Site icon nuga.co

Ketika Medsos Jadi Biang “Penyakit”

Media sosial biang “penyakit?”

“Ya.”

Itulah yang ditulis “American Journal of Preventive Medicine”

Didesain untuk membuat penggunanya terhubung satu sama lain tanpa harus bertemu secara langsung, ternyata media sosial membuat penggunanya merasa semakin sendiri dan kesepian.

Menurut para  psikolog, semakin banyak orang menghabiskan waktu dengan media sosial, semakin besar pula kemungkinan mereka terpisah dari dunia nyata.

Dalam sebuah studi, para peneliti dari Amerika Serikat menemukan orang yang biasa menghabiskan waktu lebih dari dua jam sehari berselancar di dunia maya, berartia ia melipatgandakan peluang rasa terisolasinya.

Dilansir dari Sky News, riset ini dilakukan pada tiga tahun lalu di mana mereka bertanya pada ribuan orang tentang penggunaan media sosial populer seperti Facebook, YouTube, Twitter, Google Plus, Instagram, Snapchat, Reddit, Tumblr, Pintrest, Vine dan LinkedIn.

Para peneliti menemukan, mereka yang megunjungi berbagaimacam situs lima puluh delapan kali atau lebih dalam satu minggu, tiga kali lebih beresiko mengalami kesepian daripada mereka yang mengunjungi situs-situs media sosial kurang dari 9 kali per minggu.

Kepala peneliti, Profesor Brian Primack dari School of Medicine, Universitas Pittsburgh mengatakan masalah kesehatan mental dan isolasi sosial sudah berada di tahapan epidemi di kalangan orang muda.

“Kita pada dasarnya adalah makhluk sosial, tetapi kehidupan modern cenderung mengkotak-kotakkan kita daripada membuat kita bersama,” katanya.

Menurut Brian, media sosial kerap dianggap memberikan kesempatan untuk mengisi kekosongan sosial itu.

“Saya pikir studi ini menyarankan bahwa media sosial mungkin bukan solusi yang diharapkan orang,” imbuhnya.

Profesor pediatri di Universitas Pittsburgh sekaligus penulis lain dalam studi ini, Elizabeth Miller, berkata tidak ada yang tahu pasti mana yang ada terlebih dahulu, penggunaan media sosial atau isolasi sosial.

“Tapi jika dorongan untuk online adalah rasa kesepian, media sosial tidak hadir untuk mengatasi rasa terisolasi itu,” katanya.

Tim peneliti menjelaskan ada banyak alasan untuk hal ini. Semakin banyak waktu dihabiskan untuk online, maka semakin sedikit waktu tersisa untuk berinteraksi di dunia nyata.

Selain itu, melihat aspek tertentu dari kehidupan orang lain bisa memicu rasa iri dan menimbulkan keyakinan bahwa seseorang mengalami hidup yang mengecewakan dan suram dibanding yang lain.

Primack menambahkan bahwa ia tidak ragu jika beberapa orang menggunakan berbagai platform dengan cara tertentu untuk menemukan kenyamanan dan hubungan sosial melalui relasi di media sosial.

“Bagaimanapun, hasil studi ini secara sederhana mengingatkan kita bahwa, secara keseluruhan, penggunaan media sosial cenderung diasosiasikan dengan peningkatan isolasi sosial, bukan penurunannya,” kata Primack.

Seperti juga ditulis “live science,”  penelitian yang dilakukan oleh Holly Shakya dari University of California dan Nicholas Christakis dari University Yale menemukan orang yang kerap memberikan ‘like’ pada unggahan orang lain cenderung punya masalah mental.

Penelitian tersebut menganalisis data sekitar lima ribuan orang selama tiga periode.

Dalam penelitiannya, ilmuwan menilai kesehatan mental, fisik, dan kepuasan hidup partisipan.

Pun, peneliti diberi akses untuk mengamati penggunaan Facebook para responden

Hasil yang dipublikasikan di the American Journal of Epidemiology, peneliti menemukan mereka yang kerap memberikan ‘like’ pada unggahan di Facebook memiliki kecenderungan masalah mental.

Selain itu, penelitian menunjukkan mereka yang kerap mengunggah status di Facebook juga memiliki masalah yang sama, bila dibandingkan dengan yang jarang mengunggah.

Keterkaitan ini ditemukan peneliti berkaitan dengan waktu. Penelitian menunjukkan orang dengan kondisi kesehatan buruk cenderung bermain Facebook dan berpeluang membuat kondisi semakin memburuk.

Bahkan, hasil penelitian menunjukkan orang dengan kondisi Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi lebih cenderung menggunakan Facebook lebih sering, meski tidak ada kaitan  penggunaan Facebook berpengaruh pada IMT.

Penelitian ini dianggap sebagai salah satu pendukung hipotesis terkait hubungan antara media sosial dan kesehatan mental.

“Aktivitas media sosial dan komunikasi melalui jejaring sosial sebenarnya bermanfaat, namun terlalu banyak memungkinkan seseorang berada dalam masalah,” kata Thomas Valente, kata profesor kedokteran preventif di Keck School of Medicine, University of Southern California, menanggapi penelitian ini.

Valente, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan ketertarikan seseorang terhadap media sosial dapat dipengaruhi banyak faktor, termasuk urusan personal.

Namun ia mengatakan ada banyak yang mesti dipelajari lebih lanjut untuk memahami dampak dari laman jejaring sosial baik secara khusus maupun umum.

Exit mobile version