Site icon nuga.co

Kala Sahur dan Berbuka di Benderang Siang

Ujung Utara Europa. Orang menyebutnya dengan Akritik. Negeri yang mataharinya bisa bersinar sepanjang hari tanpa mengenal malam, atau pun malam yang berumur pendek dua hingga empat jam.

Ya. Akritik. Sebut saja Swedia, Norwegia, Finlandia dan Greenland sekalian, di hari-hari bulan Ramadhan memang sebuah sensasi dari benderangnya Matahari yang panjang.

Nah, nun disana di puncak kutub, saudara muslim tetap menjalani puasa yang jauh lebih berat dibanding daerah lainnya.

Di sana, seperti dilaporkan dalam investagasi jaringan televisi Al Jazzera tersedia tantangan matahari tak benar-benar terbenam.

Mereka merasakan dua puluh empat terang benderang tanpa malam yang gelap.

Lalu bagaimana mereka mengatasi tantangan tersebut kala Ramadhan datang?

Apakah mereka berpuasa sepanjang hari, tan pa ada malam. Kapan mereka harus berbuka dan sahur?

Tidak. Mereka, oleh ulama disana diberikan berbagai pilihan untuk berbuka dan sahur. Ada yang meyakini berbuka dan sahur sesuai dengan waktu dari kota terdekat.

Tapi tak kurang pula meyakini untuk menyamakan durasi puasa mereka dengan Mekah.

Itu artinya, jika imsak di Mekah jatuh pada pukul 05 pagi maka penganut agama Islam di region Artik juga turut mematuhi imsak pada pukul yang sama. Begitu pula pada saat berbuka.

Seperti diliput Al Jazzera, Matahari benderang sepanjang siang dan malam tak menghalangi niat tulus mereka untuk tetap menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.

Selain Al Jazzera, laman situs Al-Arabiya hari Selasa melaporkan bdari kota Rovaniemi di Finlandia yang terletak enam puluh enam derajat di Lingkaran Arktik. Di kota ini, matahari terbit pukul nol tiga lewat dua puluh menit dini hari dan tenggelam pukul sebelas lewat dua puluh malam.

Berarti, antara shubuh dan magrib terbentang waktu yang sangat lama. Muslim di wilayah ini bisa berpuasa hingga dua puluh jam saat Ramadhan.

Apalagi jika Ramadhan jatuh di musim panas, matahari hampir tidak pernah terbenam.

Muslim di wilayah ini terbagi dua dalam berpendapat soal ini. Sebagian mengikuti laju matahari, sebagian lainnya pilih ikut waktu di negara terdekat.

Sebut saja Mahmoud Said, warga Finlandia yang berasal dari Kenya memilih opsi kedua. Dia mengikuti jadwal puasa di negara tetangga, yaitu Turki.

“Kita harus gunakan akal sehat. Kami berpuasa empat belas hingga lima belas jam sehari,” kata Said yang memperkirakan terdapat lebih dari seratus Muslim di Rovaniemi, kebanyakan berasal dari Irak, Somalia dan Afganistan.

Hal serupa juga dilakukan di negara Arktik lainnya, yaitu Alaska di Amerika Serikat. Setelah debat panjang, para cendekiawan Muslim di kota Anchorage, Alaska, pilih ikut jadwal puasa di Mekkah.

Namun, hal berbeda disampaikan oleh Dewan Fatwa Eropa di Dublin.

Para ulama di negara ini mengatakan jadwal puasa harus mengikut terbit-terbenam matahari, termasuk bagi mereka di utara Bumi. Tidak ada alasan.

“Debat masalah ini telah berlangsung bertahun-tahun. Kami berpuasa berdasarkan matahari, dari terbit sampai tenggelam. Ini dilakukan oleh sembilan puluh persen Muslim Swedia,” kata Omar Mustafa, ketua Asosiasi Islam di Swedia.

Hal ini diterapkan oleh Kaltouma Abubakar dan sembilan anggota keluarganya di kota Rovaniemi.
Tidak seperti Said, keluarga imigran Sudan ini berpuasa selama dua puluh jam sehari.

“Puasa di bulan Ramadan sangat lama. Berbuka sekitar pukul 11.30 malam. Sahur pukul 02 pagi,” kata wanita ini yang mengaku mulai masak untuk berbuka pada pukul 17.00sore.

Perhitungan Ramadan berdasarkan kalender bulan berlangsung di saat yang berbeda setiap tahunnya.

Pada 2015 ini, Ramadan jatuh pada titik balik matahari di Arktik, saat siang hari sangat lama.

“Saat itu, kami hanya akan punya waktu sepuluh menit untuk berbuka puasa,” kata Abubakar.

Kendati demikian, Abubakar sekeluarga menjalani puasa di utara dengan senang hati dan ikhlas. Terutama karena wilayah ini dingin, sehingga mereka tidak mudah kehausan.

“Tidak seperti di Afrika, di Finlandia kau tidak akan cepat haus. Tidak peduli seberapa lama kau puasa, kau tidak terlalu ingin minum,” kata dia

Lantas dimana mereka harus mendapat makanan berbuka?

Kalau di negeri ini menjelang buka puasa sudah sibuk mau buka di mana, beli makanan apa, namun mereka di Arktik justru tak bisa merasakan berbuka puasa luar rumah.

Rata-rata tempat makan sudah tutup pukul sepuluh malam. Untuk itu, mau tak mau mereka harus makan di rumah.

Kalau mau makanan restauran ya harus beli sebelumnya untuk dimakan malam hari. Kebanyakan dari mereka yang berpuasa di Eropa adalah memasak sendiri makanan buka puasanya.

Dengan waktu makan yang sangat singkat, tentunya mereka yang berpuasa di Eropa memanfaatkan malam hari yang pendek itu dengan tidak tidur.

Pukul setengah sepuluh, mereka baru berbuka puasa, sehingga sholat tarawih baru bisa dilakukan di atas jam dua belas malam.

Setelah terawih, mereka langsung melanjutkan dengan makan sahur. Kebayangkan bagaimana pendeknya waktu makan mereka yang berpuasa di Eropa?

Exit mobile version