close
Nuga News

“Off The Record” Versi Mahfud

“Biar Kapolri sendiri yang mengumumkannya. Itu kewenangannya”

Dari penggalan ucapannya  saya langsung tahu ada apa dibaliknya.Tidak hanya tahu tapi maklum.

Maklum bahwa ia sudah diberitahu. Sementara itu tak ada seorang pun yang tahu apa yang ada dibalik itu. Dibalik komunikasinya dengan Kapolri.

Di dunia junalistik itu namanya “off the record.”  Harfiahnya “di luar rekaman” Nggak boleh dibocorkan atau dipublikasikan. Cukup tahu sama tahu. Kalau dipublis itu pelanggaran kode etik.

Resikonya  dapat menurunkan kredibilitas pers  Narasumber nggak percaya lagi dengan media plus wartawannya.

Tapi ia membocorkannya. Ia tahu dirinya bukan wartawan. Bukan bekerja di media. Karena itu ia tak melanggar off the record. Ndhak perlu malu melanggar …

Bisa jadi karena ‘ego besar’nya tapi ‘ke-malu-an kecil’ … Bisa jadi itu ndhak sengaja … Bisa juga karena ‘budeg’ … Atau ‘pikun’ … Atau ‘keduanya’ … Hanya  dia yang tahu .. ‘No hard feelings’ You know what  mean.

Entahlah… Semuanya mungkin betul. Mungkin juga semuanya salah.

Betul atau salah itu saya ndhak tahu. Ia mengatakan akan ada terdakwa jenderal dan jenderal. Kombes dan kombes di bawahnya. Ada juga baradha dan banyak baradha.

Masih ada tambahan ocehannya : ngomongannya nggak boleh didengar, ditonton dan didibaca anak berumuran tujuh belas tahun ke bawah.

Itu isyaratnya. Kalau saya pasti tahu isyarat sedemikian. Pelecehan seks itu.  Ya, saya suka dengan kalimat isyarat yang diucapkannya: motif peristiwa itu hanya boleh diketahui orang dewasa.

Anda belum dewasa. Janganlah ingin terlalu tahu. Berarti klimaks peristiwa ini hanya akan terjadi sekali. Jangan harapkan melebar ke klimaks yang berikutnya dan berikutnya.

Tapi itulah yang dilakukan seorang Mohammad Mahfud Mahmodin. Saya sering menyebutnya m..tiga..mitraliur tiga dimensi.Banyak orang menyebut namanya Mahfud MD saja.

Asli Sampang. Madura. Sampang yang terkenal banyak melahirkan jagoaan. Jagoaan permainan celurit. Mahfud juga jagoan bermain celurit. Seperti yang dimainkannya dalam kasus polisi tembak polisi-polisi bunuh polisi.

Yang mendahului semua komentator. Karena ia, seperti dituding seorang anggota parlemen adalah komentatornya.

Syukur sang anggota dewan ndhak salah ucap, provokator. Kalau yang terakhir ini diujarkannya bisa cilaka. Terjebak ke ranah hoaks. Bisa jadi perkara baru.

Saya tau pak Mahudz banyak “bocor”nya sejak jadi menteri di era Gus Dur. Ia selalu memilih jalan lurus. Jalan menghindar ke neraka.

Jalan ketika di suatu hari  keponakannya ingin jadi pe-en-es  dan minta tolong agar dibantu bisa diterima. Tapi, apa jawab pak Mahfud : ” jangan ajak saya masuk neraka, berusahalah sendiri”.

Itu, sekelumit cerita tentang pak Mahfud yg saya ketahui dari yang banyak sekali Anda tahu.  Dan, alhamdulilah, beliau konsisten hingga saat ini untuk menegakkan kebenaran.

Hampir setiap penanganan kasus-kasus besar, beliau terlibat aktif. Bersyukur kita bangsa indonesia punya pemimpin seperti itu.

Dibalik itu semua, tidak terlepas dari kehebatan gus Dur. Gus Dur yg saat itu tidak begitu kenal pak Mahfud, bisa mengetahui sesorang yg jujur berintegritas, dan menjadikanya sebagai menteri

Entah juga ya…

Yuk.. kembali ke cerita pembuka, Cerita jalan panjang yang awalnya seperti tanpa ujung. Yang akhirnya ujung jalan itu terlihat:  ada di menko polhukam.

Jalan panjang seperti ditulis oleh seorang teman saya, yang juga jurnalis gaek. Jurnalisnya orang kaya. Kaya seabrek. Punya segalanya. Segalanya yang lebih dari saya punya.

Sang teman menulis, ada sinar terang di ujung jalan itu. Mahfud  telah menjadi sinar itu. Tanpa ia terlihat menyala-nyalakan dirinya.

Ketika saya mengubungi sang teman lewat grup whatsapp kami, para mantan jargon “enak dibaca dan perlu, ia berujar: pak Mahfud itu selalau merendah. Jawabannya karena….. bukqn dirinya. Di atas yang tegas dan dibawah bertindak cepat

Di awalnya, di hari ketiga dan hari keyujuh, sebulan lalu jalan kebenaran itu terlihat panjang. Nyaris tak berujung. Bahkan akhirnya harus dicarikan jalan pintas: lewat mencabut pelakunya. Bedhol …

Mencerabut pohon sampai ke akar-akarnya. Dulunya di era pembangunan berkesinambungan istilah ini dipakai di program transmigrasi. Seluruh penduduk desa dipindahkan. Tidak ada yang tersisa.

Sekarang?

Pantas dipakai dalam peristiwa Duren Tiga.  “Itu kuncinya,” ujar Mahfud. Mereka yang terkait ditransmigrasikan total ke Markas Komando Brimob di Depok. Termasuk yang berbintang satu dan dua. Apalagi yang pangkatnya di bawah itu.

Di situ mereka diisolasi. Diperiksa. Satu per satu tersangkanya bisa  ditetapkan. Diumumkan.

Awalnya hanya satu tersangka ditetapkan. Pangkatnya begitu rendah. Sempat muncul  sangkaan orang kecil selalu dijadikan tumbal.

Ya sudah….

Lanjutan ceritanya terus panjang. Kalau saya menulis tentang Mahfud bisa juga amat panjang. Padahal umurnya belum sepanjang saya.  Sebagi seorang  berintegritas tinggi di level pembuat keputusan di memang jagoaannya.

Tentang lanjutan cerita Duren Tiga akan terus panjang. Berepisode-episode. Dari satu angle ke angle yang lain. Setiap angel ada narasinya. Baik yang manusiawi maupun yang prakk dengan kata makian”kurang ajar.”

Seperti sisi baru tentang penasehat ahli kepolisian Fahmi Alamsyah. Yang membuat gaduh. Karena release-nya yang bla-bla-bla menjerumuskan kepolisian. Yang menyebabkan dia mengundurkan diri.

Yang kita juga belum tahu. Seberapa sama draf yang disusun Fahmi itu dibanding dengan keterangan pers yang dibacakan Kahumas Mabes Polri yang bersejarah itu.

Fahmi dikenal di kalangan media sebagai Pemimpin Redaksi portal Inilah.com. Tapi ia sudah lama tidak di situ lagi. Ia juga dikenal punya semacam perusahaan media. Atau mungkin konsultan media. Namanya: NewsLink.

Ia sudah lama berada di lingkungan kepolisian. Bukan hanya di era Sigit  yang kali pertama mengangkatnya sebagai staf ahli. Itu sudah sejak sebelumnya. Bahkan sebelumnya lagi.

Ketika tulisan muncul ia sudah mengundurkan diri. Katanya agar tidak menyulitkan institusi polisi.

“Saya hanya diminta membuat poin-poin keterangan pers yang akan disampaikan ke media,” ujar Fahmi ke media. Cerita yang diungkapkan ke pers itu, katanya, sesuai dengan keterangan Sambo padanya.

Fahmi tidak hanya menyiapkan realese tapi juga mengatur waktu

Menurut Fahmi, Sambo juga mengatakan ini padanya: “meskipun ini aib keluarga dan memalukan, tapi demi kehormatan, istri saya sudah lapor tentang pelecehan seksual.

Berdasar keterangan Sambo seperti itulah Fahmi bikin draf keterangan pers yang dimaksud. Lalu dikirim ke Sambo. Setelah membaca itu Sambo mengirim WA ke Fahmi. “Oke, Mi, saya sudah kirim ke Kadiv Humas,” kutip Fahmi.

Maka terjadilah apa yang kemudian terjadi. Keterangan pers itu menjadi bencana. Itu dianggap hanya skenario untuk menutupi apa yang sesungguhnya terjadi.

Entahlah ya. Entah juga untuk mak-mak yang kini asik di depan teve sembari memegang handphone untuk menyetor duit ke google lewat paket internet.

Mak-mak yang lebih pintar ngarang cerita ke lakinya…

Hahaha…..