Site icon nuga.co

Pengguna Android Aktif Lebih Baik Hati?

Benarkah karakter seorang pengguna ponsel aktif seorang yang baik hati?

“Ya,” tulis “daily mail,” Minggu, 04 September 2016, karena  mampu membangun komunikasi dengan berteman

Heather Shaw dari University of Lincoln’s School of Psychology dan beberapa rekan peneliti mengadakan studi untuk mengupas karakter manusia modern berdasarkan selera ponsel pintar.

Pada studi ini, Shaw melibatkan 240 partisipan yang diwajibkan untuk mengisi daftar pertanyaan mengenai gaya hidup. Tujuannya untuk mengaitkan karakter, gaya hidup, dan pilihan ponsel pintar.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa wanita lebih banyak memilih iPhone ketimbang Android.

Kemudian, pemilik iPhone sangat mengkhawatirkan status sosial daripada pengguna Android.

Selain itu, peneliti mengatakan bahwa pemilik Android lebih jujur, rendah hati, kurang ekstrover, dan penolong, daripada yang memiliki iPhone.

“Studi ini membantu menawarkan pandangan baru pada perbedaan karakter manusia berdasarkan pilihan ponsel pintar,” ujar Shaw.

Shaw mengatakan bahwa hasil penelitiannya ini menyediakan kemudahan dalam mengelompokkan dan mengungkapkan kepribadian manusia dengan cara sederhana.

“Tak diragukan lagi, zaman sekarang, pilihan ponsel pintar berelevansi pada gaya pikir pemiliknya. Fungsi ponsel pintar juga bisa mengungkapkan karakter dan gaya hidup setiap orang,” pungkasnya

Berlainan dengan anjuran lebih aktif untuk berkomunikasi dengan ponsel, “time of india,” menulis untuk seorang yang ingin melakukan seks rutin dianjurkan menjjuahi android.

Ditulis “time of india” dalam edisi terbarunya, bila Anda berencana untuk berhubungan seks selama liburan, sebaiknya ponsel tidak dibawa atau setidaknya dimatikan agar Anda mempunyai waktu yang berkualitas dengan pasangan.

Menurut survei, dari dua ribuan  koresponden yang diadakan oleh salah satu brand kondom, Durex, para peneliti menemukan bahwa limas puluh persen dari pasangan yang berlibur mengharapkan seks yang lebih bergairah, sedangkan sisanya merasa kecewa karena terganggu oleh ponsel.

Bahkan, kebanyakan dari mereka juga mengaku menghabiskan waktunya menggunakan ponsel pada saat bersantai di dekat kolam atau pantai.

Untuk melihat bila hasil ini benar-benar mencerminkan hubungan modern, Durex mengundang beberapa pasangan untuk berlibur bersama dan membagi mereka menjadi dua kategori, yaitu pasangan yang membawa ponsel dan pasangan yang tidak membawa ponsel.

Ternyata, percobaan ini juga untuk membuktikan bahwa “gangguan digital” cukup memengaruhi kegiatan seks pada pasangan

“Dulu, liburan adalah saat kita bisa bersantai dan menghabiskan waktu bersama pasangan,” ujar Volker Sydow selaku Global Director Durex.

Akan tetapi, eksperimen ini menunjukkan bahwa walaupun ponsel dapat menawarkan banyak hiburan saat berlibur, hal ini bisa menghalangi kesempatan Anda untuk menghidupkan kembali romansa dengan pasangan. Demikian kata Sydow.

Jadi, apakah Anda sudah siap berlibur bersama pasangan tanpa membawa ponsel?

Dalam sebuah survei lainnya, mengatakan menggunakan ponsel—menulis pesan dan menelpon—saat mengemudi adalah perbuatan yang salah.

Tetapi hampir setengah lebih mengaku tetap melakukannya.

Para pakar mengatakan, kesenangan yang didapatkan dari ponsel ini mirip dengan makan, minum dan seks, sehingga mengabaikan ponsel kadang terasa begitu sulit.

David Greenfield, pendiri Center for Internet and Technology Addiction, mengatakan bahwa sifat adiktif smartphone ada hubungannya dengan bagaimana otak kita secara naluriah merespon bunyi notifikasi, yang menandakan ada teks masuk atau update media sosial.

Laura Maurer, seorang ibu dua anak mengalami pengalaman buruk yang mengubah hidupnya akibat menggunakan ponsel saat menyetir.

Awalnya ia menepikan mobil untuk membalas teks klien dan kemudian menyetir kembali. Dia mencoba untuk mengabaikan bunyi notifikasi selanjutnya, tapi akhirnya ia tidak bisa menahan itu.

Dengan hanya melirik telepon, Maurer akhirnya menabrak seorang petani berusia tujuh puluh lima tahun dan nyawa sang kakek tak terselamatkan.

“Alasan mengapa dia melirik notifikasi, karena ia merasa ada dorongan sangat kuat untuk menjawabnya,” kata Greenfield, yang juga merupakan asisten profesor klinis psikiatri untuk University of Connecticut School of Medicine.

Smartphone dapat memengaruhi otak, bahkan ketika kita tidak menyadarinya. Ketika kita mendengar notifikasi dari teks yang masuk, otak kita mendapatkan semprotan dopamin, zat kimia yang mengarah ke peningkatan gairah dan energi dalam otak.

Dan pertanyaan “siapa yang mengontak saya? Apakah ini penting?” mampu menyebabkan ledakan yang lebih tinggi dari dopamin.

Padahal, jawaban dari pertanyaan itu secara logis adalah “tidak”. Notifikasi tersebut masih dapat menunggu hingga Anda sampai tujuan dan memarkir mobil.

“Pusat-pusat dopamin adalah pusat yang sama yang mengatur kesenangan dari makan, kesenangan dari seks dan kreasi, kesenangan dari narkoba dan alkohol,” kata Greenfield.

“Multitasking adalah ilusi,” kata Greenfield. “Ada banyak penelitian yang telah membuktikan, bahwa seluruh konsep dari multitasking benar-benar sedikit ilusi. Anda benar-benar tidak dapat fokus dalam 2 hal sekaligus.”

Pikirkan tentang hal ini untuk jangka panjang, kata Despina Stavrinos, direktur University of Alabama di laboratorium mengemudi terdistraksi.

“Jadi, jika Anda mengemudi setiap hari, mengirim pesan teks, dan tidak ada yang terjadi, hal itu akan memperkuat anggapan, ‘Hei, aku bisa melakukan ini. Saya seorang multitasker cukup bagus,'” kata Stavrinos.

“Masalahnya adalah, ketika ada beberapa bahaya yang tak terduga muncul dan Anda tidak dapat merespon dengan tepat, hal tersebut bisa berakibat fatal, baik bagi diri sendiri dan orang lain.”

 

 

 

Exit mobile version