Site icon nuga.co

Uang Sogok Simulator Untuk DPR Dibayar di Tempat Parkir

Uang sogok simulator SIM  yang melibatkan  nama Inspektur Jenderal Djoko Susilo ternyata mengalir kemana-mana. Diantaranya  diberikan kepada anggota DPR dan dibayarkan  tempat parkir setelah dibungkus dengan kardus bekas air mineral. Total uang yang diduga berasal dari hasil korupsi itu  yang  diberikan kepada anggota terhormat itu  mencapai Rp 10 miliar.

Majalah TEMPO dalam laporan terbarunya, hasil investigasi reporting yang dipenuhi fakta dan data serta memiliki akurasi tinggi itu,  menemukan aliran dana sogokan ke para tokoh di Senayan  dan menuliskannya secara rinci siapa-siapa  di antara mereka yang menerima serta berapa jumlah persisnya.

Menurut TEMPO uang itu disalurkan melalui tiga. Pintu pertama lewat  politikus Partai Demokrat (Nazaruddin), kemudian, pintu kedua , Partai Golkar (Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo), serta pintu ketiga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Herman Hery). Pelicin ini diduga berkaitan dengan usaha memuluskan pembahasan anggaran pada 2010, untuk tahun 2011.

Lapran utama TEMPO  edisi 11 Maret 2013 yang berjudul “Minyak Penangkal ‘Masuk Angin’ yang menhebohkan Senayan itu,  dibungkus dalam  kardus  air kemasan  dan  berpindah tangan di area parkir Plaza Senayan, Jakarta Selatan. Ini bukan kardus biasa: isinya uang kertas yang diperkirakan sejumlah Rp 4 miliar. Pembawanya Wasis Triapambudi, anggota staf Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Penerimanya ajudan politikus Partai Golkar, Aziz Syamsuddin.

Beberapa saat sebelumnya, di kursi luar Kafe De Luca, juga di area parkir mal itu, Aziz Syamsuddin duduk bersama koleganya, Bambang Soesatyo. Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, kepala panitia pengadaan simulator untuk ujian surat izin mengemudi, yang telah berkomunikasi dengan Aziz, datang mendatangi mereka. Ia menyampaikan pesan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo: “Kiriman ada di mobil.” Aziz lalu meminta “paket” dipindahkan ke mobil yang ia tumpangi bersama Bambang, sedan hitam Mercy S-Class.

Teddy memimpin proyek simulator mobil dan sepeda motor tahun anggaran 2011 senilai Rp 196,8 miliar. Ia beberapa kali menemani Djoko Susilo menemui anggota Dewan Perwakilan Rakyat demi memuluskan pembahasan anggaran proyek ini. Transaksi di De Luca pada akhir 2010 itu merupakan bagian dari serangkaian lobi yang mereka lakukan.

Perjamuan dengan para politikus dilakukan beberapa kali di antaranya di Restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, dan King Crab di Jakarta. Djoko dan Teddy menemui Muhammad Nazaruddin, anggota Dewan dari Partai Demokrat. Menurut seseorang yang mengetahui peristiwa ini, Nazaruddin menawarkan jasa “pengamanan” anggaran Kepolisian, termasuk proyek simulator. Djoko setuju dan meminta Nazaruddin berhubungan dengan Teddy. Di pertemuan kedua, Teddy bertemu dengan Nazaruddin yang ditemani Anas Urbaningrum, ketika itu Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan.

Segera setelah pertemuan-pertemuan itu, menurut sumber yang sama, Teddy sibuk mengantar paket ke para politikus. Ia datang ke Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Ditaruh dalam paper bag dan dalam bentuk uang dolar Amerika Serikat, bingkisan ini merupakan jatah untuk Partai Demokrat. Bagian untuk politikus PDI Perjuangan sejumlah Rp 2 miliar dikirimkan ke kantor Herman Herry, anggota Dewan dari partai itu, di Panglima Polim, Jakarta Selatan.

Bambang Soesatyo membantah hadir dalam penyerahan uang di Kafe De Luca. Ia mengaku hadir dalam pertemuan lain yang dihadiri Djoko Susilo di ruang VIP Restoran Basara, Menara Summitmas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Bambang menyebutkan pertemuan di Basara dihadiri banyak anggota Komisi Hukum Dewan. Ia mengatakan acara pada awal 2010 itu dihadiri antara lain oleh Nazaruddin dan Herman Herry. Ketua Komisi Benny K. Harman juga datang. Bambang menyatakan hadir karena diajak Aziz Syamsuddin. Adapun Djoko Susilo dite­mani Teddy Rusmawan. Menurut Bambang, Djoko membicarakan Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas. Aziz mengakui sering datang ke Kafe De Luca. Namun ia menyatakan belum pernah sekali pun bertemu dengan Teddy.

Bambang sendiri, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, beberapa pekan lalu lalu telah diminta keterangannya oleh KPK.  Bambang seusai diperiksa mengatakan, ia hanya memberi penjelasan kepada KPK  tentang proses pembahasan anggaran POLRI di komisinya. Bambang yang dikenal sebagai pengusaha sukses terkenal dengan suaranya yang keras dalam kasus “Century.”

Ia juga pernah berbohong ketika mengungkapkan adanya pertemuan antara Menkeu Sri Mulyani, waktu itu, dengan pemilik Bank Century Robert Tantular. Ternyata pertemuan itu tidak pernah ada dan Bambang tetap kokoh pada pendapatnya. Bersama tiga rekan yang lain, M Yani, Handrawan dan Akbar Faisal, mereka menyerang Sri Mulyani dan Budiono sebagai orang yang harus dipersalahkan dalam kasus “bailout” Bank Cenury.

Pengacara Djoko Susilo, Tommy Sihotang, mengatakan tak pernah mendengar cerita pertemuan kliennya dengan para politikus Senayan. Soal pertemuan dengan Nazaruddin, ia mengatakan, “KPK belum pernah tanya soal itu.”

Exit mobile version