Site icon nuga.co

Obat Herbal? Tidak Semuanya Aman

Obat herbal? Tidak semuanya ampuh melngatasi penyakit! Begitu yang dinyatakan oleh para pengamat kesehatan.

Obat herbal memang pilihan untuk sehat. Tapi ia tidak menyelsaikan seuluruh masalah “sakit.

Tanaman alami memang berpotensi untuk pengobatan. Ia tidak hanya sebatas pencegahan. Tradisi minum jamu juga baik, dan terbukti khasiatnya secara empiris.

Namun, obat herbal, hingga kini, masih menjadi pelengkap lantaran minimnya riset yang bisa memberikan bukti klinis khasiat herbal.

Kondisi ini membuat obat herbal lebih banyak dikonsumsi sebagai pelengkap. Juga tidak banyak dokter yang meresepkan, meski secara empiris banyak obat herbal yang berkhasiat mengobati penyakit. Sebut saja hipertensi, asam urat, serta sindrom metabolik atau kombinasi dari gangguan medis yang meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular dan diabetes.

Riset SOHO Global Health menyebutkan, lebih dari lima puluh persen dokter belum meresepkan obat herbal. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan, empat miliar orang atau 80 persen dari populasi dunia saat ini menggunakan obat herbal juga untuk beberapa aspek perawatan kesehatan primer.

Obat herbal biasanya diberikan sebagai komplementer, diberikan dengan jeda dua jam dari obat kimia. Ini dikarenakan khasiat obat herbal memang tidak secepat obat kimia.

Disamping itu, lanjutnya, pemakaian obat herbal yang masih terbatas juga karena tidak adanya bukti klinis. Dokter pada umumnya meresepkan obat, termasuk obat herbal, hanya jika obat tersebut telah teruji klinis pada pasien.

Dokter boleh memberikan obat herbal, koridornya penelitian berbasis pelayanan. Jadi, saat memberikan obat herbal, dokter juga harus mendata pasien. Karena bukti empiris pada sejumlah herbal cukup kuat, meski belum teruji secara klinis. Dokter bisa memberikan ke pasien, asal jangan keluar dari ranah ini..

Obat herbal dalam bentuk ekstrak dari tanaman seperti temu lawak, kunyit, jahe, memiliki bukti empiris, efektif berkhasiat sebagai antiradang, antimaag, meningkatkan nafsu makan, mengobati liver dan ginjal, meningkatkan vitalitas tubuh dengan kandungan antioksidan tinggi, juga bisa mencegah kanker.

Konsumsi obat herbal dalam bentuk ekstrak lebih efektif penyerapannya dalam tubuh karena partikelnya yang lebih kecil.

Meski masih minim, bukti klinis mengenai khasiat obat herbal perlahan semakin terungkap

Terapi jamu berbasis rackan memberikan hasil positif pada pasien jamu berbasis riset di klinik di Tawangmangu. Kami memberikan jamu racikan bukan sirup yang komponen utaman ekstrak. Resep diberikan berdasarkan diagnosis dokter.”.

Indonesia memiliki ribuan jenis jamu atau obat tradisional berbahan herbal. Namun, baru puluhan jenis obat herbal yang terstandar dan 5 jenis obat fitofarmaka atau obat herbal yang bisa diresepkan dokter. Banyak orang percaya obat herbal lebih aman daripada obat kimia,.

Sama dengan obat herbal, obat kimia pun memerlukan syarat karateristik peminumnya. Misalnya, penyandang diabetes perlu meminum obat metformin. Namun penyandang diabetes yang menderita gangguan ginjal tidak dapat meminumnya.

Terlebih pada penyandang diabetes dengan gangguan ginjal yang diserta penyakit kardiovaskular. Ini karena metformin akan menambah beban ginjal jika diminum, dan berbahaya bagi orang dengan gangguan ginjal.

Demikian pula halnya dengan obat herbal. Meski mengandung bahan-bahan alami tetap saja tidak semua orang bisa meminumnya.
Jika obat herbal diklaim seratus persen aman, maka jangan langsung mempercayainya karena faktor keamanan, selain bergantung pada individu yang meminumnya, juga pada dosis yang diberikan.

Obat herbal itu tetap memiliki dosis. Jadi jika minumnya berlebihan, tentu tidak akan aman,.

Exit mobile version