close
Nuga News

Mesir Menjadi “Ladang Pembantaian”

Mesir menjadi “ladang pembunuhan” dan menjadi negara terburuk dalam hal penanganan aksi unjuk rasa damai. Mesir kini menjadi negara kanibal dengan status sebagai “pemakan” sesama anak bangsanya.

Minggu malam, 18 Agustus 2013, dunia dikejut blagi dengan pembunuhan 38 pengikut presiden terguling Mohamad Morsi setelah tentara menembakan gas air mata hanya untuk membebaskan seorang petugas yang tersandera dalam kerusuhan..

“Abcnews, Senin, 19 Agustus 2013, memberitakan bahwa sebanyak 36 orang pendukung Ikhwanul Muslim tewas karena sesak nafas akibat tembakan gas air mata. Pejabat setempat mengklaim bahwa tindakan tersebut diambil oleh polisi untuk membebaskan petugas yang disandera dan terluka parah karena dipukuli pendukung Morsi dalam truk tahanan demonstran.

Penyanderaan diawali ketika rombongan truk konvoi yang berisi 600 tahanan demonstran bergerak menuju penjara Abu Zaabal di Mesir Utara. Para tahanan dari salah satu truk kemudian berhasil menyekap seorang perwira polisi ke dalam truk. Korban tewas adalah bagian dari tahanan dalam truk tersebut.

Pimpinan militer Mesir menyatakan tidak akan lagi menolelir kekerasan yang telah menewaskan hampir 900 orang dalam bentrokan ini. Dari jumlah tersebut terdapat 70 petugas polisi yang tewas. Baik pejabat maupun militer dilarang untuk memberi keterangan mengenai peristiwa bentrokan yang berawal sejak Rabu ini.

Soal tewasnya 38 anggota Ikhwanul Muslimin itu, Kementerian Dalam Negeri Mesir berkilah mereka tewas setelah mencoba melarikan diri dengan sebelumnya menyandera seorang perwira. Menurut pernyataan itu, para tahanan tersebut tewas “tercekik” gas air mata yang ditembakkan dalam upaya membebaskan perwira itu. Tiga sumber “Reuters” menyebutkan angka korban yang sama, 38 orang.

Versi lain disampaikan seorang sumber “Reuters” dari kalangan penegak hukum Mesir, para tahanan tersebut tewas karena sesak nafas karena harus berdesakan di dalam van polisi yang membawa mereka ke penjara.

Dari 830 korban tewas berdasarkan versi Pemerintah Mesir, korban dari petugas keamanan tercatat 70 orang. Tragedi ini merupakan peristiwa politik paling berdarah di sejarah negara itu.

Pembantaian bermula dari upaya paksa otoritas kemanan Mesir dengan dukungan kekuatan militer mengusir para demonstran yang terus menggelar aksi setelah Mursi yang terpilih sebagai Presiden dalam pemilu Juli 2012 digulingkan militer pada 3 Juli 2013.

Terpisah, Panglima Militer Mesir Jenderal Abdel Fattah Asisi menyerukan pada pendukung Morsi, “Ada ruang untuk semua orang Mesir.” Namun dalam pemunculan publik pertamanya yang disiarkan langsung oleh televisi pemerintah, dia meminta pendukung Mursi meninjau ulang posisi nasional mereka. Asisi pun menyatakan pada pendukung Morsi bahwa legitimasi adalah milik rakyat, diberikan pada orang yang rakyat kehendaki, dan bisa dicabut kembali kapan pun rakyat inginkan.

Menyusul tragedi “Rabu berdarah”, Kantor Berita MENA melaporkan 79 orang tewas dalam demonstrasi Sabtu dan 549 orang terluka. Sebelumnya, dikabarkan hanya satu orang tewas dalam unjuk rasa Sabtu yang disambut dengan tembakan penembak jitu militer Mesir.

Pembantaian oleh militer Mesir ini mengundang kritik keras, bahkan dari sekutu militer Mesir, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Meski demikian Amerika tetap tak pernah menyebut tindakan militer menggulingkan Mursi sebagai kudeta. Sementara negara-negara kaya di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, menyatakan dukungan pada Pemerintah Mesir, dengan dugaan mereka khawatir kemenangan kubu Mursi akan membawa kebangkitan gerakan Islam sampai ke negaranya.

Tags : slide