Site icon nuga.co

Diet Vegetarian Tingkatkan Risiko Stroke

Banyak orang beramai-ramai menjalankan pola hidup sehat dengan menghindari konsumsi daging. Namun, studi teranyar justru menemukan risiko kesehatan terkait diet vegetarian. Risiko stroke termasuk di dalamnya.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal medis BMJ ini menyebut, mereka yang tidak mengonsumsi daging lebih berisiko terkena penyakit stroke. Namun, pada saat yang bersamaan, mereka juga diketahui memiliki risiko yang lebih rendah terkait penyakit jantung koroner.

“Jika kita melihat angka absolut, risiko jantung koroner [pada mereka yang tidak mengonsumsi daging] lebih rendah, tapi risiko stroke lebih tinggi,” ujar pemimpin studi, Tammy Tong, yang merupakan ahli gizi Oxford University

Studi ini merupakan yang pertama kali mengaitkan risiko stroke dengan diet vegetarian. Penelitian menemukan bahwa diet vegetarian memiliki risiko stroke 20 persen lebih tinggi dan risiko penyakit jantung koroner dua puluh dua persen lebih rendah daripada para pemakan daging.

Stroke hemoragik diketahui terkait dengan diet jenis ini. Stroke ini merupakan kondisi pecahnya salah satu arteri yang memicu pendarahan di sekitar otak. Hal itu membuat aliran darah pada sebagian otak terputus.

Namun, studi tak menemukan alasan yang melatarbelakangi tingginya risiko stroke pada mereka yang tidak mengonsumsi daging. Tong menduga, kaitan tersebut disebabkan oleh kadar kolesterol yang sangat rendah pada diet satu ini.

“Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kadar kolesterol rendah dikaitkan dengan risiko stroke hemoragik,” ujar Tong.

Kendati menjadi pionir, namun penelitian ini diragukan oleh sejumlah ahli. Ahli gizi Mark Lawrence dan Sarah McNaughton, dalam tajuk rencana pada jurnal yang sama, menulis bahwa hasil penelitian tak berlaku untuk semua kaum vegetarian secara global.

“Peserta semua berasal dari Inggris, di mana pola diet dan perilaku gaya hidup cenderung saling berbeda di setiap negara,” tulis keduanya.

Ahli diet dari British Heart Foundation, Tracy Parker mengatakan bahwa penelitian baru bersifat observasional. “Penelitian tak memberikan cukup bukti,” katanya.

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mendukung hasil temuan tersebut dan mencari penyebab keterkaitan antara risiko stroke yang lebih tinggi pada mereka yang menjalani diet vegetarian.

Sebuah penelitian lainnya terkait kebiasaan diet vegetarian dengan kesehatan mental, menyatakan bahwa diet ini berdampak buruk untuk mental. Penelitian ini dilakukan di Jerman dan mengikutsertakan sebanyak 4.181 responden. Kemudian dilakukan dua tahap penelitian yaitu, tahap pertama para responden diberikan kuesioner terkait pola hidup, pemilihan makanan, serta pemeriksaan fisik secara umum dan tahap kedua dilakukan dengan cara memberikan suplemen untuk kesehatan mental pada responden yang sudah melalui tahap satu. Rata-rata umur responden adalah sekitar 18 hingga 79 tahun.

Pemeriksaan kesehatan mental yang dilakukan adalah untuk mengetahui apakah mereka memiliki gangguan mental seperti depressive disorder, yaitu gangguan mental yang berupa depresi akut.

Anxiety disorder, yaitu memiliki rasa panik yang berlebihan, atau sangat ketakutan terhadap sesuatu.

Somatoform disorder, gangguan mental pada seseorang yang sering menyatakan keluhan atau gejala fisik yang tidak nyata.

Eating disorder, yakn penyimpangan kebiasaan makan seperti bulimia nervosa dan anoreksia.

Dari penelitian tersebut, responden dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok yang tidak menerapkan diet vegetarian sama sekali (non-vegetarian), kelompok yang membatasi konsumsi sumber protein hewani tetapi tidak menghindarinya, dan satu kelompok lagi adalah kelompok vegetarian.

Lalu hasil penelitian ini menemukan bahwa pada kelompok yang setidaknya selama 2 bulan menerapkan diet vegetarian, rata-rata mengalami depresi akut, somatoform disorder, anxiety disorder dibandingkan dengan kelompok predominan maupun kelompok non-vegetarian.

Dengan menerapkan diet vegetarian, berarti setiap harinya ia hanya mengonsumsi sayuran, buah-buahan, serta berbagai macam sumber makanan lain, kecuali yang bersumber dari hewan.

Padahal di dalam beberapa makanan sumber hewani terkandung berbagai vitamin serta zat gizi lain yang baik untuk kesehatan tubuh, termasuk kesehatan mental.

Walaupun berbagai penelitian telah membuktikan bahwa menerapkan diet vegetarian lebih menyehatkan, tetapi di sisi lain otak membutuhkan asupan zat gizi yang kebanyakan didapatkan dari makanan sumber hewani.

Beberapa zat gizi yang cukup tinggi dan didapatkan di dalam makanan sumber hewani adalah:

Vitamin B12 adalah satu dari 8 jenis vitamin B yang dibutuhkan tubuh dan sangat penting untuk menjaga sel saraf. Selain itu, vitamin B12 juga bertanggung jawab atas produksi DNA dan RNA pada gen.

Sementara, vitamin ini hanya ditemukan di berbagai makanan sumber hewani dan tidak terdapat pada sumber nabati. Oleh karena itu, orang yang melakukan diet vegetarian rentan kekurangan vitamin B12.

Jika terjadi kekurangan kronis, maka dapat menyebabkan kerusakan pada sel saraf dan mengakibatkan ganggguan mental.

Seng atau zinc adalah zat gizi mikro yang hampir ada di semua bagian sel di dalam tubuh. Tidak hanya penting untuk pertumbuhan serta perkembangan, seng juga diperlukan oleh orang dewasa bahkan kelompok lanjut usia.

Seng memegang peran dalam komunikasi antara sel saraf, selain itu menjaga kesehatan mental, serta meningkatkan perkembangan kognitif bagi anak. Makanan yang mengandung seng yaitu daging sapi, hati sapi, dan kerang.

Meskipun seng juga dikandung di dalam beberapa jenis sayur atau buah-buahan, namun kualitas penyerapannya lebih baik pada makanan sumber hewani.

Di dalam tubuh, zat besi berikatan dengan oksigen lalu kemudian membagi-bagikan makanan serta kebutuhan biologis lain yang diperlukan oleh berbagai sel di dalam tubuh.

Zat besi juga berperan penting dalam kesehatan mental, karena berfungsi untuk melakukan sintesis selubung pembuluh saraf (myelin) dan  berbagai neurotransmitter atau zat yang diperlukan untuk berkomunikasi anar-sel saraf.

Kekurangan zat besi bisa sangat fatal, salah satu dampak yang muncul adalah penurunan fungsi kognitif, penurunan daya ingat, dan berbagai gangguan kesehatan mental lainnya.

Mineral ini terkandung di dalam makanan sumber hewani dan nabati. Tetapi, sama dengan seng, makanan sumber hewani merupakan sumber terbaik, karena mudah dicerna oleh tubuh.

Asam lemak yang satu ini tidak berbahaya seperti asam lemak lainnya, tidak menimbulkan penyumbatan di dalam pembuluh darah dan tidak menumpuk dan kemudian menyebabkan penyakit jantung.

Asam lemak ini merupakan asam lemak essensial yang tidak bisa diproduksi oleh tubuh dan banyak terkandung di dalam beberapa jenis ikan laut, seperti tuna, halibut, dan salmon. Kekurangan asam lemak omega 3 dapat menimbulkan gejala depresi, rasa cemas berlebihan, penurunan daya ingat, suasana hati selalu berubah-ubah, serta kelelahan.

Exit mobile version