Site icon nuga.co

Stephen Hawking Mau Bunuh Diri Lagi?

Masih ingat Stephen Hawking?

Itu. Fisikawan yang sekaligus sekaligus kosmolog yang sering bikin sensasi dengan temuannya terhadap jagat raya dan sejak muda tersandera di kursi roda akibat kelumpuhan.

Ya. Stephen Hawking, kini, muncul dengan sensasi baru yang tidak punya hubungan dengan temuan atau pendapatnya mengenai jagat raya.

Sensasi yang dimunculkan oleh Hawking adalah keinginannya untuk mempertimbangkan mengakhiri hidupnya sendiri jika ia menjadi beban bagi orang lain atau jika ia tidak memberi kontribusi lebih.

Tetapi, rencana itu nampaknya tidak akan terwujud karena Hawking mengatakan kepada BBC, bahwa ia memiliki banyak tugas karya ilmiah yang harus dilakukan sekalipun penyakitnya menghalangi secara fisik.

“Saya akan mempertimbangkan meminta bantuan bunuh diri jika saya jadi pesakitan atau merasa tidak memberi berkontribusi lebih atau hanya beban bagi orang-orang di sekitar saya,” ujar Hawking kepada pewawancaranya, Dara O’Briain.

ni bukan pertama kalinya Hawking menyatakan rencana bunuh diri. Pada 2014 lalu, Hawking bercerita bahwa pada pertengahan 1980-an ia berusaha untuk mati setelah menjalani operasi trakeostomi.

“Saya sempat mencoba bunuh diri dengan tidak bernapas,” katanya. “Namun, refleks bernapas terlalu kuat.”

Tiga puluh tahjun lalu, Hawking juga pernah berupaya meminta bantuan istrinya untuk bunuh diri ketika menderita komplikasi pneumonia, dengan cara mematikan mesin-mesin yang menopang hidup Hawking.

Saat itu sang istri, yang bernama Jane, menolak mematikan mesin penopang hidup itu.

Mungkin tanpa sosok Jane Wilde, Hawking belum tentu bisa seperti sekarang. Wilde berkenalan dengan Hawking sebulan sebelum ia divonis menderita ALS. Namun, Wilde mengakui sudah jatuh cinta padanya.

ALS yang berarti matinya saraf yang mengatur cara kerja otot tentu bakal menyusahkan hidup Hawking. Wilde sadar akan hal itu namun ia tetap bersikeras untuk menjalani hidup dengan Hawking karena ingin membahagiakannya.

Hidup keduanya memang bahagia. Mereka menikah di tahun lima puluh tahun lalu dan dikaruniai tiga orang anak. Wilde merawat Hawking dengan penuh kasih sayang, sampai akhirnya ia merasa kondisi seperti itu lambat laun berubah menjadi ‘neraka’.

“Saya dulu tak bisa membiarkannya meninggal. Saya adalah pendukung hidup Stephen,” tutur Wilde, seperti dikutip dari situs The Telegraph.

Wilde yang kian kesusahan menangani Hawking dan tiga anaknya seorang diri itu akhirnya mengaku sempat terlintas ingin bunuh diri.

“Hidup terkadang bisa sangat mengerikan. Saya lelah secara fisik dan mental. Saya seringkali berpikiran bunuh diri saja, tenggelamkan diri di sungai atau apapun, tapi tentu saja tidak saya lakukan karena teringat anak-anak saya,” kenang Wilde.

Wilde kemudian menyadari ia membutuhkan peran pembantu untuk menolong kebutuhan keluarga kecilnya itu. Awalnya, ia merasa cukup tertolong, namun kondisi rumah tangganya malah semakin tersudut.

“Seiring kehadiran perawat untuk membantu Stephen, rumah tangga kami semakin tak karuan,” kata Wilde lagi. Hawking dan Wilde seakan ‘terpisah’ secara emosional.

Kepopuleran Hawking di era delapan puluhan diakui Wilde juga memperparah kondisi pernikahan keduanya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk bercerai dua puluh empat tahun lalu.

Hawking memilih hidup bersama perawatnya, Elaine Mason yang kemudian ia nikahi. Sementara Wilde menikah dengan Jonathan Hellyer Jones dan tinggal tak jauh dari Hawking di Cambridge, Inggris.

“Kami berteman baik,” ungkap Wilde tentang hubungannya dengan Hawking.

Wilde mengaku, ia sendiri masih sulit percaya apa yang ia telah lakukan selama ini untuk Hawking sejak film Theory of Everything rilis. Film tersebut menggambarkan bagaimana kerja keras seorang Jane Wilde dalam menghabiskan waktu bersama Hawking.

Hawking belakangan sering terdengar lantaran sikap kontranya terhadap kehadiran kecerdasan buatan atau artifical intelligence.

Menurutnya, peranti lunak tersebut pada akhirnya bisa berpikir melampaui manusia dan menandingi umat manusia.

“Pengembangan penuh kecerdasan buatan bisa berarti akhir dari umat manusia,” ujarnya kepada BBC News beberapa waktu lalu.

Di lain kesempatan, Hawking sempat menyarankan manusia cerdas dengan keadaan mental lebih sehat agar melarikan diri dari planet ini bersama-sama.

“Saya yakin jangka panjang peradaban manusia di masa depan berada di luar angkasa yang memiliki garansi kehidupan. Dengan menguasai planet lain, kehidupan manusia tidak akan musnah,” tutur sang jenius.

Hawking sendiri akhirnya mampu melawan penyakitnya dan pulih, lalu menyelesaikan bukunya yang sangat populer, bertajuk “A Brief History of Time.”

“Saya akan terkutuk jika mati sebelum akan mengurai lebih dalam tentang alam semesta,” ucapnya.

Hawking menderita penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis yang membuatnya lumpuh total.

Hawking berbicara dengan dibantu perangkat komputer di kursi rodanya yang mendeteksi gerakan otot pipi.

Otot pipi Hawking merangkai kata demi kata yang akan diucap, ibarat seperti orang mengentik di keyboard komputer.

Sebuah sensor khusus di komputer akan menangkap gerakan otot pipi Hawking, lalu memberi sugesti kata yang akan digunakan, dan mentransformasikannya menjadi suara.

Penyakit yang diderita sekarang membuat Hawking frustasi karena membuatnya kehilangan gerakan. “Saya ingin bisa berenang lagi. Ketika anak-anak saya masih muda, saya melewatkan tidak bisa bermain dengan mereka secara fisik,” tuturnya.

Ketika berusia dua puluh satu tahun tahun, dokter memvonis Hawking hanya bertahan hidup selama dua tahun. Pada tahun enam puluhan ia telah menggunakan kursi roda, tetapi Hawking terus berjuang agar ia bermanfaat untuk orang lain.

telegraph, mirror dan guardian

Exit mobile version