close
Nuga Bola

Sayonara Si Gurumud

Pentas liga satu sepakbola pssi bergulir lagi. Kemarin.

Tanpa persatuan sepakbola kutaraja-pesiraja. Yang dimusim lalu hanya numpang lewat satu musim Terdegradasi setelah hanya bisa menghimpun tiga belas point hingga akhir musim. Turun kasta. Ke liga dua.

Saya mencatat di hari tim kota banda aceh itu melambaikan salam “sayonara” tercampak dari liga satu. Ketika perputaran  liga me nyisakan lima laga.

Saat itu awal pekan pertama bulan maret. Barito putra bermain imbang dengan madura united. Tiga gol berbanding tiga gol. Di lapangan dipta gianyar bali. Yang posisi barito di peringkat lima belas dari delapan belas peserta liga.

Dua puluh delapan poin.

Persiraja sendiri menghuni nomor buncit. Tiga belas angka. Dari dua kali menang, tujuh kali seri dan dua puluh lima kali kalah dari tiga puluh empat kali laga.

Dari delapan belas tim. Yang dua diantaranya terdegradasi. Persiraja dan persela-lamongan. Yang selisih angka dengan persiraja delapan. Di posisi tujuh belas.

Saat itu saya berhitung. Kalaupun barito harus kalah disemua sisa laganya dan persiraja memenangkan seluruh sisa pertandingan posisi tim antasari itu pasti tak akan mampu digeser oleh tim tanah rencong itu.

Ini prediksi dari matematik sederhana dalam menghitung klasemen sebuah liga. Apakah ia la liga et spanyola atau preimeir liga-nya the english star.

Prediksi ini sering ditulis oleh wartawan olahraga kawakan sekelas Andy Dunn dari media “sunday mirror” Yang juga chief dari persatuan wartawan olahraga Inggris ketika “menerawang” posisi manchester united atau liverpool sebelum musim berputar.

Bukan tingkat prediksi klasemen dan pertandingan saja yang bisa diramalkan Dunn. Ia juga bisa memprediksi siapa yang bakal juara ketika roda kompetisi berputar.

Tulisannya bisa mengacak peran pelatih hingga pemain sekelas van Persie, Mohamad Salah, Gareth Bale hingga Cristiano Ronaldo untuk menyebut sedikit dari banyak nama yang menjadi bintang di laga premeir liga.

Kalau saya? Nggaklah sekelas Andy Dunn. Walaupun pernah mengenggam beberapa lembar kertas wartawan terbaik penulisan sepakbola tingkat regional dan nasional. Di era moncernya perserikatan “enam besar.”

Saya hanya bisa menerawang. Dipertengahan musim. terawangan akan hang persiraja. Usai matematika perhitungan di minggu kedua maret itu blass…

Sebagai penulis reportase olahraga, khususnya sepakbola di puncak kejayaan perserikatan dulunya, saya tak mengalami kesulitan dalam mencari patokan penentuan nasib untuk sebuah tim.

Apalagi nasib persiraja di era liga. Yang terus jadi penghuni nomor corot.

Tidak hanya dengan barito. Dari dua tim lainnya yang juga berada di garis degradasi, saat itu, persiraja juga masih kalah posisi. Dari persela dan persipura. Lampung dan jayapura.

Jayapura yang ditekuk lewat dua gol Bustaman dan satu gol Rustam Safari  dengan satu gol balasan Timo Kapisa di empat puluh dua tahun lalu. Di grandfinal enam besar divisi utama perserikatan pssi. Di stadion gelora bung karno.

Saya sendiri tak hafal betul kok.. nya.. persiraja tercampak dari liga utama. Tak ikut bacaan terus menerus. Hanya tahu potongan-potongannya.

Potongan tentang kontroversi yang memancing banyak komentar pedas publik sepak bola tanah air. Tentang permohonan batas minimal lisensi pelatih yang diperbolehkan menangani tim di awal musim ini

Saat itu, pelatih Hendri Susilo terancam gagal mendampingi Persiraja di liga satu setelah terkena masalah soal lisensi kepelatihan

Pelatih berlisensi a afc seperti Hendri tak bisa melatih tim di liga utama karena adanya regulasi yang dikeluarkan pt liga. Yang mengharuskan setiap tim dilatih lisensi afc pro

Kontroversi lain muncul saat Persiraja berhadapan dengan Persib Bandung di pekan ketiga belas di maguworajo, sleman.

Kejadiannya berawal ketika salah satu pemain Persiraja, Ramadan, kolaps di tengan pertandingan. Tim medis Persiraja dianggap salah melakukan pertolongan pertama pada sang pemain.

Dalam kejadian ini, justru tim medis Persib Bandung yang cekatan memberikan pertolongan pertama usai sang pemain mendapat penangan kurang tepat dari dokter tim Persiraja.

Di dua kontroversi ini saya bisa mengerti. Pegang klub sepak bola di Indonesia memang besar tantangannya.

Tantangan terbesar sejauh ini, saya rasa, bukanlah untuk memenuhi tuntutan suporternya.

Tantangan terbesarnya justru ini: Berjuang mengembalikan akal sehat dan logika, bahwa perusahaan liga itu bekerja untuk klub-klubnya sebagai pemilik mayoritas.

Bukan seolah justru menjadikan klub-klub sebagai sapi perahan.

Dari dulu saya percaya prinsip ini: Liganya baik, maka klub-klubnya akan baik. Klub-klubnya baik, maka pemain-pemainnya akan baik. Ini bisa dilanjutkan lagi:

Kalau pemain-pemainnya baik, maka timnasnya akan baik. Kalau mau sehat dan kuat, urutannya seperti itu, tidak bisa dibolak-balik

Makanya ada pesan dari seorang kawan saya yang juga pernah pegang sebuah klub. “Kalau Anda sudah keluar dari sepak bola, tandanya Anda sudah waras.”

Apakah yang tidak waras itu dialami oleh “pemilik” klub. Termasuk pemilik persiraja?

Saya tak tahu ashbaulnuzubnya cerita ini.

Yang saya nama “pemilik” pemilik persiraja itu bernama Nazaruddin. Dipanggil Dek Gam. Ia saya kenal betul. Dulunya. Kenal keluarganya. Toke. Pemilik banyak spbu. Usianya jauh di bawah saya. Tapi di atas usia anak saya yang pernah berhaji bersama.

Itu cerita dulu.

Kalau sekarang?

Nggak kenal lagi, mungkin. Setelah ia jadi menantu Pak Amin yang sudah resign dari walikota banda Aceh. Setelah juga ia menjadi anggota terhormat senayan.

Anggota yang dulu ejekan kami komunitas wartawan lawakannya lebih lucu dari Srimulat yang manggung di samping gedungnya. Taman ria senayan. Dan saking lucunya lawakan anggota terhormat itu menjadi sebab dari bubarnya Srimulat.

Hingga tutup bulan juli ini  persiapan persiraja mengarungi liga dua masih mengapung. Sama dengan jadwal putaran liga yang belum ada titik terang kapan bergulirnya.

Saya mendengar beberapa hari lalu telah diputuskan kompetisi kasta kedua tersebut direncanakan bergulir pada akhir agustus.

Entah ya…

Suara Dek Gam sendiri yang bisa ditangkap: belum melakukan persiapan apapun. Kerangka tim sudah ada dari pemain yang masih terikat kontrak,

Dia sendiri meyakini tak akan berjalan tepat waktu. “Walaupun sudah diumumkan, tapikan belum ada kepastian jadwal tersebut, masih berpeluang mundur,” ucapnya.

Penyebabnya:  belum ada sponsor.  Jadi masih melihat, waktu juga masih banyak

Tapi diujung ngomongnya yang sering ngelanturkan itu Dek Gam sepertinya sudah mulai jenuh untuk “memiliki” tim ini.

Dia mengatakan please  bagi pihak manapun berminat ingin mengelola tim ini. Hal ini tak lepas banyak kritikan yang ditujukan kepada dirinya karena klub terdegradasi dari liga satu musim lalu.

“Saya bukan orang yang anti kritik. Saya menerima masukan-masukan dari fans, supporter, yang mengaku pengamat, dan lainnya selama itu mampu saya lakukan akan saya lakukan,” katanya memelas.

Tapi bagi saya kalau ada orang-orang yang merasa mampu untuk mengelola. Silahkan saja. “Bagi yang merasa mampu silahkan kelola.”

Saya sendiri hanya tertawa mendengar ocehan nada rendahnya ini. Walaupun ada sinis yang terselip di sana. Ada juga nada mbong menantang untuk siapapun yang bisa mengembalikan persiraja ke liga utama.

Mungkin, jalan waras otak saya mengatakan si dek gam ini “kah abeh peeng”

Ini bukan kata saya. Katanya sendiri lima bulan lalu. Di tulis oleh sebuah media online mainstream. “Abeh peeng-peeng keu.”

Habis duit ini, menurut kecurigaan saya, ada pilinannya dengan kepergian sang mertuanya yang walikota di hari pertama pekan kedua bulan Juli lalu.

Itu kecurigaan saya. Dan jangan menular kecurigaan Anda. Namanya saya curiga.

Curiga sejak dulunya ketika seorang legenda sepakbola persiraja Nasir Gurumud kecewa berat dengan Pak Amin. Kecewa dengan janjinya membina persiraja allout.

Nasir Gurumud yang saya telepon dengan menyampirkan selendang memori kenangan indah ketika ia pernah menikmati manis madu persiraja berkiprah di bonden itu.

Saya tak sempat bicara di kedalaman kecewanya terhadap pembinaan persiraja era Dek Gam dan pak Amin menjadi “pemilik” persiraja. Tapi saya pernah membaca di sebuah media online regional tentang celotehannya.

Media yang menyertakan gambarnya di sebuah keude kupi tentang kampanye pilkada mendukung Amin lima tahun silam. Mengerahkan masa enam puluh klub dan komunitas sepakbola kutaraja.

Pengerahan masa dengan bayaran pengabdian terhadap persiraja.

“Semula saya percaya Pak Amin peduli terhadap sepakbola. Namun diperjalannnya soh,” kata Nasir.

Sebagai personal  yang mewadahi komunitas sepakbola kala itu, ia merasa “berdosa” karena apa yang dijanjikan tak terlaksana

Mungkin Nasir lupa satu janji Amin meloloskan  numpang lewat satu musim di liga satu pssi yang  tercapai dua tahun lalu. Dan soh di akhir musim maret lalu, Persiraja balik gagang ke liga dua

Terlepas dari kecewanya Nasir dan abeh peeng-nya Dek Gam saya tetap optimistis bisa jaya. Saya tetap yakin. Masa depan sepak bola kutaraja sangat cerah. Ada modal dasarnya. Gairah sepakbola Aceh sendiri.

Kalau tidak bisa berhasil, berarti yang salah ya kita sendiri. Syarat sukses disepakbola itu gampang. pendukungnya fanatik

Kenapa bisa begini ya. Ha ha ha, saya sulit menjawabnya. Karena saya sendiri merasa belum layak menjawab, merasa belum cukup teruji untuk bisa menjawabnya.

Saya tidak mau mengkritik orang kalau saya sendiri masih belum benar. Lebih baik fokus mengurus dapur sendiri daripada ikut keruwetan orang.

Saya mencoba menarik napas panjang. Banyak orang marah.

Tapi saya tidak mau marah-marah dan teriak-teriak. Tidak ada gunanya. Tidak bisa mengulang waktu. Tidak bisa mengubah situasi.

Sebagai wartawan sepuh di sepakbola saya berusaha positif. Berusaha selalu optimistis. Siapa tahu, orang lain di dunia sepak bola ini semakin belajar untuk mengedepankan akal sehat.

Pelan-pelan tidak apa-apa lah. Yang penting jangan selalu mengulangi kesalahan yang sama.

Masa depan persiraja tetap menjanjikan. Walau jalan ke sana terlalu zig-zag.

Apakah sikap saya ini menunjukkan kalau saya juga sudah tidak waras?

Semoga tidak.

Semoga juga yang waras tetap waras…