Site icon nuga.co

Aksi Pokemon Go Makin Gaduh Saja

Tak terbantahkan, aksi Pokemon Go makin gaduh sejak tiga pekan lalu dirilis.

Aksi ini ditandai dengan riuh-rendah demam game Pokemon Go, bagi pengguna ponsel.

Dan aksi ini pula tak bisa dinikmati   pengguna ponsel  Windows Phone

Penyebabnya  aplikasi yang bersangkutan memang belum dirilis untuk platform mobile besutan Microsoft tersebut.

Menyikapi kekosongan itu, developer bernama ST-Apps pun mencoba mengembangkan game third party mirip Pokemon Go.

Konsep game yang bersangkutan lantas ditunjukkan dalam bentuk animasi GIF

Di dalamnya tampak pemain mengarahkan kursor berbentuk jari tangan ke arah pokemon yang muncul di layar. Sesudah tertangkap, muncul pesan berisif notifikasi di bagian atas layar.

Memang tampilannya tak sebagus game Pokemon Go asli. Game bikinan ST-Apps pun tidak dilengkapi fitur Augmented Reality, tapi aplikasinya bisa tersambung ke server Niantic selaku pemilik Pokemon Go.

Tentu, namanya masih konsep, belum tentu nantinya game ini bakal benar-benar dirilis ke pasaran. Sang developer juga merasa khawatir soal masalah hukum terkait hak cipta yang bisa mengemuka.

Koneksi ke server Niantic yang selama ini tidak dienkripsi pun kemungkinan nantinya bakal dikunci.

Apabila koneksi tersebut tetap dibuka pada Agustus mendatang, ST-Apps berencana merilis versi open source dari aplikasi “Pokemon Go” third party ini.

Berlainan dengan kondisi sepi yang dialami oleh pengguna Window, aksi Pokemon Go kini menjadi pemandangan baru muncul di sudut-sudut kota.

Sekelompok orang kerap terlihat berkumpul dan berkeliling kota dengan gadget-nya.

Mereka ternyata mencari Venusaur, Bulbasaur, Pikachu, dan banyak lagi lainnya.

Nama-nama tersebut tak lain adalah monster digital dari game Pokemon Go yang harus ditangkap dan dikumpulkan untuk memenangkan permainan.

Kurang dari sebulan, game ini sudah terpatri di jutaan hati dan gadget pengguna.

Demam Pokemon Go pun sedang melanda dunia, tak terkecuali Indonesia.

Saat dimainkan, Pokemon Go sempat memicu berbagai insiden, mulai dari jatuh dari jurang hingga tewas ditembak.

Di Indonesia, game perburuan monster ini pun dianggap bisa membocorkan rahasia negara. Meski demikian, Pokemon Go tetap dicinta dan menyandu pengguna.

Siapa otak di balik game Pokemon Go yang dibangun selama dua puluh tahun ini?

Seperti apa keseruan dan cara memainkannya?

Setelah tiga pekan dihadirkan  bermunculan para pemain ahli Pokemon Go yang menawarkan akun level tinggi dengan koleksi beragam monster di dalamnya.

Mereka memasang iklan di situs jejaring sosial dan situs jual-beli seperti Craiglist dan Facebook, juga PlayerUp.com yang memang memfasilitasi perdagangan akun game.

Harganya bervariasi tergantung level karakter dan koleksi monster.

Mulai ratusan ribu rupiah untuk akun level rendah hingga seribuan dollar dengan koleksi aneka monster langka.

Penjual akun yang dihargai seribu dollar AS memajang koleksi monster yang lebih mencengangkan, meliputi Dragonite CP 1412, Vaporeon CP 1872, dan Gyrados CP 1781.

Tentu, masih harus dibuktikan apakah isinya benar seperti yang diiklankan dan bukan upaya menipu.

Sasaran mereka adalah para pemain Pokemon Go pemula dengan kantong tebal yang tak mau capek-capek jalan kaki untuk berburu Pokemon.

Dengan merogoh kocek, koleksi monster dan karakter level tinggi pun bisa didapat secara instan.

Meski tak disetujui oleh developer yang bersangkutan, fenomena perdagangan akun sebenarnya merupakan hal biasa dalam dunia game online, terutama untuk  game yang memungkinkan pembangunan karakter secara bertahap seperti jenis MMORPG dan Pokemon Go ini.

CEO PlayerUp Eric Schweitzer menuturkan bahwa hal serupa juga terjadi pada game lain yang sudah lebih dulu beredar, seperti World of Warcraft dan Clash of Clans.

Bedanya, Pokemon Go hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat untuk meraih popularitas luar biasa sehingga langsung memunculkan perdagangan akun.

“Saya tak pernah melihat perhatian yang begitu besar terhadap game seperti ini dalam tahapan yang masih sangat awal,” aku Schweitzer, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Wired, Selasa (19/7/2017).

Menurut Schweizter, biasanya sebuah game membutuhkan waktu relatif lama untuk membangun popularitas. World of Warcraft perlu tiga tahun untuk memuncak, sementara Clash of Clans sekitar dua tahun.

Adapun Pokemon Go, mesti sudah sangat populer, Schweitzer menyebutkan bahwa “demam” Pokemon sebenarnya masih berada dalam masa-masa awal mengingat game yang bersangkutan memang belum diluncurkan secara resmi di sebagian besar wilayah dunia.

Ke depan, boleh jadi popularitas Pokemon Go akan semakin menanjak sehingga pasaran jual beli akunnya pun bakal meledak.

Exit mobile version