Site icon nuga.co

Ketika Gula Jadi Musuh Bersama Tubuh

Pinggirkan sedikit di memori Anda tentang makanan berlemak dan jantung. Cobalah fokus dengan peran gula sebagai pemicu serangan jantung dan stroke. Lantas muncul pertanyaan apakah gula lebih berbahaya dari lemak dalam menggerogoti jantung?

“Dailymail,” koran terbitan London dalam rubrik kesehatannya hari ini, 07 Maret 2014, merilis sebuah hasil penelitian tentang peran gula dalam mendorong datangnya stroke dan penyakit jantung. Bukan hanya lemak. Dan selama ini banyak para ahli menempatkan lemak sebagai pemicu stroke dan serangan jantung.

Pendapat berbeda tentang lemak dalam hubungannya dengan serangan jantung diungkapkan kepala divisi ilmu nutrisi dan diabetes dari School of Medicine at King’s College London, Tom Sanders. Menurutnya para ahli terdahulu telah salah dalam menginterpretasi bukti riset.

Tahun lalu, para ahli dari Inggris menilai, kesalahan dalam menginterpretasikan hasil riset telah membangun mitos diet tinggi lemak buruk untuk jantung. Dalam diet rendah lemak, peserta disarankan mengurangi tiga puluh persen asupan lemak dan sepuluh persen asupan lemak jenuh.

Peneliti tak menemukan hubungan antara asupan lemak jenuh dan risiko penyakit kardiovaskuler. Lemak jenuh justru berperan sebagai pelindung organ tubuh.

Bukti dalam riset juga menyatakan diet rendah karbohidrat, bukan rendah lemak, akan meningkatkan jumlah kolesterol dalam tubuh. Sama halnya dengan pangan olahan yang sebaiknya dihindari.

Swedia menjadi negara pertama yang mengembangkan panduan diet yang menolak mitos rendah lemak, dan menyarankan rendah karbohidrat dan tinggi lemak.

“Dari data ini dapat disimpulkan epidemi global penyakit jantung, pengerasan pembuluh darah, diabetes, obesitas, dan sindrom metabolik diakibatkan pola makan tinggi gula dan karbohidrat bukan lemak. Hal ini yang harus mulai diterima,” kata Tom Sanders.

Menurut dia, pola makan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan jantung adalah rendah karbohidrat rafinasi, gula, dan produk makanan olahan.

Pendapat ini didukung Brian Ratcliffe dari Robert Gordon University, Aberdeen, yang mengatakan bukti riset gagal mendukung saran atau rekomendasi untuk mengurangi asupan lemak dan lemak jenuh.

“Mereka yang mendukung ide diet rendah lemak memilih mengabaikan fakta yang ada, kendati tak sesuai hipotesis,” katanya.

Dingatkan pula, fokus pada lemak dan mengabaikan pengurangan konsumsi gula tidak akan menolong. Saran pola makan terbaik adalah mengurangi konsumsi lemak dan memilih produk susu yang rendah lemak,” kata Sanders.

Saran pola makan sehat lainnya adalah meminimalkan asupan kue, biskuit, dan puding yang kaya gula serta lemak jenuh. Selain itu, sebaiknya pilih konsumsi makanan yang mengandung lemak tak jenuh seperti kacang, ikan, dan sayuran.

Saran tersebut mendapat dukungan dari direktur nutrisi dan pola makan di Public Health England, Alison Tedstone. “Sangat beralasan menyimpulkan pengurangan asupan lemak jenuh akan menekan jumlah koleserol dalam darah. Hal inilah yang mengurangi risiko penyakit jantung,” katanya.

Makanan berlemak selama ini diyakini sebagai salah satu penyebab masalah kesehatan jantung. Namun fakta ini ternyata masih menjadi perdebatan menyusul pendapat ahli yang menyatakan musuh utama jantung sebenarnya adalah gula.

Menurut seorang ilmuwan Amerika Serikat, diet rendah lemak tidak banyak membantu mencegah penyakit jantung atau memperpanjang hidup. Justru, diet rendah gula dan membatasi asupan karbohidrat yang perlu digalakan dalam menekan risiko penyakit.

Keyakinan pola diet rendah lemak baik untuk kesehatan jantung didasarkan atas bukti riset pada 1950-an. Penelitian ini menyatakan, lemak jenuh berisiko besar pada kesehatan publik.

“Kita perlu kampanye publik seperti yang dilakukan pada era 1970 dan 1980, untuk menyatakan bahwa anggapan kita keliru,” ungkap ahli kardiovaskuler, James DiNicolantino.

Dalam tulisannya yang dipublikasikan jurnal Open Heart DiNicolantino menambahkan, tak ada bukti yang menyimpulkan diet rendah lemak berefek baik untuk kesehatan. Menurut dia, literatur hanya menyebutkan secara umum efek buruk dan baik dari pengurangan konsumsi lemak.

Ketakutan publik terhadap lemak jenuh adalah pada kemungkinan meningkatnya kadar kolesterol dalam tubuh. Sayangnya, keyakinan yang tidak terbukti ini didukung para ahli yang percaya diet rendah lemak berisiko lebih rendah terhadap kemungkinan diabetes atau obesitas. Padahal menurut DiNicolantino, keyakinan yang benar adalah sebaliknya.

Exit mobile version