Site icon nuga.co

Jeritan Gadis Gaza Bikin Kita Merinding

Farah Baker. Ia seorang gadis Gaza bermata jernih dengan tatapan bulat. Ia anak Pelistin yang kakek neneknya terusir dari Haifa atas nama “zionisme.”

Ia lahir di Gaza City sebagai “buangan” di kamp kumuh dan dimiskinkan oleh isolasi Israel dan Mesir atas nama keamanan negeri mereka, enam belas tahun lalu.

Melalui akun Twitternya, Farah Baker nama gadis itu mengungkapkan ketakutannya akibat serangan Israel memborbardir Gaza.

Farah Baker bukan Ahed Atamimi, gadis kecil Gaza pemberani yang “menerjang” tentara Israel ketika hatinya terluka oleh kematian sahabatnya yang di terjang peluru bedil Israel. Ahed memang gadis kecil pemberani dengan melawan tentara zionis ketika menangkap seorang teman wartawannya dan untuk itu ia di undang Perdana Menteri Turki, Tayyep Erdogan, ke Ankara menerima penghargaan setahun yang lalu.

Farah Baker memang bukan Ahed yang tampil secara fisik, menghardik dan berang sembari mendorong tubuh tentara Israel yang kebingungan.

Walau pun begitu, Farah adalah juga anak Gaza seperti Ahed. Ia lahir dari himpitan kemiskinan dan tekanan kejiwaan sebagai anak terusir dan tidak punya tanah. Bahkan tidak punya harga diri. Dan siapa yang peduli dengan Farah atau pun Ahed.

Di kecamuk perang Gaza kali ini, yang mulai pecah 08 Juli lalu, Farah Baker berada di Gaza. Ia berada di rumah bersama keluarga saat bom-bom gentayangan menghancurkan pemukiman. Rumah-rumah, masjid, rumah sakit dan semuanya.

Farah bukan seperti Ahed yang menampilkan fisiknya untuk melawan tentara “zionis,” yang kemudian diunduh ke YouTube ditahun 2012 lalu.

Farah memiliki penderitaan yanvg sama dengan Ahed. Tapi ia menggunakan media yang lain. Ia hanya berkicau di twitter sepanjang malam tentang suara bom dan roket yang jatuh di dekatnya.

Selain itu Farah juga berkicau soal komentarnya mengenai serangan tersebut dan mengunggah video juga rekaman audio di twitternya, termasuk rekaman adiknya yang berumur enam tahun.

Lewat akunnya @Farah_Gazan, Farah memulai live tweet-nya. Dia menulis, ia tak dapat berhenti menangis dan menyatakan kemungkinan ia akan meninggal. Akun tersebut diyakini kebenarannya karena anak tersebut sudah live tweet tentang situasi di Gaza selama tiga minggu terakhir.

“Ini di daerah saya. Aku tidak bisa berhenti menangis. Aku mungkin akan mati malam ini,” tulis Farah seperti yang dilansir situs sebuah surat kabar terkenal Inggris, “telegraph.co.uk,” Selasa, 29 Juli 2014 kemarin.

Dalam kicauannya yang lain Farah juga berkata, “Aku berumur enam belas tahun dan telah menyaksikan tiga kali perang, seperti yang saya lihat, ini merupakan yang paling sulit.”

Akun twitter tersebut kini memiliki lebih dari tiga puluh ribu pengikut. Saat ini Farah mulai berkicau soal serangan yang terjadi pada Minggu malam setelah kicauannya soal perayaan Idul Fitri.

Farah juga melanjutkan kicauannya mengenai kondisi dekat rumahnya, ia mengatakan bahwa dirinya sedang tidak aman karena di sekitar rumahnya dan tidak tahan akan suara bom yang begitu keras, selain itu listrik di rumahnya juga mati dan yang terlihat hanyalah cahaya api.

“Saya menangis dan tidak tahan akan suara bom! Saya akan kehilangan pendengaran saya,” tulis Farah.
Tak hanya kicauan. Ia juga membagikan sejumlah video yang memperlihatkan apa yang dilihat dan didengar. Farah menyebut, serangan Israel yang tengah ia rasakan adalah yang terburuk.

Selain itu dukungan juga datang dari para pengikutnya di twitter yang mengatakan bahwa mereka akan mendoakan untuk keselamatan Farah dan Palestina.

Farah juga melanjutkan kicauannya teman-temannya yang tews dan ayah saudaranya yang telah tiada oleh bom. Gadis itu juga menuliskan, betapa ia terpukul ketika puluhan jenazah dibaringkan untuk kemudian dibungkus dengan kain kafan seadanya untuk di kuburkan.

“Saya tidak takut mati. Tapi saya takut dengan suara bom. Saya tak bisa membuat suara bom itu seperti sebuah simphoni. Saya telah mencoba untuk menghitung berapa kali ledakannya terjadi. Tapi saya lupa lagi karena begitu banyak dentumannya.”

Ia juga menceritakan tentang bagaimana saudara-saudaranya menggali mayat di timbunan beton gedung-gedung dan rumah-rumah yang rubuh.

Kamerin saya datang ke masjid di dekat rumah yang hancur. Di sana semuanya sudah musnah. Para warga menshalatkan para pejuang itu di luar masjid.

Farah juga selalu menuliskan tentang kematian yang bisa saja datang dalam hitungan detik. “Saya tidak tahu kapan malaikat maut datang. Saya siap untuk mati kalau itu janji dari yang Kuasa.”

Di lain kesempatan, farah menulis tentang kebanggaannya terhadap pejuang Hamas. Mereka adalah pahlawan kami. Mereka martir. Mereka berjuang untuk harga diri Palestina.

Dalam kesempatan lain farah mengulang tweetnya tentang kondisi dekat rumahnya, ia mengatakan bahwa dirinya sedang tidak aman karena di sekitar rumahnya dan tidak tahan akan suara bom yang begitu keras, selain itu listrik di rumahnya juga mati dan yang terlihat hanyalah cahaya api.

“Saya menangis dan tidak tahan akan suara bom! Saya akan kehilangan pendengaran saya,” tulis Farah.

sumber : the telegraph, bbc dan middle east monitor

Exit mobile version