Site icon nuga.co

Twitter- Facebook Akui Hoaks Sulit Diatasi

Hoaks?

Ya, dan yang pasti berita “bohong” ini sulit untuk dimusnahkan.

Paling tidak itu yang diungkapkan oleh perwakilan berbagai media sosial besar

Sebut saja  Facebook, Twitter, dan Youtube.

Mereka sepakat  menyebut bahwa isu ujaran kebencian, propaganda, dan berita bohong sangat kompleks.

Hal ini diungkap perwakilan ketiganya dalam diskusi panel dengan mahasiswa hukum dan pengacara di Universitas Stanford.

Perwakilan tiga media sosial ini menyebut bahwa untuk masalah ini tak memiliki jawaban yang mudah dan mereka juga tak yakin ada masalah didalamnya.

Untuk memberantas masalah ini, Twitter tiap minggunya menyelidiki enam koma empat juta akun.

Hal ini dilakukan untuk mencegah menyebarnya infomasi yang salah dan aktor-aktor dibaliknya.

Namun, Nick Pickles, Manager Kebijakan Publik Senior Twitter tak menyebut berapa banyak dari akun yang dicurigai itu yang akhirnya dihapus. Ia hanya menyebut jumlahnya besar.

Ia juga tak mengungkap bagaimana mereka memastikan orang yang ada di belakang akun yang ditangguhkan itu berhenti membuat akun atau konten negatif lainnya.

Twitter juga menyebut bahwa telah melakukan pembaruan API untuk kepada aplikasi yang bisa menggunakan beberapa akun Twitter sekaligus, seperti Tweetdeck.

Para penguasa media sosial itu juga menduga tak ada yang tahu berapa banyak informasi yangg salah dan ujaran kebencian yang ada dan bagaimana dampaknya.

Panel itu juga menyimpulkan bahwa tidak jelas dan tidak diketahui apakah ujaran kebencian sebenarnya memengaruhi seseorang.

Juniper Downs, Kepala Kebijakan Publik dan Relasi Pemerintah YouTube Global setuju bahwa tiga masalah tersebut terlalu dibesar-besarkan dan membantah kalau demokrasi telah mati.

Ia menyebut bahwa masalah misinformasi dan propaganda telah hadir dalam sejarah Amerika Serikat. Sehingga, aktor-aktor jahat ini akan tetap hadir, ada atau tidak adanya media sosial. Mereka hadir secara online ataupun offline.

Ia pun menganggap terburu-buru membuat kebijakan baru tanpa memahami isunya secara keselluruhan merupakan suatu kesalahan, seperti disebut Business Insider

Sementaar itu, Mark Zuckerberg menyebut bahwa kecerdasan buatan  juga kesulitan untuk mendeteksi hoaks

Artificial Intellegence malah menurutnya lebih mudah mendeteksi konten yang menunjukkan ketelanjangan dan terorisme ketimbang ujaran kebencian itu.

Sebelumnya saat berbicara di kongres AS, Zuckerberg menyebut perlu lima sampai sepuluh tahun bagi teknologi kecerdasan buatan agar cukup matang agar bisa mengenali dan membedakan ujaran kebencian yang berupa fitnah terkait politik.

“Lebih mudah membangun sistem AI untuk mendeteksi puting ketimbang ujaran kebencian,” tuturnya pada konferensi pers saat mengumumkan pendapatan kuartal pertama Facebook

Selain lebih mudah mendeteksi ketelanjangan, AI juga lebih bisa mendeteksi konten yang bebau terorisme, baik yang terkait ISIS maupun Al-Qaeda ketimbang ujaran kebencian.

Dengan bantuan kecerdasan buatan, Facebook mengklaim secara aktif berhasil menyingkirkan sembilan puluh sembilan persen konten terkait terorisme tanpa mendapat pemberitahuan terlebih dulu dari pengguna.

Namun, membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi sistem AI Facebook untuk mengidentifikasi ujaran kebencian.

Perbedaan kemampuan identifikasi yang mencolok ini diaku Zuckerberg sangat membuat frustasi, seperti disebutkan Business Insider.

Sementara kemampuan AI Facebook memang telah dirancang agar media sosial itu otomatis menghapus konten dewasa dan ketelanjangan, demikian diberitakan Engadget.

Exit mobile version