close
Nuga Tokoh

Einstein Pernah Lakukan Tiga Kekeliruan

Banyak orang yang tidak tahu ilmuwan hebat Albert Enstein pernah  pernah punya  kekeliruan. Dan kekeliruan  itu bukan hanya satu kali, tapi tiga kali.

Memang, dalam dunia ilmu pengetahuan, seorang ilmuwan akan meneliti dan menguji sebuah ide.

Kadang penelitian berjalan mulus, tetapi sering juga ada kesalahan. Saat ada kesalahan, ilmuwan akan mencari pendekatan berbeda untuk memecahkan masalahnya.

Tanpa mengabaikan jasa Albert Einstein untuk dunia ilmu pengetahuan, ada tiga kekeliruan besar yang pernah dialami oleh pencipta teori relativitas tersebut.

Apa saja itu?

Kekeliruan besar pertama yang diakui oleh Einstein sendiri adalah menambahkan cosmological constant atau konstan kosmologis ke dalam teori Relativitas Umum.

Sebetulnya tujuan Einsten menambahkan teori itu adalah untuk menjelaskan bagaimana meskipun alam semesta itu statis dan tidak berubah, tetapi dalam perumusannya sangat dinamis.

Namun, ternyata alam semesta berkembang dengan kecepatan yang selalu bertambah. Menurut ilmuwan modern, konstan yang dimaksud Einstein mungkin adalah energi gelap dalam perluasan alam semesta, sebuah konsep yang masih menjadi perdebatan.

Kekeliruan kedua adalah terkait mekanika kuantum.

Peran Einstein dalam perkembangan salah satu bidang ilmu fisika yang menggambarkan perilaku partikel subatomik ini memang tidak terbantahkan.

Makalah tentang efek fotolistrik membuat Einstein mendapat Hadiah Nobel dan teorinya tersebut memiliki dampak kuat pada perkembangan mekanika kuantum.

Namun, ternyata Einstein tidak menyukai mekanika kuantum karena berisi ide-ide aneh yang susah dibuktikan dan kesimpulan akhir yang menyebut bahwa alam semesta tidak teratur dan penuh ketidakpastian.

Einstein juga mengakui tidak terkesan dengan gagasan Werner Heisenberg atau Niels Bohr, atau ide Shroedinger dan kucingnya karena memberikan ide bagi penulis biografi David Bodanis yang menulis buku berjudul Einstein’s Greatest Mistake.

Kekeliruan Einstein terakhir adalah menarik prediksi yang dibuatnya pada tahun 1916 tentang teori gelombang gravitasi.

Gelombang gravitasi adalah getaran di dalam ruang dan waktu yang disebabkkan kejadian ruang besar seperti pergerakan bintang neutron atau lubang hitam.

Peristiwa supernova atau tabrakan lubang hitam diyakini menimbulkan gelombang gravitasi terkuat.

Akan tetapi, Einstein kesulitan untuk memperkirakan kekuatan mulai pesimis dan meragukan keberadaan lubang hitam.

Dia bahkan pernah mengajukan sebuah makalah untuk menarik kembali teorinya, tetapi ditolak.

Dikutip dari Big Think,   pada  tiga tahun lalu para ilmuwan berhasil membuktikan kesalahan Einstein dalam meragukan teorinya.

Mereka mendeteksi gelombang gravitasi untuk kali pertama, seratus tahun setelah ramalan Einstein dibuat.

Para ilmuwan yang terlibat kemudian dianugerahi Hadiah Nobel untuk penemuan mereka.

Selain itu, Albert Einstein pernah berbicara mengenai efek yang disebut gravitational microlensing ketika sedang mendiskusikan teori relativitas umum.

Efek ini terjadi ketika cahaya berbelok mengelilingi medan gravitasi sebuah massa seperti bintang.

Prediksi tersebut kemudian dibuktikan pada tahun 1919 oleh Arthur Eddington yang mengukur posisi bintang di sekeliling gerhana matahari. Ternyata, gravitasi matahari membelokkan cahaya bintang di sekitarnya dan membuat gugusan bintang Hyades yang berada di balik matahari terlihat.

Melihat keberhasilan tersebut, Einstein kemudian memprediksikan lebih jauh. Dia berkata bahwa cahaya sebuah bintang yang jauh terlihat lebih terang ketika berbelok mengelilingi medan gravitasi sebuah obyek di depannya.

Sebab, ruang melekung di sekitar obyek tersebut bersikap seperti lensa pembesar raksasa dan menciptakan efek gravitational microlensing berupa lingkaran cahaya yang dinamakan cincin Einstein.

Namun, jarak bintang yang berjauhan membuat Einstein pesimis prediksi tersebut bisa dibuktikan.

Dalam laporan yang dipublikasikan melalui jurnal Science pada tahun 1936, dia menyebutnya sebagai sebuah fenomena yang mustahil dilihat secara langsung.

Siapa sangka, hampir delapan  tahun kemudian, Hubble berhasil melaksanakan eksperimen mustahil tersebut.

Teleskop luar angkasa ini baru saja mengamati bagaimana sebuah bintang mati yang terletak  delapan belas tahun cahaya dari kita,  membelokkan cahaya bintang yang berada jauh di belakangnya.

Kailash Chandra Sahu dari Space Telescope Science Institute, penulis utama studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science tersebut, mengatakan kepada National Geographic  Juni tahun lalu, aku telah memikirkan masalah ini selama bertahun-tahun dan kita sendiri tidak yakin akan berhasil, tetapi eksperimen tersebut sangat layak dicoba.

Sebelum menemukan Stein 2051B, Sahu dan timnya telah memeriksa sekitar 5.000 bintang yang dapat digunakan sebagai lensa.

Namun, Stein 2051B keluar sebagai pemenang. Objek ini adalah sebuah bangkai bintang kerdil berwarna putih yang dulunya mirip matahari. Lalu, ketika ditemukan oleh para peneliti, Stein 2051B sudah akan selaras secara asimetris dengan bintang yang jauh di belakangnya pada bulan Maret 2014.

Walaupun demikian, bukan berarti Sahu bisa langsung mengamati fenomena tersebut. Sebab, pergerakan bintang di langit sangatlah kecil.

Menganalogikan Stein 2051B sebagai bohlam dan bintang di belakangnya sebagai kunang-kunang, Sahu menceritakan, bayangkan sebuah kunang-kunang bergerak dari satu sisi koin ke sisi lainnya dan Anda harus mendeteksi gerakan ini dari jarak sejauh 1.500 mil (sekitar 2.400 kilometer). Lalu, ada bohlam terang di sebelah kunang-kunang tersebut dan Anda harus mendeteksi gerakan kunang-kunang dalam cahaya terang bohlam yang menyilaukan.

Untuk melaksanakan eksperimen mustahil tersebut, Sahu akhirnya meminjam mata tertajam manusia, teleskop Hubble, untuk mengamati Stein 2051B sebanyak delapan kali

Ternyata, prediksi Einstein sekali lagi terbukti. Gravitasi Stein 2051B membelokkan cahaya bintang “kunang-kunang” di belakangnya. Lalu, menggunakan cahaya tersebut, Sahu dan timnya mengalkulasi massa Stein 2051B.

Berdasarkan kalkulasi mereka, bintang kerdil yang hanya berukuran satu persen dari matahari ini memiliki massa kira-kira enam puluh delapan persen dari matahari.

Perkiraan ini hampir sama dengan teori yang yang diusulkan oleh Subrahmanyan Chandrasekhar mengenai interaksi  kuantum mekanik di antara atom yang berada di pusat bintang.