close
Nuga Life

Durasi Jadi Indikasi Hubungan Seks Ideal

Banyak faktor yang bisa dibicarakan berkaitan dengan kepuasan seks. Salah satunya adalah durasi yang menjadi indikator kualitas hubungan seks.

Bicara soal durasi seks, lama waktu yang diperlukan untuk mencapai kepuasan tentu berbeda bagi setiap orang. Tak ada lama waktu yang disepakati bersama sebagai durasi ideal hubungan intim.

Sejumlah studi berusaha menjawabnya. Setidaknya, sampai saat ini kita sepakat pada sebuah studi yang dilakukan oleh Society for Therapy and Research  dengan terapis seks sebagai partisipan. Mengutip Healthline, studi menyepakati seks ideal berlangsung

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan, hubungan seks yang berlangsung satu hingga dua menit dinilai terlalu pendek. Sementara durasi sepuluh hingga tiga puluh menit dinilai terlalu lama. Angka ini dihitung sejak proses penetrasi organ intim pria dan wanita terjadi.

Sebelumnya, jajak pendapat yang dilakukan oleh Fox News pada 2007 menemukan bahwa 80 persen pria dan wanita menginginkan seks yang bertahan selama 30 menit. Durasi ini mencakup foreplay dan hubungan seks yang melibatkan penetrasi organ intim.

Dari 80 persen itu, sebagian besar partisipan mengaku bahwa durasi hubungan seks yang melibatkan penetrasi organ intim hanya terjadi pada waktu yang cenderung singkat. Peneliti sepakat bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 6 menit.

Umumnya, durasi seks ideal ditentukan berdasarkan waktu latensi ejakulasi intravaginal (IELT). Nama terakhir merupakan waktu seberapa lama pria mampu mengontrol atau menahan ejakulasi.

Kendati demikian, tak ada yang bisa menetapkan durasi seks ideal. Pasalnya, hal itu tergantung pada bagaimana seseorang mendefinisikan seks. Beberapa mendefinisikan seks dengan berpaku pada proses penetrasi organ intim pria dan wanita.

Sementara beberapa lain menganggap hubungan seks merupakan gabungan antara foreplay dan penetrasi organ intim.

Sebuah penelitian  mencoba menjawab durasi seks ideal dengan menggabungkan faktor IELT dengan foreplay. Mengutip The Cut, studi meminta pria dan wanita melaporkan berapa lama waktu ideal untuk sesi foreplay dan seks yang melibatkan penetrasi organ intim.

Hasilnya, partisipan melaporkan rata-rata durasi ideal  untuk foreplay dan hubungan seks yang melibatkan penetrasi organ intim.

Dalam beberapa kasus, faktor biologis memengaruhi berapa lama aktivitas seksual seseorang berlangsung. Salah satunya adalah usia.

Mengutip Healthline, hal-hal akan berubah seiring bertambahnya usia. Seseorang akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terangsang hingga ereksi yang lebih sulit untuk dipertahankan. Khususnya pada wanita, perubahan hormon juga akan berkontribusi pada kekeringan organ intim.

Selain itu, faktor alat kelamin juga dinilai memberikan pengaruhnya. Sebuah studi menemukan bahwa bentuk organ intim pria ditengarai berpengaruh terhadap kemampuan pria untuk terus memberikan dorongan.

Terakhir adalah disfungsi seksual. Ejakulasi dini dapat menyebabkan klimaks berjalan lebih cepat dari yang Anda inginkan. Sebaliknya, seseorang yang kesulitan untuk berejakulasi, membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai klimaks.

Selain itu Anda juga perlu tahu beberapa hal yang terjadi pada tubuh Anda jika tak berhubungan seks dalam waktu agak lama.

Absennya aktivitas seksual dari hubungan membuat seseorang kurang terhubung dengan pasangan. Artinya, seseorang tak mendapatkan banyak dukungan dalam mengelola stresor harian.

Mengutip Men’s Health, ahli saraf, dr Debra W Soh mengatakan bahwa selama orgasme, tubuh melepaskan hormon endorfin yang mampu meningkatkan suasana hati.

Menukil situs kesehatan WebMD, beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang berhubungan seks lebih intens memiliki kemampuan mengingat yang lebih baik. Seks diklaim mampu membuat otak menumbuhkan neuron dan bekerja lebih baik.

Seks teratur membantu tubuh melawan penyakit. Alhasil, jangan heran jika Anda kerap terserang flu saat berada dalam kondisi jarang berhubungan seks.

Seorang pasien diminta untuk berhubungan seks sebanyak  satu hingga dua kali dalam sepekan. Pasien diminta untuk memberikan sampel air liur. Hasilnya, ditemukan konsentrasi tinggi imunoglobulin A–pelawan dan penghilang flu–dalam air liur yang diamati.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam American Journal of Medicine menyimpulkan bahwa pria berusia 50-70an yang tak aktif secara seksual lebih mungkin menderita disfungsi ereksi.

Mengutip Health24, hal itu disebut masuk akal. Membuat anggota tubuh bergerak aktif di zona sensitif bisa sangat membingungkan saat seseorang telah tak berhubungan seks selama berbulan-bulan.

Namun, penelitian tersebut memberikan solusi. Yakni dengan melakukan ejakulasi secara teratur yang disebut mampu mengontrol dampak yang satu ini.

Penelitian tersebut juga menyebut keterkaitan antara masturbasi dan risiko kanker prostat. Disebutkan bahwa frekuensi tinggi ejakulasi mampu menekan risiko kanker prostat ke tingkat yang lebih rendah

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal medis Biological Psychology menemukan keterkaitan antara hubungan seks secara teratur dengan tekanan darah rendah. Artinya, jika Anda jarang melakukan hubungan seks, tekanan darah perlahan meningkat.