Site icon nuga.co

Ingin Bahagia? Campakkan Media Sosial

Laman situs media Inggris terkenal “the guardian,” dalam laporan khususnya hari ini, Sabtu, 31 Desember 2016, minta pecandu media sosial untuk mencampakkan kebiasaan itu guna mencapai meningkatkan kesejahteraan emosional.

“Ingin bahagia? Campakkan saja media sosial dari kehidupan Anda,” tulis “guardian” yang mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Copenhagen

Penelitian itu  menunjukan bahwa, berhenti menggunakan media sosial sesaat bisa membantu meningkatkan kesejahteraan emosional seseorang serta membuat dirinya lebih bersyukur dan puas dengan hidup yang ia jalankan.

Untuk mencobanya, tidak harus lama-lama

Cukup dimulai dengan setop penggunaannya selama seminggu.

Dengan begitu, ia akan lebih jarang terekspos dengan posting-an yang membuatnya iri hati atau berita yang bisa membuatnya cemas dan ketar-ketir setiap saat.

Ya, memasuki era digital, hampir semua orang seantero dunia disibukkan dengan hal-hal yang bisa diakses melalui perangkat teknologi masing-masing.

Kini bergaul tidak mal atau melibatkan komunikasi dari mulut ke mulut seperti dahulu kala, namun di dunia maya dan ditunjukan dalam bentuk postingan foto, video, status serta komentar melalui media sosial.

Kendati keberadaan media sosial seperti Facebook dan lainnya mempermudah banyak orang untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Bahkan yang lokasinya jauh dan juga memudahkan mereka untuk mendapatkan informasi lebih cepat, penggunaan secara terus-menerus faktanya mengancam kesehatan mental serta emosional.

Ketika seseorang aktif di media sosial, ia secara langsung dan tidak melibatkan dirinya dalam apa pun yang terjadi dalam media sosial yang ia gunakan.

Ia pun akan lebih sering terekspos dengan unggahan foto atau video orang lain, baik selebritas mau pun teman-temannya.

Perasaan iri hati sangat mungkin muncul ketika dirinya melihat posting-an orang lain yang ia anggap lebih baik dari dirinya.

Bisa posting-an soal liburan, bentuk tubuh indah, jumlah ‘likes’ pada posting-an, semua hal dalam sosial media tersebut lambat laun menjadi tolak ukur kebahagiaan orang yang aktif menggunakannya.

Pasalnya, ketika ada orang lain yang lebih baik hidupnya atau pencapaiannya akan suatu hal, sangat mungkin orang tersebut menjadi iri, sedih, kecewa, tidak puas, marah dan tidak nyaman.

Bila Anda tak ingin mencampakkannya secara total,   Dr Nikki Richard dan mahasiswa S3-nya  bernama Liz Seabrook, menyarankan untuk menggunakannya sefektif mungkin berdasarkan kebutuhan.

Nikki Richard melakukan tinjauan sistematis terkait pengaruh dari penggunaan media sosial terhadap depresi, kecemasan, dan mental seseorang.

Dampak terlalu aktif di  media sosial ternyata tidak selalu baik, tapi tidak juga buruk.

Baik atau tidaknya, jelas Dr Nikki, dipengaruhi bagaimana cara Anda menggunakan media sosial.

Seperti ditulis situs The Conversation,  cara jitu yang dapat dilakukan untuk menjadi pengguna media sosial yang sehat.

Salah satu hal utama yang mengganggu kenyamanan pengguna media sosial adalah status yang ditulis dan bagaimana cara Anda menulisnya.

Pengguna yang depresi akan menggunakan kalimat yang negatif, seperti mengeluh tentang hidup sendiri atau orang lain. Mereka berkicau bernada emosi dan marah.

Setelah menulis status, baik di Twitter, Facebook, maupun Path, luangkan waktu untuk membacanya. Perhatikan nada postingan dan fokus pada penggunaan kalimat yang baik, bukan hanya negatif.

Selanjutna, Anda harus memerhatikan kualitas percakapan setelah berkicau. Pengguna media sosial yang membuat status depresi, interaksi percakapan yang terjadi dengan pengguna lain akan berdampak negatif.

Pengguna lain bisa mengkritik kicauan depresi tersebut.

Jika si penulis status tidak setuju terhadap isi percakapan dapat mengakibatkan debat kusir dan terjadi permusuhan. Untuk itu, buatlah postingan yang positif sehingga isi percakapan dapat bermanfaat.

Selain itu, sebuah survei baru-baru ini di Australia menemukan, orang dewasa menghabiskan lebih dari dua jam sehari berselancar di media sosial.

Penemuan lainnya, lebih dari lima puluh persen anak muda yang lebih banyak sebagai pengguna aktif media sosial.

Dampak yang terjadi, banyak anak muda merasa takut kehilangan teman-teman di dunia maya sehingga mereka lebih nyaman selalu terhubung di media sosial.

Jika Anda merasa khawatir seberapa lama waktu berselancar di dunia maya, pertimbangkan jauh-jauh waktu online atau Anda bisa memberi jeda sejenak selama beberapa hari untuk tidak aktif di media sosial.

Ada pengguna aktif, akan berkicau mengenai suka dan duka hidup mereka, sedangkan pengguna pasif hanya membaca berita, menyukai kicauan orang lain, dan membaca informasi menarik dari pengguna lain.

Hal yang membedakan, pengguna aktif cenderung mengalami depresi dibanding pengguna pasif.

Apalagi mereka yang biasanya menulis status berisi hal-hal yang bisa menimbulkan depresi.

Jika Anda ingin menjadi pengguna aktif, kicauan bernada positif akan memberikan kenyamanan dan kesenangan terhadap pengguna lainnya.

Pikirkan alasan mengapa Anda menggunakan media sosial.

Orang-orang yang menggunakan media sosial biasanya ingin terhubung dengan teman-teman di dunia maya. Hal ini akan membuat mereka merasa nyaman.

Jika Anda beralasan merasa kesepian dan mencoba untuk mengisi kekosongan hati melalui media sosial, maka hal itu bisa membahayakan diri Anda.

Hal ini dikarenakan kicauan apapun, khususnya yang buruk akan memengaruhi Anda.

Exit mobile version