Site icon nuga.co

Google Glass Bisa Membantu di Ruang Bedah

Kacamata Google Glass memasuki fase baru dalam pemanfaatan. Belum lama ini ia di pergunakan dalam tindakan medis oleh mahasiswa kedokteran Universitas Stanford, Amerika Serikat, dalam melakukan operasi Kardiotoraks di ruang bedah.

Sebagaimana dikutip dari CNet, para mahasiswa akan mengenakan Google Glass selagi mengoperasi pasien. Streaming video secara langsung dari kacamata pintar itu ditonton oleh para dosen pembimbing yang kemudian memberikan instruksi.

Karena video Google Glass memberikan perspektif pandangan orang pertama, seperti yang benar-benar dilihat oleh mata pemakainya, instruksi dan petunjuk terkait proses operasi yang diberikan pun bisa lebih akurat.

“Reaksi para dokter menunjukkan bahwa hal ini bisa membawa perubahan besar,” kata John Fisher, CEO CrowdOptic, perusahaan yang bekerjasama dengan Google untuk mengembangkan penggunaan baru bagi Google Glass, termasuk pemanfaatannya di ruang operasi ini.

Universitas Stanford bukan yang pertama menerapkan Google Glass untuk keperluan medis. Lebih dari setahun yang lalu, Universitas Ohio State pernah menyiarkan proses operasi secara langsung lewat streaming Google Glass.

CrowdOptic menjamin privasi pasien karena streaming video dari Google Glass “dikunci” dan disiarkan melalui spektrum khusus, bukan lewat jaringan WiFi. Aplikasi-aplikasi Google Glass yang lain pun dikunci selagi perangkat tersebut digunakan dalam operasi.

Google Glass sendiri masih menimbulkan kontroversi di sana-sini. Pembuatnya mengatakan bahwa Glass bisa diadopsi secara lebih meluas apabila digunakan di situasi-situasi dengan keperluan yang spesifik.

Selain dipergunakan dalam tindakan operasi pembedahan, Google Glass bukan hanya bisa dikendalikan dengan kalimat “Ok Glass” saja, melainkan juga dengan kekuatan pikiran.

Hal tersebut dibuktikan oleh startup asal Inggris, This Place, yang merilis software gratis bernama MindRDR untuk kacamata pintar tersebut. Menggunakan perangkat lunak ini, pengguna Glass bisa menjepret foto tanpa menggerakkan satu otot pun.

Sebuah garis hotizontal akan ditampilkan di layar Glass. Ketika orang yang mengenakan Glass berkonsentrasi, garis akan bergerak naik ke arah atas layar. Perangkat akan menjepret gambar, begitu garis mencapai bagian paling atas dari layar.

Foto bisa langsung diunggah ke media sosial yang ditentukan sebelumnya dengan mengulang proses konsentrasi pada garis putih tersebut.

Kendali dengan pikiran ini praktis untuk dipakai dalam situasi tertentu ketika pengguna Glass tidak bisa memakai tangan, misalnya oleh dokter saat sedang melakukan operasi. Tak menutup kemungkinan pula, pengendalian cara ini digunakan untuk sekadar iseng.

“Kami ingin mengeluarkan potensi maksimal Glass dengan memungkinkan pengguna mengontrol perangkat itu dengan pikiran mereka,” kata Chief Executive This Place Dusan Hamlin yang dikutip oleh BBC.

Saat ini kemampuan MindRDR baru sebatas mengambil foto dan mengunggahnya ke media sosial, tetapi nantinya diharapkan bisa meluas mencakup aspek lain.

“Dengan demikian, pengendalian cara ini bisa memberikan kesempatan kepada, misalnya, penderita multiple sclerosis atau quadriplegia untuk berinteraksi dengan dunia sekitar memakai teknologi wearable,” kata Chloe Kirton, Direktur Kreatif This Place.

Namun, untuk bisa beroperasi seperti ini, Glass mesti turut dipasangkan dengan sebuah headset dengan electroncephalography atau EEG. Alat itu diperlukan untuk membaca gelombang otak ketika area tertentu di organ tersebut menunjukkan aktivitas.

Dengan demikian, pengguna mesti mengenakan dua headset di kepala. Harga headset EEG relatif murah dibandingkan Google Glass.

Google sendiri menyatakan tidak mendukung penggunaan MindRDR di perangkat kacamata pintarnya. “Google Glass tak bisa membaca pikiran Anda,” ujar seorang juru bicara. “Kami belum meninjau ataupun menyetujui aplikasi ini, jadi ia tak akan tersedia di Glass App Store.”

sumber: BBC dan CNet

Exit mobile version