close
Nuga Tekno

Google Pastikan “Tanam” VR di Androidnya

Google memastikan penanaman virtua reality pada i sistem operasi Android terbarunya setelah dirumorkan selama sepekan terakhir.

Saat ini developer atau pengembang aplikasi sudah bisa mencobanya melalui Android N edisi Developer Preview.

Dalam sistem operasi Android terbarunya ini Google memakai  rujukan mengenai VR Listener dan VR Helper.

Terdapat juga informasi yang memberi tahu keberadaan aplikasi tertentu yang berjalan seiring dengan mode VR.

Sejak Februari lalu, desas-desus menyebutkan Google sedang merombak Android agar bisa mendukung teknologi VR yang kian populer.

Salah satunya menyebutkan bahwa Google mengizinkan aplikasi VR sebagai kunci pembuka layar lock screen ponsel.

Tujuannya agar layar ponsel tidak mendadak padam saat didiamkan dalam headset VR dalam waktu lama.

Raksasa mesin pencari itu juga dikabarkan sedang mencari cara untuk membuat headset VR yang bisa dipakai tanpa harus terhubung komputer atau dipasangi ponsel, seperti headsetheadset VR saat ini.

The Verge, hari ini,  Kamis, 21 April 2016, menulis, bukan hal yang mencengangkan jika Google mulai memacu pengembangan produk berbasis VR.

Teknologi tersebut sedang naik daun dan digadang-gadang akan menjadi tren baru.

Apalagi jika mengingat produk VR milik Google saat ini baru sebatas Cardboad App.

Sistem operasi Android tahun lalu menjadi bahan ejekan karena  banyak celah keamanan ditemukan dan membuatnya rawan diserang.

Lantas, bagaimana dengan kondisi sekarang?

Google mengklaim bahwa Android sudah tidak seperti dulu lagi.

Jumlah serangan yang dihadapi oleh sistem operasi mobile buatannya dikatakan jauh lebih menurun dari awal-awal kehadirannya.

Tahun lalu Android diserang oleh pengamat teknologi karena memiliki celah atau bug Stagefright yang membuat sekitar lima ratus juta pengguna ponsel Android berada dalam bahaya.

Bug Stagefreight selama ini dikenal sebagai bug Android yang paling berbahaya. Celah keamanan ini bisa dimanfaatkan untuk mengontrol dan mengambil data ponsel Android dari jarak jauh.

Bug Stagefright kali pertama ditemukan oleh firma keamanan Zimperium pada Juli tahun lalu.

Stagefright jenis baru, versi 2.0, kemudian ditemukan pada Oktober 2015. Bug ini menyamar sebagai file “.mp3” atau “.mp4” yang jika dibuka bisa membuat orang lain mengeksekusi program berbahaya.

Google  sempat uring-uringan dengan pengamat dan membantahnya lewat data.

Menurut Google, desas-desus yang membuat pengguna khawatir itu bertolak belakang dengan data yang mereka miliki.

Bahkan, OS Android diklaim Google sudah tidak seberbahaya dulu lagi.

“Data yang kami miliki ternyata bertentangan dengan kehebohan yang diperbincangkan oleh publik,” kata Adrian Ludwig, Lead Security Engineer Android, seperti dikutip dari laman situs  Recode, Kamis, 21 April 2016.

Menurut data yang terangkum dalam laporan bertajuk “Android Security State of the Union”, Google mengklaim, sepanjang tahun lalu, persentase perangkat Android yang dipasangi aplikasi berpotensi membahayakan sedikit sekali.

Jumlahnya, menurut Google, tak sampai setengah persen dari total semua perangkat Android yang beredar di dunia pada saat itu.

Google juga mengklaim, angka tersebut tidak berbeda jauh dengan temuannya pada dua tahun sebelumnya.

Sepanjang tahun lalu Google telah berupaya menjaga agar aplikasi-aplikasi yang beredar di toko digitalnya itu bersih dari aplikasi jahat yang mengandung malware atau program-program jahat lainnya.

Upaya itu termasuk memberikan update keamanan ke ponsel Android.

Menurut Google, upayanya itu mampu memangkas instalasi aplikasi berbahaya di ponsel pengguna sebanyak empat puluh  persen dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.

Sejalan dengan pengawasan terjadap  serangan itu, Google juga mengenalkan fitur keamanan baru seperti enkripsi penyimpanan secara penuh, baik untuk penyimpanan internal maupun eksternal.

Aplikasi yang di-update juga akan meminta izin lebih dulu, dan pengguna juga bisa mengatur data apa saja yang ingin dibagi dan yang tidak, dengan suatu aplikasi.

Para pengamat menilai, memang sudah saatnya bagi Google untuk menaruh perhatian lebih ke toko aplikasinya, mengingat serikat European Union  berencana menuntut Google karena dituduh memonopoli dengan bundling aplikasi sendiri di ponsel-ponsel Android.

Google bisa berkilah, EU mungkin tidak suka dengan cara kerja toko aplikasinya. Namun, setidaknya, keamanan terhadap aplikasi-aplikasi yang dijual itu terjamin.

Tags : slide