close
Nuga Bola

Persiraja Selamat….

Hanya orang ndhak waras yang mampu mengelola sepakbola. Mengurus bola.

Anda pasti tahulah, bola itu liar. Anda juga tahu untuk menjinakkannya perlu digelindingkan. Nah, dari kata liar hingga kata gelinding dan menjinakkan inilah ia perlu ditambah kata digiring.

Saya minta kata terakhir ini jangan diplesetkan ke si Giring, ketua partai psi, yang juteknya tak ketulungan terhadap Anies Baswedan, gubernur Jakarta.

Tentang banyak orang ndhak waras mengurus bola itu bukan kata saya. Itu bisik seorang teman. Teman lama yang mengurus bola. Teman yang duitnya seabrek. Yang sudah kembali waras usai out sebagai pengelola sebuah klub bola.

“Saya betul-betul ndhak waras bung. Ndhak waras benaran,” katanya ketika disuatu hari kami ketemu di  “launching” pertandingan klub yang dulunya pernah ia pimpin. Beberapa pekan lalu.

Saya tahu ia memang tak waras ketika masih jadi pengelola sebuah klub miliknya. Klub yang seluruh dana dari kantongnya. Hingga kantongnya robek di setiap musim kompetisi. Ia sendiri ndhak sadar kantongnya robek.

Lantas?

Saya bertanya tentang penyebab tak warasnya. “Banyak penyebabnya,” katanya. Ia tak mau memberitahu dari a sampai z.  Hanya merinci penggalan-penggelangan. Ia katakan seadanya.

Apakah soal kantomg robek?  “Nggak…,” sambarnya. Kalau itu bisa dihitung. Kalau pun rugi bisa dilihat catatannya.

“Bukan… bukan itu..,” jawabnya terkekeh. “Apa…?” desak saya. Ia menatap saya dan berkata lirih. Hanya satu kata:“emosi.”

Kalau soalnya emosi saya maklum. Emosi kan punya kaitan dengan aktivitas kognitif. Aktifitas berpikir  dalam menangani masalah atau peristiwa penting secara pribadi

Baurannya bisa marah, menjijikkan, takut, bahagia sedih dan entah apa lainnya. Kalau semuanya digabung dijaringan otak bisa menyebabkan seseorang tidak waras

Ya..ya… saya maklum kalau sang teman jadi tak waras ketika memiliki klub bola. Saya saja yang bukan pemilik klub ikut tak waras  selama sepekan lalu.

Tak waras beneran. Ketika tahu Persiraja mengalami krisis usai turun kasta dari liga satu ke liga dua. Krisis jadwal pendaftaran. Yang kalau lewat tenggat waktunya turun lagi ke liga tiga. Ke liga tarkam.

Di tiga hari pertengahan pekan lalu itu saya tersedot keputaran beliung ketidakwarasan.

Padahal apa kepentingan saya dengan Persiraja. Pemilik ndhak, pengurus ndhak bahkan supporter saja pun tidak selama beberapa tahun terakhir ini.

Tapi, di pekan lalu itu, ketika Persiraja berada di hari-hari kritis jadwal pendaftaran ke liga dua saya kepedean jadi “tukang” urus. Tukang urus lewat teleponan. Kebanyak komunitas. Komunitas mantan pemain. Tim transisi penyelamatan bentukan penjabat wali kota..

Dan entah kemana lagi yang saya udah lupa. Bahkan sempat nanya-nanya ke pt liga lewat hub seorang teman. Juga ke seorang teman lain mantan presiden Persiraja yang kini status presidennya bermutasi ke klub golf elite.

Gila….

Ketika tersadar dan kembali waras saya bergumam kok ngelantur ya…  Ngelantur ngurus kerjaan yang bukan tupoksi. Ngapain.

Akal sehat menyuruh  saya tiarap. Calling down. Padahal dihari tiarap itu ada dua tulisan saya yang telah blass .. di media online. Nggak apalah. Dengan menulis itu saya kembali menjadi waras.

Tiarapnya nggak lama. Cuma empat hari.

Pagi tadi ketika jogging di dua putaran telepon oleh seorang teman berdering. Mengabari Persiraja sudah melewati fase kritis. Sembari menambahkan tim itu diambang situasi baru. “Tak akan lagi dikelola seorang presiden,” katanya.

Saya menjaga jarak pembicaraan. Agar nggak terperosok lagi ke jurang ndhak waras. “Mereka tak ingin sebutan presiden, tapi chief executive officer,” lanjut sang teman.

Katanya juga tugas tim transisi sudah tuntas. Mendaftarkan dan lanjut menyiapkan tim untuk kemudian masuk putaran kompetisi. Saya tak percaya amat dengan kata tuntas itu. Mosok!!

Kan masih ada ekor panjang menyertai perjalanan Persiraja yang diakte notarisnya berbentuk perseroan terbatas. Perseroan terbatas “lantak laju.” Sahamnya milik sang presiden lama, delapan puluh persen, dan podiraja, dua puluh persen.

Tuntasnya urusan perseroan terbatas ini harus lewat akuisisi saham. Lewat rups-rapat umum pemegang saham. Lantas siapa yang akan mengakuisisi sahamnya?

Pertanyaan ini menggairahkan birahi jurnalis saya. Saya utak atik banyak nama di handphone. Ketemu satu nomor. Saya geber pertanyaan kepemilik nomor.

Caranya? Ya cara jurnalis. Terbuka. Terbuka adanya tiga investor baru. Dua nama ia sebut. Zuklifli dan Sofyan Daud. Satu lagi seorang pengusaha dari Bireuen. Saya tak kenal dengan dua nama. Kalau satu nama pasti kenal. Sofyan Daud.

Anda juga pasti kenal satu nama itu. Kenal ketika satu mobil  dengan penjabat gubernur usai  dilantik. Kenal juga ketika dulu jadi juru bicara…..

Ketiga nama ini, katanya, sudah bertemu penjabat gubernur tentang Persiraja.  Saya tak tahu apa yang dibicarakan. Yang saya tahu, ini hanya halu, mereka pasti memberi tabik siapp.. ketika berpisah.

Ya sudah… Selesai. Kita tunggu lanjut. Lanjut seperti diminta sang mantan presiden persiraja agar penjabat gubernur turun gunung.

Tunggu sajalah sampai ada berita baru.

Lanjut lainnya ada kabar baru dari liga dua yang akan menggunakan format tiga wilayah  untuk musim ini. Format itu diberitahu oleh seorang teman malam tadi setelah manager meeting liga dan klub serta hasil rapat komite eksekutif

Pilihan tersebut yang terbaik dalam rangka efisiensi klub dan efektivitas jadwal kompetisi.

Tentang tanggal kick-off-nya belum diputuskan. Ini memberi peluang bagi Persiraja untuk berbenah. Liga juga akan menjadikan setiap pertandingan jadi tontonan menarik. Termasuk kualitas laga ketimbang musim-musim sebelumnya

Laga yang tak kalah seru dengan liga satu. Karena ada sejumlah klub yang pernah tampil di liga satu. Pesertanya tak berubahan. Dua puluh delapan klub. Kelak tiga klub terbaik yang berhak mendapat jatah promosi

Tugas lanjut lainnya seusai mendapat investor penyelesaian administrasi dari manajemen lama akan bergulir. Membentuk tim. Pemanggilan pemain. Seleksi dan menunjuk coach. Lainnya membuat kontrak pemain.

Lanjutnya lagi… saya sudah waras usai memblass… tulisan ini