Site icon nuga.co

Perut Buncit Punya Kaitan dengan Stres

Apa hubungannya perut buncit dengan stress?

Jawabannya datang dari laman situs “boldsky,” hari ini, Senin,  dengan mengatakan, “Orang-orang yang memiliki kadar kortisol lebih tinggi cenderung memiliki ukuran pinggang yang lebih besar”

Penelitian itu dikutip “boldsky” dari sebuah  penelitian dari University College London.

“Penelitian telah menemukan hubungan antara kondisi stres jangka panjang dengan kegemukan,” tulis Sarah Jackson, pemimpin penelitian.

Dalam penelitian  yang dipublikasikan di Jurnal Obesitas, stres disebutkan juga dapat membuat perut buncit.

Ketika dilanda stres, banyak orang yang akan makan berlebihan.

Tanpa disadari, keinginan makan cenderung pada makanan yang manis, tinggi kalori, atau lemak. Akhirnya kegemukan sulit dihindari.

Selain itu tubuh akan lebih banyak melepaskan hormon kortisol alias hormon stress

Hormon ini ternyata mempengaruhi metabolisme tubuh dan menentukan di mana lemak berlebih akan disimpan. Saat stres, orang juga cenderung akan malas bergerak atau berolahraga.

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur kadar kortisol dari rambut dua ribuan  orang, baik pria maupun wanita.

Perlu diketahui, lingkar pinggang yang sehat bagi wanita adalah tak lebih dari delapan puluh centimeter, sedangkan pria tak lebih dari sembilan puluh centimeter

Meski hanya perut yang buncit, bukan berarti akan terbebas dengan penyakit.

Sarah mengatakan, kelebihan lemak di sekitar perut juga merupakan faktor risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung, hingga kematian dini.

Jadi selain membatasi asupan makanan berlebihan, dan rajin berolahraga, menghindari stres juga penting untuk mencegah obesitas.

Stres pun bisa diatasi dengan rajin berolahraga.

Olahraga akan meningkatkan produksi hormon endorfin yang membuat suasana hati bahagia.

Penelitian lainnya juga  mengungkapkan, orang yang menyimpan banyak lemak di perut atau jaringan adiposa berisiko terkena diabetes tipe 2 dan penyakit jantung koroner.

Risiko penyakit itu tak hanya didapatkan oleh mereka yang memiliki perut buncit karena pola makan tinggi lemak. Tetapi juga perut buncit karena faktor genetik.

Associate Professor di Harvard Medical School, Sekar Kathiresan mengatakan, faktor genetik memengaruhi seseorang dalam menyimpan lemak di tubuh.

Jika ada sejumlah anggota keluarga yang memiliki perut buncit dan Anda juga, mungkin ada pengaruh faktor genetik. Selain di perut, beberapa lemak juga banyak disimpan di pinggul dan paha.

Penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Jama ini menganalisis lebih dari empat ratus ribu orang. Mereka yang berperut buncit karena faktor genetik memiliki peningkatan lemak darah, gula darah, dan tekanan darah sistloik.

Kondisi membuat mereka berisiko tinggi terkena diabetes tipe 2 dan jantung koroner.

Bila faktor genetik ditambah dengan faktor gaya hidup seperti pola makan tidak sehat dan kebiasaan merokok, risiko terjadinya diabetes tipe 2 dan penyakit jantung koroner pun menjadi lebih tinggi.

Agar terhindar dari dua penyakit tersebut, mulailah berupaya menghilangkan lemak di perut dengan olahraga rutin dan makan yang seimbang.

Para ahli mengatakan, lemak tubuh berpengaruh pada level hormon insulin.

Kelebihan lemak akan meningkatkan kadar hormon ini, sehingga mengganggu sinyal antara saraf di otak.

Ketika proses ini terganggu, kemampuan berpikir pun menurun.

Walau demikian, lemak bukan satu-satunya penyebab gangguan daya ingat. Orang yang daya ingatnya rendah juga cenderung memiliki berat badan berlebih.

Contohnya saja mereka makan sambil melakukan kegiatan lain sehingga tidak fokus.

Kabar baiknya, penelitian menyebutkan bahwa masalah dalam kemampuan otak ini bisa dikembalikan seperti semula jika berat badan sudah berhasil diturunkan.

Exit mobile version