close
Nuga Life

Kurang Tidur Sebagai Indikasi Depresi

Para ahli setuju, depresi berkaitan erat dengan gangguan tidur.

“Gangguan tidur adalah gejala utama depresi,” ujar Myrna M. Weissman, profesor epidemiologi dan psikiatri di Columbia University pada laman Today.

Weissman menekankan, gangguan tersebut bisa muncul dalam berbagai bentuk, termasuk insomnia, kecenderungan untuk sulit tidur di malam hari dan bangun dengan perasaan buruk di pagi hari.

Berbagai studi yang dilakukan Harvard Medical School menunjukkan, sekitar enam puluh lima hingga sembilan puluh persen pasien dewasa dengan depresi berat mengalami beberapa gangguan tidur.

Studi lima tahun silam  yang dipublikasikan dalam jurnal Sleep menemukan, gangguan tidur seperti mengorok dan napas terhenti kerap dikaitkan dengan depresi berat.

Seperti ditulis  laman Today,  terkadang, individu menggunakan tidur untuk lari dari perasaan lelah, stres, cemas, dan merasa terpuruk.

Terkadang individu yang depresi pun menggunakan tidur siang untuk menghindari perasaan-perasaan tersebut.

Hal itu diungkap oleh Dr Helen M. Farrell, psikiater di Harvard Medical School dan Beth Israel Deaconess Medical Center.

“Secara pribadi maupun profesional, saya tak menyukai sebutan `depression naps` dan akan mencegah pasien menggunakan kata tersebut dan lebih menyarankan `tidur siang` saja,” ucapnya.

Tidur siang bermanfaat untuk mengembalikan energi dan meningkatkan daya kognitif, namun tidur siang terkait depresi justru sebaliknya.

`Depression naps` bukanlah cara yang baik untuk mengatasi perasaan Anda. Bahkan itu pada akhirnya cenderung menjadi sistem pertahanan diri Anda dari emosi negatif, jelas Farrell.

Dr Farrell mengingatkan pentingnya bagi individu untuk menerima perasaan.

“Sangat penting bagi orang untuk bisa mentolerir perasaan-perasaan mereka dan mempraktikkan kemampuan menghadapi emosi tersebut serta memerangi depresi, ketimbang larut di dalamnya,” jelas Farrell.

Profesor psikiatri klinis, Emanuel Maidenberg, dari University of California, Los Angeles pun setuju bahwa tidur siang semacam itu menjadi mekanisme pertahanan seseorang, menghindari perasaan tak berdaya mereka.

Bagaimana membedakan antara tidur siang yang menyehatkan dengan tidur siang terkait depresi?

“Kunci tidur siang yang baik adalah tidak terlalu lama, tidak sering, dan meningkatkan energi setelahnya. Itu sebabnya sering disebut `power nap`,” ujar Farrell.

Ketika tidur siang menjadi lebih lama dan mulai membuat lesu ketimbang berenergi, aktu ketika seseorang jadi tidak mampu mengerjakan segala sesuatunya, kemungkinan itu adalah tidur siang terkait gejala depresi.

Selain itu, bila tidur siang Anda diikuti dengan tanda-tanda depresi seperti kurang berenergi, sulit konsentrasi, mood rendah, maka Farrell menyarankan untuk segera mencari bantuan profesional.

Segala sesuatu yang kurang biasanya juga kurang baik, termasuk jumlah waktu tidur. Kurang tidur bisa menimbulkan berbagai efek negatif bagi tubuh. Apa saja?

Kurang tidur memiliki kerugian yang beragam.

Untuk Anda yang sedang diet, kurang tidur bisa mengacaukan usaha penurunan berat badan.

Kurang tidur juga bisa bikin suasana hati jadi buruk.

Mulai dari mudah marah, kelelahan akibat kurang tidur bisa sampai membuat seseorang depresi.

Efek lainnya adalah menurunnya imun tubuh. Kurang istirahat membuat Anda jadi gampang sakit.

Sebuah penelitian lain yang dilakukan di Swedia menemukan bahwa kurangnya waktu tidur dan paparan berlebihan terhadap media  tampaknya memiliki hubungan dengan terjadinya depresi.

Sebuah penelitian lainnya di Stockholm menemukan bahwa mereka yang menggunakan obat-obatan terlarang dan sering bolos sekolah lebih mudah mengalami depresi.

Kurangnya olahraga, kurangnya waktu tidur, dan terlalu banyak menghabiskan waktu melihat internet dapat membuat remaja lebih rentan terhadap depresi dan bahkan membuat mereka berpikiran untuk bunuh diri.

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara penggunaan internet dan terjadinya depresi.

Para peneliti menduga bahwa penggunaan internet merupakan salah satu cara para remaja ini untuk menghindari interaksi sosial atau dapat juga merupakan tempat mereka mencari pertolongan.

Sebenarnya, depresi sendiri dapat terjadi baik pada orang dewasa maupun pada remaja.