close
Nuga Life

Apakah Anda Punya Kepribadian Ambivert?

Bila Anda cenderung menyukai situasi yang tenang dan tidak begitu banyak orang, itu artinya Anda memiliki kepribadian introvert.

Sebaliknya, orang dengan kepribadian ekstrovert merasa nyaman di keramaian dan mudah bersosialisasi dengan banyak orang.

Lantas, bagaimana bila Anda tidak condong pada salah satu kutub kepribadian tersebut alias Anda berada di tengah-tengah spektrum kepribadian introvert dan ekstrovert?

Nah, itu artinya Anda memiliki kepribadian ambivert. Masih terdengar asing? Tenang, informasi lengkapnya bisa Anda simak dari ulasan berikut.

Ambivert adalah mereka yang memiliki kepribadian yang seimbang antara introvert dan ekstrovert.

Kepribadian ini dapat digambarkan saat mereka senang bersosialisasi, tapi juga membutuhkan waktu untuk menyendiri.

Adam Grant, seorang psikolog dari Wharton School of the University of Pennsylvania di Amerika Serikat, menemukan bahwa dua pertiga manusia di dunia tidak bisa digolongkan dalam kepribadian introvert maupun ekstrovert.

Maka semenjak itulah dicetuskan kepribadian ambivert yaitu kecenderungan pada kedua kepribadian, baik introvert maupun ekstrovert.

Kecenderungan kepribadian seseorang berasal dari tingkat dopamin, yaitu hormon pada otak yang memberikan rasa nyaman dan bahagia.

Setiap orang memiliki tingkat dopamin yang berbeda-beda, terutama pada neokorteks, yaitu area otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi mental seperti bahasa dan pemikiran secara sadar.

Mereka yang memiliki tingkat dopamin yang lebih tinggi cenderung menjadi introvert. Ini dikarenakan mereka mencoba untuk menghindari lingkungan sosial yang mungkin membuatnya merasa cemas atau tidak nyaman.

Maka kadar kebahagiaannya dimunculkan dari dopamin yang mereka miliki dan merasa nyaman dengan dunianya sendiri.

Sementara dengan orang yang ekstrovert cenderung memiliki tingkat dopamin yang rendah.

Akibatnya, mereka cenderung merasa bosan sehingga mencari kondisi lingkungan sosial untuk mendapat asupan dopamin dari lingkungan sekitarnya agar merasa lebih baik.

Anda mungkin masih ragu apakah Anda termasuk introvert, ekstrovert, atau ambivert. Namun, bila Anda cenderung merasakan hal-hal di bawah ini, maka Anda mungkin memiliki kepribadian ambivert.

Anda bisa mengerjakan tugas secara individu maupun dalam kelompok.

Anda senang menjadi pusat perhatian, tapi lama-lama risih juga dalam kondisi tersebut.

Beberapa orang mengira Anda orangnya tertutup, sementara yang lainnya menganggap Anda sangat terbuka.

Anda merasa tidak perlu banyak melakukan aktivitas di luar, tapi bila berdiam diri terlalu lama membuat Anda merasa bosan.

Bicara dengan banyak orang atau berbasa-basi terasa menyenangkan. Akan tetapi, kalau sudah terlalu banyak orang atau percakapannya didominasi dengan basa-basi, Anda akan lelah juga.

Jika Anda menghabiskan terlalu banyak waktu menyendiri, Anda merasa bosan. Namun, terlalu banyak waktu dengan orang lain membuat energi Anda terkuras.

Bila Anda termasuk dalam ambivert, maka Anda sesungguhnya memiliki beberapa keuntungan yang mungkin tidak dirasakan oleh seorang introvert maupun ekstrovert.

Seorang ambivert memiliki kemampuan beradaptasi pada situasi yang berbeda di mana saja mereka berada. Lain halnya dengan introvert atau ekstrovert yang berkembang dan membaur hanya pada lingkungan yang sesuai dengan tipe kepribadian mereka.

Seorang ambivert memiliki insting yang kuat. Ia tahu kapan harus berbicara dan kapan harus mendengarkan.

Karena itu, orang dengan tipe kepribadian ini umumnya berprestasi dalam bidang penjualan. Ia akan mendengarkan apa kebutuhan dan keinginan pembeli, sehingga ia mampu memengaruhi pembeli dengan kemampuannya menjual sesuatu.

Studi dari University of Nottingham dan University of California menemukan bahwa orang yang berkepribadian terbuka memiliki sistem imun yang lebih kuat dibandingkan orang yang berkepribadian tertutup.

Sikap ekstrovert yang eskpresif dan bersemangat dianggap dapat mempengaruhi kekuatan sistem imun karena kegembiraan dapat menaikkan kekebalan tubuh.

Selain itu, ekstrovert dianggap memiliki respon inflamasi yang lebih baik. Respon inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Sedangkan introvert dianggap memiliki respon inflamasi yang lebih lemah. Imunitas introvert juga mungkin terhambat karena mereka cenderung lebih jarang merasakan emosi positif yang berasal dari interaksi sosial.

Penelitian dari Walter Reed Army Institute  menemukan bahwa introvert lebih dapat menahan dampak negatif akibat kurang tidur dibandingkan ekstrovert.

Mereka yang memiliki kepribadian ekstrovert dianggap sering kali menghabiskan waktu lebih banyak untuk berinteraksi sosial.

Interaksi sosial tersebut ternyata dapat membuat otak yang mengatur konsentrasi merasa kelelahan.

Akibatnya, mereka lebih sulit bekronsentrasi dan menjadi kurang hati-hati dibandingkan introvert. Adanya rangsang kortikal di otak yang lebih tinggi pada introvert juga menjadi penyebab seorang introvert lebih dapat fokus saat mengantuk dibandingkan dengan ekstrovert.

Tanpa Anda sadari, kepribadian memiliki kaitan erat dengan cara seseorang mengatasi stres. Tingkat gairah kortikal yang lebih tinggi juga membuat introvert lebih kuat terhadap rangsangan luar seperti pemandangan dan suara.

Hal tersebut membuat introvert lebih merasa “tertekan” jika berada di lingkungan yang ramai, keras atau penuh sesak. Akibatnya, hal tersebut membuat mereka lebih mudah merasakan kecemasan dan stres dibandingkan ekstrovert.

Oleh karena mereka lebih rentan terhadap kecemasan, introvert memiliki risiko depresi klinis yang lebih tinggi.

Setidaknya satu penelitian dengan sampel kecil menemukan bahwa anggota populasi depresi secara klinis cenderung memiliki kepribadian introvert.

Namun, meskipun tidak semua orang introvert membenci keramaian, kebanyakan dari mereka lebih memilih bergaul dengan lingkup pertemanan yang lebih kecil, dibanding dengan kelompok besar atau dengan orang-orang yang tidak dikenal dekat.

Sebaliknya, ekstrovert justru mencari situasi ramai untuk meningkatkan tingkat gairah mereka sendiri.

Studi telah menemukan bahwa ketika memproses stimulasi, introvert memiliki lebih banyak aktivitas di daerah otak yang memproses informasi, membuat makna, dan pemecahan masalah.

Sehingga tidak mengherankan jika introvert lebih memilih untuk membuat keputusan dengan pertimbangan yang matang dibandingkan dengan pertimbangan singkat.

Penelitian juga telah menemukan adanya hubungan antara kemampuan tersebut dengan dengan kesehatan yang lebih baik dalam jangka panjang.

Kaitan ini bukan untuk menandakan bahwa introvert lebih sehat dibandingkan ekstrovert atau sebaliknya.

Kaitan ini hanya untuk menunjukkan bahwa ternyata, tanpa Anda sadari, kepribadian memiliki pengaruh terhadap kesehatan Anda.

Hal ini diharapkan dapat membantu Anda mengetahui apa yang terjadi pada tubuh Anda dan mengetahui harus Anda lakukan untuk tubuh Anda agar tetap berada dalam keadaan sehat.