close
Nuga Life

Stop Bertengkar, Anda So Pasti Bahagia

Siapa yang tidak pernah bertengkar dengan pasangannya. Pertengkaran kecil dan tidak disertai emosional seharusnya mewujudkan hidup bahagia.

Tapi bagaimana dengan pertengkaran kecil yang disertai sikap emosional dan meledakkan kemarahan. Nah, ini yang yang menjadi fokus penelitian dari Ohio State University di bawah arahan Jan Kiecold-Glaser.

Menurut Jan, yang dirilis oleh “Daily Mail,” pertengkaran kecil tapi sering dan disertai ledakan emosi, akan menyebabkan terjadinya perlambatan metabolisme. Studi itu memastikan kebiasaan seperti ini ternyata juga berpengaruh pada risiko kegemukan lho.

Ya, para peneliti menemukan pria dan wanita dengan riwayat depresi yang kerap berlebihan berargumen ditemukan membakar lebih sedikit kalori setelah makan, jika dibandingkan dengan pasangan yang kurang argumentatif.

Selain membakar kalori lebih sedikit, pasangan yang kerap bertengkar atau berdebat juga memiliki kadar insulin yang lebih tinggi. Kadar insulin sendiri diketahui berkontribusi dalam penyimpanan lemak.

“Temuan ini tidak hanya mengidentifikasi bagaimana stres kronis dapat menyebabkan obesitas, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya untuk menjaga mood tetap baik sepanjang hari. Intervensi untuk kesehatan mental jelas bermanfaat juga bagi kesehatan fisik,” ungkap Kiecold-Glaser.

Untuk membuktikan hal ini, para peneliti merekrut empat puluh tiga pasangan berusia muda hingga manula, yang telah menikah selama setidaknya tiga tahun. Sebagai bagian dari studi, para peserta diminta menyelesaikan berbagai kuesioner yang mencakup penilaian kepuasan pernikahan, gangguan mood masa lalu dan gejala depresi.

Selama dua kunjungan studi sepanjang hari, semua peserta diberi makan telur, sosis, biskuit, dan saus Dua jam kemudian, pasangan-pasangan ini diminta untuk mendiskusikan dan menyelesaikan satu atau lebih masalah.

Masalah yang dipilih adalah seputar uang, komunikasi dan mertua. Aktivitas diskusi mereka kemudian direkam dan diamati oleh peneliti. Sampel darah juga diambil beberapa kali setelah makan untuk mengukur glukosa, insulin dan trigliserida, untuk dibandingkan.

Makanya untuk menuju hidup yang lebih baik kebahagiaan bukan hanya sekadar perasaan emosional. Selama bertahun-tahun, penelti menemukan fakta bahagia orang yang bahagia akan panjang umur dan hidup lebih sehat.

Perasaan sedih, cemas, atau kecewa seringkali membuat Anda merasa stres. Ketika stres, tak jarang tubuh menjadi rentan terserang penyakit karena sistem imun menjadi lemah.

Agar perasaan tersebut hilang dan Anda bisa terus memiliki energi positif dalam diri, tak ada salahnya untuk meningkatkan kebahagiaan diri Anda seperti dikutip dari CNN, dan bertengkarlah secara positif dan kemudian selesai.

Perasaan kecewa atau sedih setelah “rebut” dengan pasangan akan menjadikan Anda jadi permisif..

Penelitian di Harvard University menemukan bahwa orang yang selalu optimis tidak hanya menjadikan dirinya bahagia, lima puluh persen dari mereka pun tidak memiliki risiko penyakit jantung, serangan jantung, atau stroke.

Hal ini membuktikan bahwa dengan energi positif yang dimiliki tentu akan memberikan perlindungan pada tubuh untuk melawan penyakit kardiovaskular.

Peneliti pun melihat orang yang tidak bahagia dengan orang optimis, ternyata mereka tiga kali lebih berisiko untuk memiliki masalah kesehatan di usia mereka.

Banyaknya permasalahan dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari kerap membuat seseorang menjadi rentan stres. Jika Anda salah satunya, segera alihkan pikiran dan mencari hiburan. Sebab sering stres juga bisa membuat gula darah naik lho.

Stres dibagi menjadi dua, yakni stres akut dan stres kronis. Stres akut mungkin biasa Anda alami sehari-hari, bisa berupa masalah di kantor atau mungkin dengan pasangan. Setelah masalah terselesaikan, maka saat itu pula kondisi stres yang Anda alami akan mereda dan pikiran kembali normal.

Lain halnya jika masalah yang ada membuat rasa stres ini muncul cukup lama, bahkan bisa sampai berbulan-bulan. Situasi ini disebut sebagai stres kronis dan inilah yang kemudian bisa menimbulkan berbagai risiko penyakit.

Meskipun belum terbukti secara adekuat, stres kronis yang dibiarkan berlarut terlalu lama juga berkaitan dengan beberapa risiko penyakit seperti depresi, penyakit jantung, diabetes, dan penyakit autoimun.

Stres pun terbukti memainkan peran utama dalam penyebaran tumor ke bagian tubuh lain. Ya, hormon adrenalin dan stres fisik dapat mengubah lingkungan tempat tumor tumbuh. Keduanya bertindak sebagai ‘pupuk’ yang mendorong kanker payudara menjadi semakin menyebar.

Tags : slide