Site icon nuga.co

Menang, Tak Bikin Mayweather Bahagia

Kemenangan kontroversial Floyd Mayeather Jr dalam duel tinju dunia bertajuk “Fight of the Century” atas Manny Pacquiao, lewat “unanimous decision” dari tiga juri, di MGM Grand Arena, Las Vegas, Minggu menjelang siang WIB, 03 Mei 2015, menimbulkan terbelahnya opini dunia atas hasil pertarungan itu .

Setelah banyak diprediksi kalau salah satu petinju akan mengakhiri pertandingan dengan menang K.O, Mayweather justru meraih kemenangan dengan sistem poin yang salah kaprah.

Kemenangan ini menjadi tajuk utama surat kabar terkenal Inggris, “The Telegraph” lewat tulisan Gareth Davies, yang memiliki pandangan dari penilaian juri

“Saya tidak setuju dengan skor pertama, itu terlalu jauh!”

“ Saya pikir semua orang yang menonton partai ini setuju pertarungan itu imbang Kalau pun Mayweather yang menang, ia mendapatkan keunggulan tipis, sangat-sangat tipis,” tulis Davies di kolomnya, Senin, 04 Mei 2015.

“Rematch -pertandingan ulang- akan sangat bagus. Akan tetapi, antiklimaks jika publik dibiarkan menunggu terlalu lama,” tambahnya.

Mega duel ini praktis menjadi laga tinju termahal sepanjang sejarah. Dari sisi revenue, duel ini tercatat meraup keuntungan hingga empat ratus juta dollar atau setara dengan lima koma dua triliun rupiah.

Floyd Mayweather Jr memang sukses mengalahkan Manny Pacquiao di Las Vegas Tapi kemenangannya dianggap kontroversi.

Pada pertarungan tersebut, Mayweather lebih banyak menunggu dan bertahan total menghadapi pukulan-pukulan yang dilepaskan Pacquiao. Tapi dari hasil akhir, ketiga juri menunjuk petinju berjuluk itu sebagai pemenang.

Berbagai kekesalan pun muncul di media sosial. Seperti ejekan berupa meme yang melibatkan gambar Mayweather.

Bahkan salah satu gambar menyindir Mayweather dengan tulisan “Free Hugs”.

Tak berhenti di situ, meme berikutnya lebih konyol. Gaya Mayweather yang pandai berkelit saat bertarung ternyata cocok untuk menjadi anggota boyband asal Korea Selatan, seperti Super Junior, EXO, dan penari cadangan untuk YG.

Setelah laga melawan Pacman, Mayweather memastikan tahun ini adalah tahun terakhirnya di dunia tinju. Ia memiliki satu laga terakhir yang akan digelar empat bulan mendatang. Berbeda dengan duel kontra Pacman, The Money tidak akan bertanding untuk memperebutkan gelar.

Jika penonton merasa tak puas karena Manny Pacquiao dinyatakan kalah, itu mungkin karena petinju Filipina itu tampil lebih “menghibur”.

Reputasi Pacquiao terlanjur membuat fans tinju seluruh dunia jatuh hati.

Ia tak cuma milik Filipina dan Asia, tapi juga dunia.

Pacquiao adalah petinju yang tak kenal takut, selalu menyerang, menyerang, menyerang. Bukankah itu yang ingin dilihat penonton dalam sebuah pertarungan tinju?

Ibarat sepakbola, kesebelasan yang menampilkan permainan terbuka dan menyerang, umumnya akan diberi tepuk tangan lebih keras daripada tim yang “parkir bus” untuk meredam lawan, sebelum melancarkan serangan balik untuk meraih kemenangan.

Manny juga punya kekuatan fisik yang juga luar biasa, yang membuat dirinya sanggup bertarung sampai bel terakhir berbunyi, dengan intensitas yang terjaga sejak ronde pertama.

Jika dia menang, penonton akan standing applause. Jika kalah, penonton akan tetap melakukan hal yang sama.

Orang tidak terlalu memedulikan rekor bertanding Pacquiao. Empat kekalahan yang dia alami sebelum menghadapi Mayweather seperti dianggap “tidak ada”.

Tiga tahun lalu dia dikalahkan Timothy Bradley Jr. Dan enam bulan kemudian dipukul KO Juan Manuel Marquez di rondek keenam. Tapi sekali lagi, orang “awan” kerap tidak menganggap penting rekor itu karena Pacquiao adalah seorang penghibur di atas ring.

Pac Man selalu tampak simpatik. Dia selalu tersenyum. Dia juga dermawan. Sejak awal dia sudah mendeklarasikan untuk menyumbangkan setengah dari uang yang dia dapat dari pertandingannya melawan Mayweather sebagai amal. Bayangkan: sedekah 50 juta dolar.

Bandingkan dengan Mayweather. Dia dikenal sebagai “si mulut sampah” — bukankah itu salah satu daya tarik seorang petinju? — dan mungkin juga … “mata duitan”.

Tak heran, ketika tiga juri memberi skor kemenangan buat Mayweather, terdengar “huuu… ” dari penonton. Sebab, Pacquiao memang tampil lebih agresif daripada Mayweather.

Ia tampak lebih rajin melepaskan pukulan ketimbang lawannya itu. Setiap kali memaksa Mayweather ke sudut ring, penonton bersemangat, berharap akan ada pukulan bertubi-tubi dari Pacquiao.

Tapi, sejumlah analis tinju melihat dari sudut pandang yang berbeda. Bahwa Pacquiao bermain lebih “heroik”, itu tak terbantahkan. Tapi, Mayweather meladeni dengan piawai. Kerap kali terlihat pukulan Pacquiao menerpa angin karena The Pretty Boy sangat cepat berkelit. Dia lincah bergerak ke samping untuk menghindari duel jarak rapat dengan Pacquiao. Pertahanannya juga sangat solid.

Mayweather tahu, jika meladeni tawaran “jual-beli” dari Pacquiao, ia akan lebih mendapatkan kesulitan. Ia tak perlu “malu” untuk merangkul cepat jika merasa agak terdesak.

Dan hal yang tak boleh dilupakan adalah, dia memiliki serangan balik yang efektif, dengan jab-jab dan straight yang keras dan terarah. Itu sebab dia tak terkalahkan sepanjang kariernya — dan bergemilang gelar dan uang.

“Mayweather, pastinya, adalah seorang sarjana pertahanan, ilmuwan, teknisi, seorang yang klinis, dan ahli taktik. Hampir semua bromida tinju yang mentereng adalah milik Mayweather, yang punya gaya bikin ngantuk, tapi hasilnya tak perlu dipertanyakan lagi,” tulis Jason Keidel dari CBS Sport.

Exit mobile version