Site icon nuga.co

Marah Itu Tidak Selalu Berdampak Buruk

“Jangan marah, nanti cepat tua….”

Anda mungkin sering mendengar ungkapan seperti itu. Sebenarnya, ungkapan ini ditunjukkan agar seseorang tidak terpancing, tersinggung, dan marah.

Selain bisa merusak hubungan, kemarahan juga diketahui merugikan kesehatan tubuh.

Namun, marah tak selalu mengarah pada hal buruk. Ada manfaat yang bisa Anda dapatkan ketika marah-marah.

Sebelum memahami manfaat marah, Anda mungkin perlu mengetahui dampak negatifnya. Sebuah penelitian tahun 2010 yang diterbitkan pada Journal of Medicine and Life, menjelaskan efek negatif marah pada kesehatan tubuh.

Peneliti menyebutkan bahwa emosi ini dapat meningkatkan berbagai risiko kesehatan, seperti hipertensi, masalah pada pembuluh darah di sekitar jantung, irama jantung jadi abnormal, dan proses metabolik tubuh.

Selain itu, marah juga dapat memicu terjadinya peradangan sehingga meningkatkan risiko diabetes tipe 2.

Amarah juga bisa mengubah perilaku seseorang menjadi agresif  dan melampiaskan emosi dengan cara yang salah, yang umum dilakukan seperti minum alkohol atau merokok secara berlebihan.

Meskipun dampak negatifnya cukup banyak, memendam amarah juga bukan solusi yang baik. Pasalnya, marah merupakan bagian dari emosi diri yang memang perlu diungkapkan.

Hanya saja, Anda tetap harus mampu mengendalikan diri, menenangkan diri, dan mengubah kemarahan tersebut menjadi hal yang lebih produktif.

Sebuah artikel yang diterbitkan pada tahun 2003 di laman American Psychological Association, merangkum dampak positif dari marah-marah.

Marah yang dilampiaskan dengan cara konstruktif alis membangun ternyata cenderung bisa membantu seseorang menemukan solusi saat menghadapi permasalah hubungan dengan pasangan, interaksi kerja, atau politik.

Berikut penjelasan kenapa marah memberikan manfaat pada kehidupan seseorang, antara lain:

Ya, manfaat dari marah yang satu ini bisa Anda dapatkan jika digunakan pada situasi yang tepat.

Menghadapi sesuatu yang tidak Anda sukai pasti membuat bad mood. Misalnya, pasangan yang sering kali menaruh barang sembarangan sehingga membuat rumah jadi berantakan.

Anda sudah mengingatkannya berkali-kali dengan lembut demi menjaga hatinya. Namun, kebiasaannya tak kunjung berubah. Anda pun jadi harus mengingatkannya berulang kali. Kalau begini terus, Anda tentu jadi sangat kesal, bukan?

“Jika sudah seperti ini, filter ‘untuk memberi tahu secara baik-baik’ rasanya perlu dihapus”, jelas Ken Yeager, PhD, seorang dosen pengajar materi stres, trauma, dan pengendalian diri di Ohio State University pada laman Men’s Health.

Adanya kemarahan bisa membuat Anda menghapus filter tersebut. Dengan marah, Anda mampu memberi tahu pasangan mengenai keinginan Anda lebih jelas dan tegas.

Kemudian, manfaat mengejutkan lain dari marah adalah membantu bernegoisasi dalam memecahkan masalah.

Studi yang dilakukan Rice University dua tahun lalu menunjukkan bahwa mengekspresikan kemarahan membuat seseorang mengutarakan keinginannya lebih jujur, membuat pihak lain mendengarkan lebih baik, dan lebih terbuka dengan keluhan satu sama lain.

Dengan begitu, kesepakatan dari kedua belah pihak akan terjalin dan masalah dapat diselesaikan.

Manfaat marah ini cenderung Anda dapatkan jika tetap diimbangi dengan kontrol diri. Artinya, Anda hanya menjadikan amarah itu sebagai pemantik dalam menyempaikan keinginan, bukan melampiaskannya dengan ancaman atau kekerasan.

Rasa marah muncul karena berbagai faktor.

Contohnya, karena merasa diremehkan, tidak diperhatikan, atau tidak diperlakukan secara tidak adil. Adanya rasa marah ini bisa mendorong seseorang untuk melakukan sebuah perubahan.

Ketika seseorang meluapkan rasa marahnya, timbul keinginan untuk mengendalikan sesuatu. Perasaan seperti itulah yang bisa memotivasi seseorang untuk melakukan atau mendapatkan perubahan.

Misalnya, rasa marah karena diremehkan orang sekitar akan membuat Anda “balas dendam” dengan bekerja keras agar lebih sukses dari mereka.

Namun, lagi-lagi perlu diingatkan bahwa manfaat marah ini hanya didapatkan jika masih dalam batasannya. Tidak semua masalah harus dihadapi dengan marah-marah. Apalagi jika sampai menimbulkan sikap agresif, berlebihan, dan merusak.

Exit mobile version