Site icon nuga.co

Valentino Rossi, Si “The Legend” Saya

Saya bukan bagian dari generasinya. Usianya berjarak tiga dekade dengan saya… . Dia empat puluhan sedangkan saya tujuh puluhan. Jauh…

Tapi ketika di usia setengah tua, kala ia berada di puncak karir, saya kesengsem dengannya. Penggemar beratnya. Penggemar  balapan. Balapan moto gp.

Balapan yang sering live di jaringan televisi menjelang jula malam atau lewat jula malam. Yang saya bisa melek menyaksikan.

Melek juga untuk menuliskannya. Tulisan yang belum tentu benar amat dari sisi reportase balapan. Sebab sulit menulis reportase balapan secara benar.

Apalagi untuk menulis nama tokohnya. Sang pembalapnya.

Valentino Rossi.

Wikipedia saja tahun lalu terpeleset menulis Rossi. Terpeleset dengan tulisannya yang menyebut Rossi juara moto gp tahun dua ribu dua puluh. Padahal Anda tahu Rossi itu tak pernah menjuarai balapan di musim itu.

Ia hanya menempati podium ketiga di musim itu; Padahal Anda dan saya tahu betapa akuratnya laman informasi itu. Laman yang sering dicari orang seperti saya untuk mencari latar belakang seorang tokoh.

Wikipedia juga terpeleset menulis Rossi begitu panjang di laman medianya. Terpeleset menulis untuk seorang Rossi yang begitu panjang. Sehingga dikritik banyak pengamat sebagai membosankan.

Saya setelah tua, tua benaran, membuang kata “berat” disambungan kata penggemar untuk Rossi. Tak sanggup lagi menanggung beban nonton live menjelang subuh dan nuliskannya ngejar deadline.

Hingga kini saya masih menyisakan kata penggemar tapi sudah “soh” menyaksikan live-nya dari jaringan trans tujuh kalau udah jula malam.

Sebagai penggemar berat, kala itu, dulu, saya sepertinya dibutakan oleh akal sehat dengan menempatkan hanya satu nama di lintasan grand prix moto gp. Si Rossi yang legend. Si jenius tikungan dan trek lurus.

Tikungan yang banyak mencelakakan banyak pembalap. Tapi Rossi tetap survive. Entah kalau ia harus membalap di Mandalika. Sebab sirkuit Mandalika baru hadir usai ia pensiun.

Banyak pertanyaan kenapa harus Rossi yang the legend di moto gp?  Padahal di sana ada Biaggi, Marquez. Lorenzo dan daftar panjang pembalap hebat lainnya. Jawabannya  hanya Valentino Rossi yang tahu. The legend

Dulu ketika kegilaan saya untuk Rossi tak pernah melewatkan untuk menulis namanya. Apapun tingkahnya. Di banyak kesempatan. Di banyak media. Termasuk di medio web milik saya sendiri.

Valentino Rossi itu kini adalah seorang mantan pembalap grand prix motor dunia dengan gelar juara dunia pada empat kelas yang berbeda. Yang diraihnya dalam waktu tujuh tahun berkarier.

Ia merupakan salah satu pembalap sepeda motor tersukses, dengan tujuh gelar juara dunia pada kelas puncak Seperti ditulis sports illustrated, Rossi jugalah di puncak olahragawan bergaji terbesar di dunia

Di puncak karirnya ia bergaji tiga puluh empat juta dollar Kalau mau tahu berapa rupiahnya Anda kalikan sendiri dengan nilai kurs pagi tadi persatu dollar lima belas ribu rupiah.

Putra dari mantan pembalap kelas bawah itu Graziano Rossi dan Stefania Palma memegang banyak rekor dan prestasi yang diraihnya. Melampaui banyak seniornya.

Ada sembilan gelar yang di genggamnya. Ia juga menggenggam juga julukan si pembalap eksentrik karena tingkahnya yang awut-awutan.

Awut-awutan juga perjalanan karirnya yang lompat dari repsol honda, ducati dan yamaha. Yang disetiap lompatannya itu bikin media kelabakan. Karena penuh dengan kejutan dan misteri yang menjadi ulasannya panjang…

Lantas bagaimana usai Rossi pergi dari lintasan?

Laman moto gp sport dengan sentimentil menulis,” ini adalah awal babak baru.”

Babak di dua musim terakhir sudah menjadi dua musim yang luar biasa secara racing.  Dua musim usai Rossi pergi. Yang menyebabkan panggung moto gp kesepian.

Balapan lebih sulit ditebak dan juaranya lebih bervariasi. Namun, sulit dipercaya, sekarang moto gp justru kekurangan “aktor.”

Mungkin sekarang sudah ada pembalap yang super hebat, yang akan bisa mengalahkan Rossi secara statistik. Tapi masih belum ada “Rossi baru.”

Manajemen moto gp sedang bekerja lebih keras “menjual” bintang-bintang yang ada. Dan tentu berharap ada aksi atau kontroversi di lintasan yang membuat jualan itu lebih mudah dijual.

Tapi sekali lagi harus ditegaskan: Sosok seperti Valentino Rossi tidak bisa diciptakan, tidak bisa direkayasa. Kesuksesan statistik tidak akan bisa menggantikannya.

Kombinasi bakat dan kerja keras sudah bukan lagi barang langka. Di moto gp –dan semua olahraga lain– sekarang banyak yang begitu. “Faktor x” seperti Rossi-nya yang entah harus datang dari mana.

Pernyataan ini bukan hanya datang dari saya. Seorang Casey Stoner juga mengatakan hal sama. Yang saya dengar dari podcast “gipsy tales’ youtube terbaru.

Pagi tadi…

Stoner, seperti saya tatap wajahnya di podcast itu” nampak sedih ” Saya menyaksikan panggung balapan motto gp hari-hari ini kurang gairah. Tanpa Rossi. Sepi dari spekulasi,” katanya menekukkan wajah.

Dan entah apalagi kata yang pas untuk menggambarkan balapan moto gp yang kehilangan Rossi.

Namun begitu, ia juga  menuding sang the legend  telah melakukan kesalahan besar.  Menjadikan dirinya dan Marc Marquez  sebagai musuh.

Stoner mengingatkan para pebalap agar tidak mencari-cari musuh dalam dunia balap. Itu akan jadi ‘senjata makan tuan’.

Stoner sendiri  membentuk rivalitas yang sengit selama lima tahun dengan Rossi. Meski kini keduanya telah berbaikan usai sama-sama pensiun.

Kalau Anda penggemar moto gp pasti tahu juga rivalitas Rossi dan Marquez yang jauh lebih pahit lagi.

Awalnya mereka berteman baik. Lanjut.. Rossi menuduh Marquez berusaha menjegalnya dalam perebutan gelar tujuh tahun lalu. yang menyebabkan hubungan keduanya sangat buruk. Hingga kini.

>Saya sering bilang kepada para rider supercross: jangan cari-cari musuh.”  Itu pesan Stoner yang paling depth.

Jika Anda punya banyak teman, masalah jadi lebih sedikit. Para rival  takkan berusaha menjatuhkan Anda.

Aspek ini saya pernah baca menjadi bisikan Stoner kepada dua ricvalnya,  Dani Pedrosa dan Jorge Lorenzo. Sehingga ada rasa hormat yang tinggi.

“Kami tentu tetap saling mengalahkan, namun tak perlu membesar-besarkannya,” kata Stoner.

Stoner, yang pensiun delapan tahun lebih awal dari Rossi, mengaku sangat sebal atas fakta dirinya dan Rossi harus jadi kompetitor yang sangat sengit.

Menurutnya, mereka bisa bersaing dengan tetap menunjukkan rasa hormat kepada satu sama lain. Stoner mengaku sudah berusaha melakukannya, namun merasa tak mendapatkan hal serupa dari Rossi.

“Saya pun marah, ‘ katanya mengenang masa permusuhan itu.

“Oke, aku akan bikin hidupmu serasa di neraka, seperti halnya kau membuatku merasa begitu. Kau membuatku kesulitan, akan kupastikan aku membuatmu begitu juga”

‘ Saya melakukan segalanya, termasuk mendekati para awak media agar mereka berhenti menulis omong kosong soal saya. Jadi, saya memang belajar banyak dari Vale,” kisah Stoner.

Tak bisa dipungkiri, sepanjang karir balapnya, Rossi sejatinya diakui sebagai si sosok yang baik hati. Semua koleganya dalam tim dan diluar tim mengonfirmasi soal hal ini

Lantas, Stoner.

Sang pebalap asal Australia ini juga mengakuinya. Yang diawal awal karier moto gp-nya mendapatkan perlakuan baik dari Rossi.

Namun, sekalinya Stoner menebar ancaman di trek, Rossi membuatnya menjadi musuh.

“Ini yang saya katakan baru-baru ini: hal terburuk yang pernah dilakukan Vale adalah cari-cari musuh,” katanya

Terutama dengan rivalnya yang terkini, karena ia berhasil membekuk para rivalnya yang terdahulu. Ia bikin saya jadi musuhnya.

Saya rasa kami, saya dan marquez, orang yang benar-benar tak perlu ia bikin jadi musuh.

Stoner berkisah tentang kegagalan Rossi meraih gelar juara moto gp tujuh tahun lalu. Ini berasal dari ulahnya.

Tentang kegagalan ini  Lorenzo beropini sama.

Vale mencoba mencolek-colek Marc. Awalnya mereka punya hubungan yang sangat baik, lalu mereka jadi kompetitor, dan tiba-tiba saja Vale bikin Marc jadi musuhnya

Lanjut,  Marc juga jadi masalah bagi Vale. Tindakan Vale itu bikin dirinya sendiri kehilangan gelar dunia.

Jadi, jangan cari-cari musuh jika tak perlu. Meski Anda pikir cara Anda dalam memengaruhi mental rival sudah tepat, mereka akan tetap melakukan segalanya agar Anda tidak sukses.

Valentino Rossi mengumumkan bahwa dia akan berhenti dari motogp di penghujung tahun lalu. Ketika itu saya langsung memberikan pendapat : ini keputusan terbaik.

Memang banyak orang mengatakan agak sedikit terlambat, tapi yang jelas belum sampai overstay  Dia masih seorang pahlawan bagi banyak orang.

Sebelum saya menulis lebih lanjut, saya mau sampaikan disclaimer dulu. Saya bukan pakar utama motogp. Saya memang mengikuti ajang balap tertinggi ini sebagai penonton, penulis. Yang sesekali pengamat

Sedangkan disclaimer kedua:  Walau saya mengagumi Rossi, dia sering saya sandingkan dengan Mick Doohan. Bukan karena Doohan pernah dominan dulu.

Melainkan,  karena Doohan jadi dominan setelah dia mengalami kerusakan kaki luar biasa di penghujung tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh dua.

Itu bukan alasan saya menempatkan Doohan bersama Rossi.

Sebab, Doohan lah menjadikan saya sebagai penulis olahraga. Penulis yang pernah memenangkan piagam terbaik untuk reportase. Reportase laga sepakbola perserikatan dulunya. Dan banyak reportase lainnya.

Saya tak membantah banyak andai-andai pengamat tentang Rossi yang lebih dahsyat dari dahsyat. Yang dahsyat lainnya hanya bisa datang dari Michael  Jordan dan Michael Schumacher. Di basket dan formula one

Rossi adalah tontonan utama di moto gp selama belasan tahun. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, saat dia  kesulitan podium, namun masih menjadi salah satu atraksi utamanya.

Sampai-sampai ada istilah khusus dalam strategi jualan tiket di moto gp: “Datanglah untuk Rossi, lalu jangan pergi untuk menonton yang lain.”

Lantas bagaimana dengan jawaban Rossi atas semua ini?

“Beda antara saya dengan pembalap hebat lain dalam sejarah moto gp lainnya adalah satu: Saya mampu mengajak banyak orang lebih dekat dengan dunia balap motor. Tanpa saya, mereka tidak tahu apa itu moto gp”

“Saya mampu menghidupkan ikatan emosional orang banyak, dan itu membuat saya sangat bangga, karena ini adalah sesuatu yang sangat spesial,” ujarnya.

Dan saya disuatu hari sempat berharap dia jangan lanjut. Dia sudah tibggal sisa.  Begitu pula banyak penggemar beratnya. Semua merasa begitu karena sayang dengan dia.

Penggemar asli tentu tidak ingin melihat Rossi memaksakan diri jadi bulan-bulanan yang lain.

Hanya keinginan meraup uang, dan jumlah uang yang akan semakin berkurang, yang mengharapkan Rossi terus lanjut sampai benar-benar habis.

Memang, Rossi tidak berhenti di puncak. Saya termasuk orang yang percaya dengan besarnya dampak berhenti di puncak.

Anda  tahu berhenti di puncak itu belum tentu atas kemauan sendiri.

Berhenti di puncak itu bisa karena nasib