close
Nuganomics

Asian Agri Menyerah, Bayar Utang Pajak Rp 4,4 Triliun

Asian Agri akhirnya keder juga setelah pemerintah membekukan 14 perusahaannya karena membangkang membayar denda pajak sebesar Rp 4,4 triliun. Kami dalam siaran persnya, Asian Agri menyatakan kesediannya membayar dendan pajak yang sudah menjadi keputusan tetap Mahkamah Agung.

Semula dalam beberapa keterangannya, Asian Agri dengan keras mengatakan tidak mau membayar denda pajak. Tapi setelah pemerintah lewat Menkumham bergerak cepat memnyiapkan pembekuan 14 perusahaannya akhirnya perusahaan milik Tanoto bersaudara itu menyerah dan mengatakan akan bersedia kerjasama.

Mereka bersedia melakukan pembayaran terhadap surat ketetapan pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap 14 perusahaan di dalam Grup Asian Agri. Namun, General Manager Grup Asian Agri Freddy Widjaya menegaskan, keempat belas perusahaan tersebut akan mengajukan keberatan sesuai ketentuan yang berlaku demi tegaknya keadilan.

”SKP yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak didasarkan pada putusan Mahkamah Agung atas perkara Saudara Suwir Laut, di mana Asian Agri bukan pihak dan tidak pernah didakwa serta tidak pernah diberi kesempatan untuk membela diri. Meski demikian, kami tetap patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku dengan melakukan pembayaran pada hari ini,” ungkap Freddy dalan siaran persnya.

Freddy menyebutkan, Asian Agri selama periode pajak yang dipermasalahkan, yakni 2002-2005, telah melaksanakan kewajibannya dengan menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) dan membayar pajak, bahkan Grup Asian Agri termasuk salah satu pembayar pajak yang besar di industri kelapa sawit.

Asian Agri tetap mempertanyakan penetapan jumlah kekurangan pajak Rp 1,25 triliun yang diterbitkan. Pasalnya, jumlah tersebut melebihi total keuntungan dari ke-14 perusahaan di dalam Grup Asian Agri pada periode 2002-2005 yang hanya sebesar Rp 1,24 triliun. Belum lagi jika ditambahkan denda pajak yang dikenakan, maka totalnya menjadi Rp 4,4 triliun.

”Tidak ada negara mana pun di dunia ini yang memungut pajak yang nilainya lebih dari 100 persen keuntungan perusahaan,” ucap Freddy.

Freddy mengharapkan permasalahan ini dapat dilihat secara proporsional. ”Opini yang tidak proporsional dapat mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan kami yang hingga saat ini telah membina 29,000 keluarga petani plasma dan bermitra dengan 25.000 petani swadaya,” tambahnya.

Pemerintah bergerak cepat mengantisipasi kemungkinan adanya pengalihan aset-aset perusahaan Asian Agri Grup. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) memutuskan membekukan 14 perusahaan kelapa sawit tersebut.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menjelaskan, pembekuan tersebut sesuai permintaan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam rangka memastikan putusan Mahkamah Agung (MA) dapat segera dilaksanakan. “Sudah dilakukan, kami akan membantu penuh kejaksaan memastikan Asian Agri membayar kewajiban pajak kepada negara,” katanya.

Yang dilakukan KemenkumHAM dalam kasus ini adalah tidak akan memberikan persetujuan, apabila ada perubahan kepemilikan saham atau pengurus di perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto tersebut. “Kami sudah memberikan informasi kepada notaris-notaris untuk tidak membantu transaksi sejenis itu,” kata Denny.

Sementara itu, perihal pembekuan aset yang sifatnya penegakan hukum eksekusi. Denny menegaskan itu menjadi kewenangan Jaksa Agung.

Wakil Jaksa Agung, Darmono memastikan untuk mempercepat proses eksekusi putusan MA yang menghukum 14 perusahaan Asian Agri membayar Rp 2,52 triliun ke pada negara. Kejaksaan hanya punya waktu tahun ini untuk menjalankan eksekusi tersebut secara tuntas. “Tahun ini harus selesai,” katanya.

Jika Asian Agri menolak menjalankan eksekusi secara sukarela, Kejaksaan akan menempuh upaya paksa dengan melakukan penyitaan aset. Darmono menegaskan upaya paksa penyitaan ini tidak perlu lagi adanya surat penetapan dari Pengadilan. “Ini sifatnya sita jaminan sehingga tidak ada penetapan dari Pengadilan. Bisa disita kemudian langsung kami lelang,” ujarnya.

Yan Apul, kuasa hukum Asian Agri mengaku tidak tahu menahu perihal pembekuan tersebut. Pasalnya, pihaknya sejauh ini belum mendapatkan informasi tersebut dari kliennya.

Meski demikian, ia memastikan Asian Agri melawan putusan kasasi MA melalui upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali (PK). “Kami menyiapkan PK. Ada bukti baru,” katanya.

Selain menghadapi eksekusi dari Kejaksaan, Asian Agri saat ini juga harus mengahadapi tagihan kantor pajak. Kantor Pajak sudah membuat surat ketetapan pajak, dan meminta Asian Agri segera melunasinya