Site icon nuga.co

PKS Jadi Ejekan: “Partai Galau”

PKS kini berubah jadi “partai galau,” usai didera oleh kasus korupsi kuota impor daging sapi yang membelit petingginya, baik sebagai tersangka mau pun sebagai saksi. Kegalauan ini terlihat dari ketidaksiapan para kadernya mendudukkan kasus itu pada ranah hukum, dan lebih sibuk menangkis lewat argumentasi yang meluber pada perang kata-kata dengan KPK serta menabrak eksistensi partai lain.

Kegalauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Fahri Hamzah sebagai “spoker man” dalam “road show” ke berbagai media, yang kelihatannya panik, sembari melemparkan kata-kata kasar serta menyeret-nyeret keberadaan kader lain sebagai alat banding.

Fahri yang sibuk menuding KPK dengan argumentasinya yang balepotan dengan opini pribadi tentang penyitaan mobil mewah tersangka Luthfi Hasan Ishak dan menuding badan antirasuah itu tidak prefesional serta melawan hukum, mulai menuai ejekan di berbagai “talk show.”

Cara Fahri “melawan” ini, seperti dikatakan seorang pengamat politik dari LIPI, sangat tidak elegent. Jauh dari etis, serta menimbulkan kebencian karena disemburkan secara sombong. “Seolah-olah dia yang paling tahu hukum. Begitu diluruskan, ee… malah dikatakan para ahli bodoh. Ini kan sama saja dirinya sendiri yang bodoh. Kan jeruk makan jeruk namanya,” ujar pengamat politik itu.

Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bathoegana membenarkan PKS sedang  galau dalam menghadapi kasus hukum yang mendera mantan Presidennya Luthfi Hasan Ishaaq.

Sutan yang diminta klarifikasinya tentang pernyataan Fahri yang mengatakan Partai Demokrat bisa dibekukan karena memiliki banyak bukti menerima uang dari kasus Hambalang dengan terpidana mantan bendahara umumnya, malah ketawa dan berujar dengan ketus,”kekanak-kanakan.”

Fahri memerlukan pendewasaan berpolitik. “Saya kira ia telah berubah usai tidak lagi di Komisi III DPR. Ooaalah…makin tidak terkendali. Jadi Fahri itu lagi dalam keadaan tertekan, galau, bingung, marah. Jangan bawa-bawa Partai Demokrat. Di PD itu tidak ada urusan korupsi, tapi oknumnya iya,” kata Sutan, di DPR, Senin kepada kontributor “nuga.co,” Afrida.

Sutan minta kader PKS lebih elegen. Lebih bermoral tanpa harus mencampuri “dapur” orang lain. Urusi sendiri periuknya, jangan korek nasi di periuk orang. Urusi urusannya sendiri dan jangan mengurusi masalah Demokrat. Tapi, secara pribadi, Sutan berharap masalah yang menimpa PKS bisa cepat selesai.

“Tapi kita maafkan saja, dan kita doakan semoga masalah di PKS cepat selesai,” ujarnya. Menanggapi soal pembekuan organisasi, termasuk partai politik yang tersangkut masalah Tindak Pidana Pencucian Uang, Sutan menyatakan sikap untuk membela partainya. “Kalau mau dibubarkan, silakan partai lain yang bermasalah. Jangan Partai Demokrat lah,” kata Sutan.

KPK Senin pagi mulai memeriksa, Anis Matta sebagai saksi untuk kasus Luthfi dan Fathanah. Sebelum memasuki gedung KPK, Anis yang dicecar oleh wartawan dengan posisinya sebagai saksi mengatakan, mengenal tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang, Ahmad Fathanah. “Saya kenal. Kenal biasa saja. Kenal Fathanah bukan sebagai kader,” katanya.

Petinggi  PKS itu mengatakan hanya mengenal Fathanah sebagai sahabat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang kini juga sudah berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian. “Fathanah itu sahabat mantan Pak Luthfi,” tukasnya.

Dalam kesempatan terpisah Anis mengatakan Fathanah, tidak pernah menjadi donatur partainya. “Tidak pernah jadi donator,” katanya. Sebelum memeriksa Anis, KPK memeriksa Wali Kota Makasar Arief Sirajuddin sebagai saksi untuk Fathanah. KPK memanggil Arief guna mendalami dugaan aliran dana Fathanah ke DPW PKS Sulawesi Selatan untuk dana kampanye.

Terkait hal itu, Anis juga enggan menerangkan. “Tanya saja ke KPK. Saya belum tahu apakah itu yang akan ditanyakan atau bukan,” ujar Anis.

Salah satu Pendiri PKS, Yusuf Supendi, mengatakan kasus yang menimpa partai dakwah saat ini merupakan skenario Tuhan. “Oleh karena itu, jika boleh elite PKS saya sarankan untuk lebih cermat dalam memahami ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkap Yusuf ketika ditemui di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin.

“Kalau menurut berita itu, dilaporkan mencemarkan nama baik. Justru sebenarnya kalau KPK melakukan tindakan lebih tegas, menggunakan UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, pasal 21 terkait tindakan menghalangi penyidikan KPK itu bisa dipidanakan paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun,” simpulnya.

Exit mobile version