan Pemerintah Aparatur Perangkat Desa (TPAPD) di Tapanuli Selatan. Walikota nonaktif Medan, Rahudman, Razman menilai berbeda. Disebut demikian, karena ada oknum camat, lurah dan kepling yang terkesan membela sang walikota.

Direktur FITRA Sumut, Rurita Ningrum juga mengungkapkan dari fakta laporan BPK pada tahun ini untuk hasil Audit Semester II Tahun 2012 dengan jumlah total kerugian negara di Sumut mencapai Rp. 389miliar.

“Kabupaten Batubara memperoleh posisi pertama di Sumatera Utara menjadi rangking pertama terkorup di tahun 2012, dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 226miliar,” hal ini disampaikan Rurita Ningrum.

Dikatakannya bahwa, Kabupaten Batubara menduduki peringkat pertama, disusul Kabupaten Langkat senilai Rp 113miliar kemudian Kota Medan senilai Rp 54miliar.

“Kabupaten Batubara tahun ini berdasarkan audit BPK semester II 2012 memperoleh prestasi rangking satu untuk menghasilkan korupsi sebesar 226miliar, disusul dengan Kabupaten Langkat sebesar 113miliar dan Kota Medan sudah mengalami penurunan jadi rangking 3 sebesar 54miliar,” jelasnya.

Rurita menyatakan bahwa Kota Medan mengalami penurunan karena pada Tahun 2011, Kota Medan memegang rangking satu dalam menyumbang kerugian negara sebesar Rp 166milyar.

Rurita berharap dengan besarnya temuan kerugian negara itu, warga di Kabupaten Batubara dan Langkat agar lebih berhati-hati dalam memilih pemimpinnya, menjelang Pilkada di kedua kabupaten itu pada tahun ini.

Kepala Divisi Advokasi Hukum dan Anti Korupsi LBH Medan, Irwandi Lubis sebelumnya juga menuturkan, terkait dana bantuan daerah bawahan (BDB) diduga ada sekitar 20 orang, pejabat struktural dan beberapa bupati, serta beberapa anggota DPRD di Sumut yang terlibat penyelewengan dana tersebut dan ada pintu masuk dan fakta indikatif setelah diperiksanya Hidayat Batubara selaku Bupati Mandailing Natal (Madina) oleh KPK terkait kasus suap.

“Memang benar adanya, bahwa Sumut ini sudah darudat korupsi stadium empat. Kita mendorong KPK, tanpa pandang bulu, supaya segera menahan para tersangka dana bantuanBDB tersebut,” kata Irwandi.