Site icon nuga.co

Puisi Doa Anak Gaza Kala Kembali Sekolah

Gaza City di pagi Minggu, 14 September 2014. Mengharukan. Hari itu tak ada lagi ledakan bom dan asap mesiu yang singgah di jalan-jalan dan lorong-lorong desanya. Tak ada lagi lolongan tangis dan bangunan yang ambruk. Tak juga ada orang berlarian menggendong anak, saudara, teman dan entah siapa lagi yang dipenuhi luka dan darah.

Hari itu, Minggu pagi, 14 September, juga tak ada mayat yang dikafani dan diusung ke pekuburan dengan gema kalimat dzikir yang mengharukan. Hari itu juga tak ada keluarga yang mengelilingi anak, ayah, ibu dan saudaranya yang tewas di sebuah ruang sempit perlindungan dengan wajah muram.

Hari itu, kala matahari timur dari Laut Medeteranian menaik ribuan anak-anak di Gaza, kembali ke sekolah dengan riang sembari menyanyikan lagu-lagu kemenangan atas pulihnya “perang” di semanjanjung sempit, kumuh dan nyaris tak pernah dipedulikan dunia.

Anak-anak Gaza, hari itu, kembali bersekolah setelah tertunda selama tiga minggu akibat konflik di Gaza antara pasukan Israel dan Hamas yang mengakibatkan ribuan orang, ayah, ibu, kaka, adik dan saudara mereka tewas.

Suasana hari itu di Gaza sangat cair. Amatilah di sebuah sekolah, di hari hari pertama mereka, ketika anak-anak tersebut diajak untuk bercerita tentang pengalaman mereka sebelum kembali ke sekolah.

Dengarlah ocehan Azhar anak sembilan tahunan. Anak perempuan dari Tamer Jundiyeh ini membuat puisi untuk mengenang mendiang ayahnya yang meninggal akibat serangan udara tentara Israel di kawasan Sheijaya.

“Ayah, apa lagi yang bisa aku katakan. Mengucapkan betapa aku sayang padamu tidak akan cukup membuatmu hidup kembali,” tutur Azhar di dalam kelas yang disaksikan oleh teman-temannya.

“Hari ini adalah hari pertama aku sekolah. Jadi walaupun ayah meninggal sebagai martir, tidak apa-apa. Aku senang,” ujar Azhar melanjutkan puisinya.

Akibat konflik tersebut, Azhar bersama lima adiknya kini menjadi anak yatim. Teman Azhar yang juga memiliki pengalaman serupa, Isra, merinding ketakutan saat ia menceritakan tentang serangan tentara Israel yang menewaskan kakek dan bibinya. Ia mengenang peristiwa naas tersebut yang terjadi disaksikan sendiri olehnya.

“Kakekku dan bibi Layla terbunuh. Saya lihat sendiri di rumah kami,” ujar Isra.

Murid lainnya, Doa, telah kehilangan alat-alat untuk dia bersekolah akibat rumahnya yang hancur saat konflik berlangsung. Salah satunya yaitu seragam. Akibatnya, Doa hanya mengenakan pakaian biasa di hari pertamanya bersekolah.

“Kami pergi saat rumah kami akan dibom, saat kami kembali ke rumah, ternyata sudah hancur,” kata Doa.

Dari konflik selama lima puluh hari itu, terdapat dua puluh sekolah yang hancur di wilayah Gaza. Kini guru dan kepala sekolah yang mengajar di sana pun berupaya agar anak-anak yang mengalami trauma buruk akibat perang dapat pulih kembali.

“Kami mendengarkan pengalaman mereka saat liburan musim panas lalu. Beberapa cerita membuat kita tertawa, beberapa lainnya membuat kita menangis. Kini kita berusaha semaksimal mungkin agar anak-anak bisa bicara sebanyak yang mereka bisa,” tutur Rima Abu Khatla, guru dari Azhar.

Mereka juga bisa bercerita tentang tiga serangan Israel yang menghancurkan sekolah mereka di Gaza yang menampung pengungsi mengakibatkan korban jiwa di antara warga sipil dan itu merupakan pelanggaran aturan perang,

Mereka hari itu juga mengenang serangan lainnya terjadi di kamp pengungsi Jabalya di wilayah selatan Jalur Gaza.

Mereka tahu, tidak mudah bagi mereka untuk kembali ke sekolah. Mereka juga tahu betapa dahsyatnya kehancuran Gaza. Mereka mendengar untuk membangun kembali Jalur Gaza yang hancur membutuhkan waktu panjang.

Anak-anak Gaza juga mengerti tentang kendala membangun Gaza seutuhnya perlu biaya yang sangat besar.
Dan mereka selalu memekikkan tentang blokade yang diberlakukan Israel atas Jalur Gaza yang mengakibatkan mereka terisolasi.

Israel melarang impor bahan-bahan pembuat beton dan bahan bangunan lain ke Gaza, karena khawatir Hamas akan menggunakan bahan-bahan itu untuk membuat roket atau memperkuat serangan lintas perbatasan melewati terowongan bawah tanah.

Mesir dan Norwegia telah mencuatkan kemungkinan untuk menggelar konferensi negara-negara donor untuk Gaza bulan depan, namun sejauh ini belum ditentukan waktu pastinya.

Sejauh ini belum diperoleh komentar dari pemerintah Israel yang bertanggung jawab atas pintu perlintasan kargo. Hingga kini belum terdengar rencana pemerintah Israel akan memperlonggar pembatasan masuknya berbagai barang ke Jalur Gaza.

Data PBB menyebutkan, konflik antara Israel dengan Palestina yang dimulai sejak 8 Juli ini adalah yang terparah semenjak tahun 2005, di mana tentara Israel menarik seluruh tentaranya. Korban anak-anak yang meninggal dalam konflik ini lebih dari 500 anak.

Exit mobile version