Site icon nuga.co

Berlarilah Untuk Menyehatkan Otak Anda

Laman “healhy day,” hari ini, Senin, 19 Februari, menuliskan tentang manfaat lari dikaitkan dengani tubuh dan ternyata punya dampak baik bagi memori otak.

Mengutip hasil  sebuah  percobaan yang  dilakukan para peneliti di Universitas Brigham Young  atau BYU membuktikan bahwa memori tetap terjaga berkat kegemaran berlari.

Apalagi jika aktivitas berlari dilakukan saat seseorang tengah mengalami stres.

Para peneliti menggunakan tikus sebagai sampel eksperimen ini.

Tikus dikelompokan menjadi dua. Pertama adalah kelompok tikus yang secara rutin selama empat pekan aktif mengitari roda putar.

Umumnya, tikus kelompok dipacu berlari sejauh empat koma lima kilometer per hari.  Sedangkan kelompok kedua, tidak diminta berlari teratur, hanya meringkuk di kandang.

Selanjutnya, tikus-tikus tersebut dihadapkan dengan tekanan yang tak menyenangkan. Mereka dipaksa untuk merayap pada ketinggian atau berenang di air dingin. Selama satu jam, tikus dihadapkan pada situasi stres tersebut.

Setelahnya, peneliti melihat kadar long term-potentiation atau LTP bagi otak para tikus melalui tes elektrofisiologi.

Hasilnya, dalam keadaan tertekan, tingkat LTP pada tikus yang rajin bergerak mengelilingi roda putar lebih tinggi dibandingkan tikus yang pasif berlari.

Ketika dijajal untuk menembus sekat labirin yang pernah dilalui, tikus yang aktif bergerak punya daya ingat lebih tinggi dalam mengingat rute.

Tikus yang hanya berdiam diri selama empat pekan, mencetak kesalahan lebih besar.

Eksperimen tersebut membuktikan bahwa berlari dan olahraga menjadi cara termudah untuk mencegah menurunnya memori pada otak ketika individu tengah dihantui stres.

Stres memicu berkurangnya kekuatan sinapsis. Akibatnya, memori ikut melemah. Padahal waktu terbaik untuk mengekalkan ingatan adalah saat sinaps menguat. Sinapsis merupakan penghubung antar neuron. P

roses penguatan sinaptik ini disebut LTP.

“Berolahraga berlari merupakan cara sederhana dan hemat biaya untuk menekan dampak negatif stres terhadap daya ingat,” kata Jeff Edwards, profesor fisiologi dan biologi di BYU seperti yang yangjuga dilansir dari laman Psychcentral .

Berlari diyakini menangkal efek negatif stres.

Dengan kata lain, berlari berimbas positif pada hippocampus, area otak yang berperan dalam pembelajaran dan memori. LTP dalam hippocampus tidak menyusut, bahkan tetap normal kendati seseorang terserang stres.

Selain lari, joging atau lari pelan juga dinilai lebih menyehatkan dibanding terlalu sering lari cepat.

Berdasarkan penelitian di Denmark, joging beberapa kali dalam seminggu dapat memperpanjang usia hidup. Sebaliknya, jika terlalu keras melakukan olahraga lari malah tidak baik bagi kesehatan.

Peneliti menganalisis sekitar seribu orang yang suka lari dengan usia dua puluh hingga delapan puluhan tahun dan empat ratus orang yang sehat tetapi tidak joging.

Hasil analisis menunjukkan, mereka yang joging memiliki usia hidup yang lebih lama daripada yang tidak. Penelitian ini telah diterbitkan dalam Journal of American College of Cardiology.

Peneliti menjelaskan, yang dimaksud dengan joging, yaitu menempuh delapan kilometer per jam beberapa kali saja dalam seminggu dan total lari kurang dari dua setengah jam selama seminggu.

Sedangkan lari yang cukup berat yaitu mereka yang berlari dengan kecepatan lebih dari sebelas km per jam dan total lebih dari empat jam dalam seminggu.

“Temuan ini menunjukkan olahraga ada batasnya untuk dapat optimal manfaatnya bagi kesehatan,” ujar peneliti dari Copenhagen City Heart Study dan Rumah Sakit Frederiksberg di Denmark, dokter Peter Schnohr.

Menurut Peter, untuk melakukan olahraga berat sebaiknya disesuaikan dengan kondisi tubuh.

Jika tujuan Anda berolahraga adalah untuk panjang umur, maka jogging beberapa kali dalam seminggu adalah pilihan tepat. Olahraga berat dinilai tidak aman bagi kesehatan jantung.

Hal senada dikatakan dokter Karol Watson dari Universitas California, Los Angeles. Menurut dia, sejumlah penelitian sebelumnya pun menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian kali ini.

Menurutnya, menjadi pelari maraton tetap bermanfaat bagi kesehatan jantung, tapi mereka juga harus mewaspadai peningkatan risiko kematian jika dibandingkan dengan pelari jarak menengah.

Menurut Duck-chul Lee, dari Departemen Kinesiology di Iowa State University, penelitian ini bukan untuk menakut-nakuti orang yang melakukan olahraga berat.

Para ahli berharap penelitian ini dapat mengungkapkan berapa lama sebaiknya seseorang melakukan olahraga.

Exit mobile version