Site icon nuga.co

Wanita Itu Memiliki Stress Lebih Tinggi

Media Inggris “the sun,” hari ini, menuliskan kembali hasil studi dari  The Health and Safety Executive tentang   fase puncak stres  yang dialami wanita yang melebihi apa yang dialami oleh lelaki.

Fase ini, tulis “the sun,” terjadi, ketika mereka harus “membereskan” urusan pekerjaan, anak-anak, maupun orang tua yang sudah berusia lanjut.

“W wanita lebih rentan terhadap stres ketimbang pria akibat tuntutan karier dan mengurus keluarga sekaligus,” tulis “the sun” lebih lanjut.

Para ahli mengatakan, tekanan di tempat kerja, merawat anak-anak, pekerjaan rumah tangga, dan pekerjaan yang tertunda merupakan sebab mengapa wanita menjadi lebih mudah stres.

Konsultan psikiater Dr Judith Mohring mengatakan, “Tingkat stres yang tinggi bisa terjadi kepada siapa saja, tetapi terutama di kalangan wanita.”

Menurut Mohring, telah banyak pekerja yang absen pada hari kerja akibat stres yang mereka rasakan.

Penyebab stres paling umum di kalangan wanita adalah beban kerja, kurangnya dukungan dari pasangan tentang urusan anak dan rumah tangga, serta perubahan di tempat kerja.

Mohring menyarankan kepada wanita untuk mulai membagi beban mengurus keluarga dengan pasangan. Sebab, perasaan kurang didukung itulah yang dapat membuat stres kian memuncak.

Utarakan pula ekspektasi yang tak tercapai pada pasangan, sehingga tuntutan-tuntutan dapat diselesaikan secara bersama-sama.

Media Inggris lainnya, “the huffington post, sependapat dengan apa yang ditulis “the sun.”

Tapi, “huffington post” lebih megenerilisir bahwa  tidak ada orang yang bebas dari stres.

Masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti beban pekerjaan, situasi keuangan, dan juga konlik dengan pasangan, bisa membuat kita selalu merasa tegang dan cemas.

Ada banyak alasan mengapa kita sulit bersikap tenang ketika menghadapi masalah-masalah tersebut.

Mengutip pendapat  Jan Bruce, CEO meQuilibrium, “huffingtonpost” ada tiga alasan mengapa manusia modern lebih gampang merasakan emosi stres.

Pertama, mereka merasa lebih banyak membuang waktu

Mengapa perlu keluar kantor dan berpanas-panasan jika Anda bisa makan di meja sambil menyelesaikan pekerjaan?

Mengapa harus berjalan kaki dan menghabiskan waktu sepuluh menit ketika kita bisa naik kendaraan dan pulang lebih cepat untuk bersantai?

Memang ironis tapi itu fakta: kita merasa bisa menghemat waktu dengan memberikan pada diri kita waktu yang sedikit.

Tetapi cara kerjanya bukan seperti itu.

Waktu tidak selalu uang dan kita tidak bisa menyimpannya dalam toples. Anda harus menghabiskannya saat memilikinya.

Kuncinya adalah menghabiskan waktu dengan bijaksana. Belum tentu Anda bisa punya kesempatan untuk menikmati waktu tersebut.

Selain itu, mayoritas kita menghabiskan waktu kita untuk memikirkan apa yang terjadi di masa depan, entah itu akan terjadi besok atau mungkin terjadi minggu depan.

Tetapi jika kita kehilangan momen saat ini, sebenarnya kita sudah kehilangan banyak hal. Kita tak bisa tenang, gembira, dan tidak bisa menikmati jika kita tak sungguh-sungguh ada untuk saat ini.

Pada derajat tertentu, insting bertahan hidup manusia akan selalu membuat kita terlatih demi masa depan. Ini memang cara kita hidup.

Tetapi mereka yang lebih tahan, fleksibel, dan lebih bahagia, adalah mereka yang menghargai momen saat ini.

Dan yang lainnya, Karena banyaknya tuntutan atas waktu, perhatian, dan sumber daya kita, seringkali kita merasa takut untuk membuat “pintu otak” kita agar tidak dibanjiri stres tambahan.

Padahal terkadang kita perlu membuka diri sedikit untuk hal yang berbeda dan melepaskan ketegangan.

Ini berarti kita bisa menjalani hari-hari dan juga akhir pekan dengan melakukan sesuatu dari yang rutin kita lakukan.

Cari kesempatan untuk menghubungi teman, atau membaca buku yang bisa membuat Anda masuk ke dunia cerita. Atau berbaring di rumput dan memandangi langit tanpa perlu berpikir apa pun.

Rasa takjub, tenang, dan gembira, bukanlah sesuatu yang kita rencanakan untuk nanti. Kita harus berusaha meluangkan waktu untuk merasakannya saat ini.

 

Exit mobile version