Site icon nuga.co

Bedanya Manfaat Tidur Pria dan Wanita

Kebutuhan tidur wanita dan pria, atau lelaki, itu berbeda.

Berbeda?

“Ya,” tulis jurnal kesehatan “Max Planck,” yangt mengutip[ hasil sebuah studi yang dilakukan di Jerman.

“Tidur malam lebih baik bagi wanita dan tidur siang lebih bermanfaat bagi pria,” tulis studi ilmuwan itu.

Institute yang bermarkas di Munich, Jerman itu, menyebut bahwa wanita membutuhkan waktu tidur malam yang lebih panjang dibanding pria karena cara kerja otak yang lebih ‘kompleks’.

Tidur yang cukup di malam hari, bisa membuat otak wanita lebih sehat.

Sementara, pria mendapat lebih banyak manfaat dari tidur siang.

Peneliti menganalisis pola tidur lebih dari seratusan  pria dan wanita dewasa untuk mengetahui bagaimana tidur memengaruhi kapasitas intelektual seseorang.

Hasil studi yang dipresentasikan di Forum of Neuroscience di Kopenhagen, Denmark, menjelaskan,  pola tidur akan memberitahukan kemampuan logika seseorang

Dalam penelitian itu juga dilakukan pengukuran statistika tidur, termasuk aktivitas otak yang kemudian dikaitkan dengan berbagai jenis tidur dan kaitannya dengan gender.

Dari studi itu, diketahui gelombang otak wanita lebih tinggi jika mereka mendapatkan waktu tidur yang lebih panjang dan tidur yang lebih nyenyak.

Sementara, hal yang sama, tidak ditemukan pada otak pria.

Namun, gelombang otak serupa ditemukan pada pria bila mereka tidur siang.

“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tidur memang berkaitan dengan intelegensia. Namun, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara kebutuhan tidur wanita dan pria,” ujar ketua peneliti Profesor Martin Dresler.

Dia juga menambahkan bahwa masih banyak hal lain mengenai tidur dan intelegensia yang belum diketahui manusia.

“Ada banyak faktor yang memengaruhi kecerdasan, salah satunya adalah waktu dan kualitas tidur.”

“ Studi ini memberi kita kerangka yang lebih akurat untuk studi selanjutnya yang akan lebih lanjut menganalisis mengenai pola tidur,” jelasnya.

Sebelumnya, awal tahun ini, peneliti di Loughborough University Sleep Research Centre menyebutkan, wanita lebih terbiasa melakukan multitugas dibanding pria.

“Hal itu membuat otak wanita lebih banyak beraktivitas dan imbasnya, mereka butuh lebih banyak tidur,” kata Professor Jim Horne, ketua studi.

Selama ini kurang tidur dianggap dapat menimbulkan gangguan mood, pilek, kegemukan, hingga kolesterol.

Sebaliknya terlalu banyak tidur dianggap sebagai salah satu ciri mental yang terganggu.

Sebuah studi menegaskan kembali dampak tidur tidak proporsional, dapat menyebabkan diabetes bagi pria.

Penelitian tersebut dipublikasikan dalam Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism dan menemukan bahwa kelebihan ataupun kekurangan tidur pada pria dapat mengganggu keseimbangan kerja organ dan meningkatkan risiko diabetes.

“Dalam sebuah kelompok hampir delapan ratus orang, kami mengamati hubungan spesifik jenis kelamin dengan durasi tidur dan metabolisme glukosa,” kata Femke Rutters, penulis dan peneliti dari the VU Medical Centre Amsterdam, Belanda, seperti dilansir Laboratory Equipment.

“Pada pria, tidur terlalu banyak atau sedikit berhubungan dengan rendahnya respon sel tubuh memproduksi insulin, mengurangi pengambilan glukosa, dan meningkatkan risiko kena diabetes di masa depan. Bagi wanita, hubungan seperti itu tak terdeteksi,” lanjutnya.

Menurut data laporan Endocrine Facts and Figure dari Endocrine Society, terdapat lebih dari 29 juta orang terkena diabetes.

Dan selama lima puluh tahun terakhir, rata-rata durasi tidur seseorang berkurang satu setengah hingga dua jam.

Penelitian yang dilakukan Rutters melibatkan data durasi tidur dan risiko diabetes

Hasil analisis menunjukkan pria yang kurang ataupun kelebihan tidur paling mungkin mengalami gangguan mencerna gula dibanding pria dengan rata-rata tidur tujuh jam sebagai patokan ideal.

Pria kurang dan lebih tidur itu memiliki kadar gula darah lebih banyak dibanding mereka yang cukup tidur.

Sedangkan pada kaum hawa, mereka yang tidur kurang dan lebih tercatat makin responsif terhadap insulin dibanding wanita cukup tidur.

Para wanita dengan jumlah tidur di luar normal ini punya fungsi sel beta lebih baik.

Sel beta adalah sel di pankreas yang memproduksi insulin sebagai pencerna gula dalam darah. Kondisi sel beta yang baik pada wanita dengan kurang dan lebih tidur melindungi Kaum Hawa dari risiko diabetes.

“Bahkan ketika dalam kondisi sehat pun, sedikit atau kelebihan tidur punya dampak merugikan bagi kesehatan,” kata Rutters.

“Penelitian ini menunjukkan pentingnya tidur sebagai aspek kunci kesehatan terutama metabolisme glukosa.”

Saat waktu dihabiskan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan, tak sedikit orang yang menunda waktu untuk beristirahat. Mereka lebih memilih menyelesaikan tugas terlebih dulu, demi dapat tidur dengan tenang.

Padahal, melakukan hal tersebut bukan tak mungkin waktu tidur malah semakin sedikit. Telah dibuktikan, bahwa tidur memiliki efek buruk pada jantung. Beberapa penelitian sebelumnya telah menghubungkan hal tersebut dengan hipertensi.

Sebuah studi  lainnyasyang dipublikasikan dalam jurnal Hypertension, menemukan bahwa tidur singkat mengarah pada beberapa penanda negatif, terutama bila dilakukan di luar waktu tidur seharusnya.

Dalam studi yang dilakukan di laboratorium tidur University of Chicago, sebanyak dua puluh enam orang dewasa muda dan sehat diminta untuk mempersingkat waktu tidurnya selama satu minggu, dengan hanya lima jam untuk memejamkan mata setiap malamnya.

Setengah dari mereka, diminta tidur pada jam normal, dan setengah lainnya tidur diwaktu yang familiar untuk pekerja shift malam. Para peneliti ini mengukur tekanan darah, denyut jantung peserta setiap harinya, juga tingkat kemih norepinefrin, suatu hormon stress yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Serta variabilitas denyut jantung, variasi interval beat-to-beat yang digunakan sebagai indikator untuk risiko kardiovaskular.

Dalam kelompok penelitian pertama yang mempersingkat durasi tidur, tekanan darah mereka tidak mengalami perubahan. Tetapi, semua orang dalam studi ini, mengalami peningkatan detak jantung pada siang hari, karena pembatasan waktu tidur.

Sedangkan, kelompok yang tidur di waktu siang, mengalami perubahan yang lebih dari itu. Mereka memiliki kadar norepinefrin kemih dan berkurangnya variabilitas denyut jantung di malam hari, saat mereka terjaga.

“Ada kesadaran umum bahwa ketika tingkat variabilitas jantung berkurang, ini merupakan penanda untuk peningkatan risiko kardiovaskular,” kata Daniela Grimaldi, selaku penulis studi yang merupakan asisten profesor di Northwestern University Feinberg School of Medicine.

Dilansir dari Time, Grimaldi dan rekan-rekannya fokus dengan apa yang mereka lihat selama tidur ialah ‘gelombang lambat’, yang biasanya merupakan fase paling restoratif bagi tubuh.

“Tekanan darah turun, denyut jantung turun, itu benar-benar memungkinkan tubuh kembali pulih,” kata Grimaldi.

Tetapi, pada kedua kelompok yang tidurnya dibatasi, denyut jantung benar-benar meningkat, terutama pada kelompok pekerja shift malam dan mereka tidak dapat sepenuhnya memulihkan kondisi tubuh.

“Satu-satunya hal yang dapat kami sarankan pada orang-orang tersebut adalah kombinasi makan makanan sehat, melakukan aktivitas fisik, dan mencoba tidur sebanyak yang mereka bisa dan meminimalkan semua kondisi gaya hidup lain yang dapat menyebabkan risiko kardiovaskular juga,” ujar Grimaldi.

Exit mobile version