Site icon nuga.co

Jangan Merasa Senang Punya Balita Gendut

Bangga punya anak gemuk? Ternyata banyak orang tua mengiyakan. Mereka merasa senang memiliki balita bertubuh gemuk bahkan terkadang gendut. Ada anggapan, anak yang gemuk berarti sehat. Para orang tua pun membiarkan sang buah hatinya tumbuh dan berkembang dengan tubuh gemuk, karena beranggapan anaknya akan berubah menjadi kurus saat dewasa.

Kegemukan pada anak balita, sebenarnya, belum tentu sehat. Para orang tua sering mengabaikan faktor resiko anak gemuk. Padahal kegemukan pada balita bisa memicu risiko penyakit jantung, diabetes, hingga kelainan otot pada usia produktifnya.

Memang dalam kehidupan moderen yang serba “instan” sekarang ini faktor obesitas pada anak menjadi trend yang terus meningkat. Menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat, obesitas terus membesar angka persentasenya. Bahkan, menurut penelitian itu, anak-anak yang mengalami obesitas dalam beberapa tahun mendatang bisa mencapai lima puluh persen. “Ini sebuah kecenderungan yang membahayakan.”

Untuk itu perlu kesadaran orang tua untuk meningkatkan aktivitas fisik dan membatasi asupan kalori bisa membantu anak mencapai berat badan idealnya. Meski begitu anak tidak disarankan untuk melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badan karena ia masih membutuhkan gizi dari beragam makanan untuk tumbuh kembangnya. Yang terpenting adalah membatasi asupan kalori, lemak, dan gula.

Untuk mengurangi asupan lemak, tanpa harus membatasi asupan kalori pada anak-anak kegemukan, selain memberikan daging tanpa lemak Anda bisa mengganti susu yang dikonsumsi anak dengan susu rendah lemak. Menurut ahli gizi dari Nutrition and Health Science Departement Nutrifood Research Centre, susu rendah lemak sebaiknya hanya diberikan untuk anak usia dua tahun ke atas.

Dijelaskan, pada dasarnya susu rendah lemak atau susu tanpa lemak memiliki kandungan nutrisi yang sama dengan susu biasa (whole milk). “Yang berbeda hanya kandungan kalori dan lemaknya.”

Menurut penelitian terhadap anak kegemukan diketahui konsumsi lemak anak pada balita idealnya, mengandung 50 persen karbohidrat, 20 persen protein, dan 30 persen lemak. Pada orang dewasa saja asupan lemak yang dianjurkan tidak lebih dari 55 gram perhari. Untuk anak seharusnya lebih sedikit dari itu.

Sementara kandungan lemak dalam satu gelas susu full cream mencapai 8 gram. Kalau sehari ia minum 4 gelas susu berarti sudah 32 gram. Belum lagi dari makanan lain. Untuk mengatasi kegemukan pada balita, orangtua disarankan rutin memantau berat badan anak. Aktivitas fisik anak juga perlu ditambah, selain mengontrol dan menjaga keseimbangan makanan anak.

Orang tua sering keliru dalam menyikapi anak kegemukan. Padahal banyak penelitian menunjukkan, balita yang mengalami kegemukan atau obesitas memiliki 2/3 atau lebih dari 66 persen kecenderungannya untuk tetap terkena obesitas meski sudah beranjak dewasa. Kegemukan dan obesitas erat kaitannya dengan kelebihan gizi.
Menurut Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof. Hardinsyah, para orang tua patut mewaspadai masalah kegemukan dan obesitas pada usia dini, karena hal ini akan menimbulkan efek buruk bagi anak untuk jangka panjang .

Di Indonesia, permasalahan kelebihan gizi makin meningkat dalam kurun waktu beberapa waktu terakhir. Survei nasional gizi mikro menunjukkan, masalah anak balita kelebihan gizi sejak tahun 2007 hingga 2010 meningkat dari 12,3 persen menjadi 14 persen. Hal ini berkebalikan dengan angka balita yang kekurangan gizi menurun dari 18 persen ke 17 persen.

“Masalah ini harus segera diatasi karena kelebihan gizi, terutama pada anak usia dini dapat mengakibatkan penyakit-penyakit yang tidak menular seperti penyumbatan pembuluh darah di otak yang memicu stroke, penyumbatan pembuluh darah di jantung dan diabetes,” ujar Hardinsyah.

Ia menambahkan, jika tidak segera ditangani, biaya penanggulangan akibat obesitas bakal meningkat. “Dampak buruk bila dibiarkan banyak sekali. Pada janin dan anak yang berusia kurang dari 2 tahun antara lain ukuran dan komposisi tubuh, termasuk otak dan organ internal tidak seimbang, gangguan fisiologi dan metabolik. Serta dampak buruk anak dan dewasa antara lain kemampuan kognitif buruk, obesitas, rentan infeksi, dan penyakit degeneratif,” paparnya.

Untuk itu menurut Hardinsyah, diperlukan edukasi dini bagi orangtua agar dapat memberikan gizi seimbang pada anak bahkan sejak dalam tahap mempersiapkan kehamilan. “Seribu hari pertama adalah masa keemasan bagi anak. Dimulai dari masih dalam kandungan hingga berusia 2 tahun,” ujarnya.

Gizi seimbang merupakan asupan gizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi dan dapat mencegah gizi kurang dan gizi berlebih. Maka penting bagi orang tua untuk mengerti bagaimana memberikan gizi seimbang untuk anak, bukan hanya sekedar terus menerus memberikan gizi tanpa mengetahui anaknya sudah kelebihan gizi.

Exit mobile version